tag:blogger.com,1999:blog-67050987670050134062024-02-08T09:56:56.406-08:00Ilmu Kesehatan dan Kumpulan Asuhan KeperawatanKumpulan Asuhan Keperawatanhttp://www.blogger.com/profile/17205248068027475773noreply@blogger.comBlogger24125tag:blogger.com,1999:blog-6705098767005013406.post-6525448858866537202011-02-05T04:37:00.000-08:002011-02-05T04:38:23.590-08:00ABLASIO RETINAABLASIO RETINA<br /><br /><br /><br />PENGERTIAN<br /> Ablasio retina terjadi bila ada pemisahan retina neurosensori dari lapisan epitel berpigmen retina dibawahnya karena retina neurosensori, bagian retina yang mengandung batang dan kerucut, terkelupas dari epitel berpigmen pemberi nutrisi, maka sel fotosensitif ini tak mampu melakukan aktivitas fungsi visualnya dan berakibat hilangnya penglihatan (C. Smelzer, Suzanne, 2002).<br /><br />PENYEBAB<br />a. Malformasi kongenital<br />b. Kelainan metabolisme<br />c. Penyakit vaskuler<br />d. Inflamasi intraokuler<br />e. Neoplasma<br />f. Trauma<br />g. Perubahan degeneratif dalam vitreus atau retina<br /> (C. Smelzer, Suzanne, 2002).<br /><br />MANIFESTASI KLINIS<br />• Riwayat melihat benda mengapung atau pendaran cahaya atau keduanya<br />• Floater dipersepsikan sebagai titik-titik hitam kecil/rumah laba-laba<br />• Pasien akan melihat bayangan berkembang atau tirai bergerak dilapang pandang ketika retina benar-benar terlepas dari epitel berpigmen<br />• Penurunan tajam pandangan sentral aau hilangnya pandangan sentral menunjjukkan bahwa adanya keterlibatan makula<br /><br /><br /><br /><br /><br />PENATALAKSANAAN<br /><br /> Tirah baring dan aktivitas dibatasi<br /> Bila kedua mata dibalut, perlu bantuan oranglain untuk mencegah cidera<br /> Jika terdapat gelombang udara di dalam mata, posisi yang dianjurkan harus dipertahannkan sehingga gas mampu memberikan tamponade yang efektif pada robekan retina<br /> Pasien tidak boleh terbaring terlentang<br /> Dilatasi pupil harus dipertahankan untuk mempermudah pemeriksaan paska operasi<br /> Cara Pengobatannya:<br />• Prosedur laser<br />Untuk menangani ablasio retina eksudatif/serosa sehubungan dengan proses yang berhubungan dengan tumor atau inflamasi yang menimbulkan cairansubretina yang tanpa robekan retina.<br />Tujuannya untuk membentuk jaringan parut pada retina sehingga melekatkannya ke epitel berpigmen.<br />• Pembedahan<br />Retinopati diabetika /trauma dengan perdarahan vitreus memerlukan pembedahan vitreus untuk mengurangi gaya tarik pada retina yang ditimbulkan.<br />Pelipatan (buckling) sklera merupakan prosedur bedah primer untuk melekatkan kembali retina.<br />• Krioterapi transkleral<br />Dilakukan pada sekitar tiap robekan retina menghasilkan adhesi korioretina yang melipat robekan sehingga cairan vitreus tak mampu lagi memasuki rongga subretina. Sebuah/ beberapa silikon (pengunci) dijahitkan dan dilipatkan ke dalam skler, secara fisik akan mengindensi/melipat sklera, koroid, danlapisan fotosensitif ke epitel berpigmen, menahan robekan ketika retina dapat melekat kembali ke jaringan pendukung dibawahnya, maka fungsi fisiologisnya ormalnya dapat dikembalikan.<br /> (C. Smelzer, Suzanne, 2002).<br /><br />KOMPLIKASI<br />a. Komplikasi awal setelah pembedahan<br /> Peningkatan TIO<br /> Glaukoma<br /> Infeksi<br /> Ablasio koroid<br /> Kegagalan pelekatan retina<br /> Ablasio retina berulang<br />b. Komplikasi lanjut<br /> Infeksi<br /> Lepasnya bahan buckling melalui konjungtiva atau erosi melalui bola mata<br /> Vitreo retinpati proliveratif (jaringan parut yang mengenai retina)<br /> Diplopia<br /> Kesalahan refraksi<br /> astigmatisme<br /><br /><br /><br />PATHWAYS<br />Inflamasi intraokuler/tumor perub degeneratif dlm viterus<br /> <br /> Konsentrasi as. Hidlorunat ber(-)<br />Peningkatan cairan eksudattif/sserosa <br /> Vitreus mjd makin cair<br /><br /> Vitreus kolaps dan bengkak ke depan<br /><br /> Tarikan retina<br /><br /> Robekan retina <br /><br /> Sel-sel retina dan darah terlepas <br /> <br /> Retina terlepas dari epitel berpigmen<br /><br />Penurunan tajam pandang sentral<br /> Ditandai dengan:<br />- floater dipersepsikan sbg titik-titik hitamkecil/rumah laba-laba<br />- Bayangan berkembang/tirai bergerak dilapang pandang<br /><br /> <br /><br /><br /><br />DAFTAR PUSTAKA<br /><br />C. Smeltzer, Suzanne (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah (Brunner & Suddart) . Edisi 8. Volume 3. EGC. jakartaKumpulan Asuhan Keperawatanhttp://www.blogger.com/profile/17205248068027475773noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6705098767005013406.post-21656459539077263212011-02-05T04:12:00.002-08:002011-02-05T04:14:00.953-08:00INFEKSI PADA MATAINFEKSI PADA MATA<br /><br />A. KERATITIS<br />1. PENGERTIAN<br />Keratitis merupakan kelainan akibat terjadinya infiltrasi sel radang pada kornea yang akan mengakibatkan kornea menjadi keruh. .<br />2. KLASIFIKASI KERATITIS BERDASARKAN ETIOLOGI<br />a. KERATITIS MIKROBIAL<br />Keratitis ini diakibatkan oleh berbagai organisme bakteri,virus, jamur, atau parasit, abrasi sedikitpun bisa menjadi pintu masuk bakteri. Kebanyakan infeksi kornea terjdi akibat trauma atau gangguan mekanisme pertahanan sistemis ataupun lokal.<br /> keratitis bakterial<br />keratitis akibat dari infeksi stafilokokkus, berbentuk seperti keratitis pungtata, terutama dibagian bawah kornea<br /> keratitis viral<br />• keratitis dendritik herpetik<br />keratitis dendritik yang disebabkan virus herpes simpleks akan memberi gambaran spesifik berupa infiltrat pada kornea dengan bentuk seperti ranting pohon yang bercabang – cabang dengan memberikan uji fluoresin positif nyata pada tempat percabanagn.<br />• Keratitits herpes zooster<br />Merupakan manifestasi klinis dari infeksi virus herpes zooster pada cabang saraf trigeminus, termasuk puncak hidung dan demikian pula kornea atau konjungtiva.<br />• Keratitis pungtata epitelial<br />Keratitits dengan infiltrat halus pada kornea, selain disebabkan oleh virus keratitits pungtata juga disebabakan oleh obat seperti neomicin dan gentamisin.<br />• Keratitits disiformis <br />merupakan keratitits dengan bentuk seperti cakram didalam stroma permukaan kornea, keratitis ini disebabkan oleh infeksi atau sesudah infeksi virus herpes simpleks<br /><br /><br />b. KERATITIS PEMAJANAN<br />Infeksi ini terjadi bila kornea tidak dilembabkan secara memadai dan dilindungi oleh kelopak mata. Kekeringan kornea dapat terjadi dan kemudian dapat diikuti ulserasi dan infeksi sekunder. Pemajanan kornea dapat diebabakan oleh karena keadaan eksoptalmus, paresis saraf kranial VII tetapi juga dapat terjadi pada pasien koma atau yang dianastesi.<br /> Keratitis lagoftalmos<br />Terjadi akibat mata tidak menutup sempurna yang dapat terjadi pada ektropion palpebra, protrusio bola mata atau pada penderita koma dimana mata tidak terdapat reflek mengedip.<br /> Keratitis neuroparalitik<br />Terjadi akibat gangguan pada saraf trigeminus yang mengakibatkan gangguan sensibilitas dan metabolisme kornea<br /> Keratokonjungtivitis sika<br />Terjadi akibat kekeringan pada bagian permukaan kornea.<br />3. TANDA DAN GEJALA.<br />Manifestasi yang menyertai pada penderita keratitis adalah :<br /> Inflamasi bola mata yang jelas<br /> Terasa ada benda asing di mata<br /> Cairan mukopurulen dengan kelopak mata salingmelekat satu sama lain<br /> Rasa silau dimata <br /><br />B. KONJUGTIVITIS<br />1. PENGERTIAN<br />Konjugtivitis adalaah inflamasi konjungtiva dan ditandai dengan pembengkakan dan eksudat. Konjungtiva dan kornea merupakan bagian mata yang mudah berhubungan dengan dunia luar<br />2. ETIOLOGI<br />Peradangan konjugtiva diakibatkan oleh bakteri dan virus dan dapat pula disebabkan oleh asap, angin dan alergi<br />Klasifikasi konjungtivitis berdasarkan penyebabnya.<br />a. Konjungtivitis akut<br />Merupakan radang konjungtiva atau radang selaput lendir yang menutupi belakang kelopak dan bola mata. Disebabkan oleh gonococcus virus, clamidia, alergi,toksik atau moluskum kontagiosum.<br />Manifestasi yang muncul adalah hiperemi pada kongjungtiva, lakrimasi, eksudat dengan sekret yang lebih nyata dipagi hari, pseudoptosis akibat kelopak mata membengkak, mata seperti ada benda asing.<br />• Konjungtivitis bakterial akut<br />Konjungtivitis bakterial akut merupakan bentuk konjungtivitis murni dan biasanya disebabkan oleh staphilococcus, streptococuss pnemonie, gonococcus, haemofiluss influenza, dan pseudomonas<br />• Konjungtivitis blenore<br />Blenore neonaturum merupakan konjungtivitis pada bayi yang baru lahir. Penyebabnya adalah gonococ, clamidia dan stapilococcus<br />• Konjungtivitis gonore<br />Radang konjungtiva akut yang disertai dengan sekret purulen. Pada neonatus infeksi ini terjadi pada saat berada dijalan lahir. Pada orang dewasa penyakit ini didapatkan dari penularan penyakit kelamin pada kontak dengan penderita uretritis atau gonore<br />Manifestasi klinis yang muncul pada bayi baru lahir adanya sekret kuning kental, pada orang dewasa terdapat perasan sakit pada mata yang dapat disertai dengan tanda – tanda infeksi umum.<br />• Konjungtiva difteri<br />Radang konjungtiva yang disebabkan oleh bakteri difteri memberikan gambaran khusus berupa terbentuknya membran pada konjungtiva<br />• Konjungtivitis angular<br />Peradangan konjungtiva yang terutama didapatkan didaerah kantus interpalpebra disertai ekskoriasi kulit disekitar daerah peradangan, kongjungtivitis ini disebabkan oleh basil moraxella axenfeld.<br />• Konjungtivitis mukopurulen<br />Kongjungtivitis ini disebabkan oleh staphylococcus, pneumococus, haemophylus aegepty. Gejala yang muncul adalah terdapatnya hiperemia konjungtiva dengan sekret berlendir yang mengakibatkan kedua kelopak mata lengket, pasien merasa seperti kelilipan, adanya gambaran pelangi ( halo).<br />• Blefarokonjungtivitis<br />Radang kelopak dan konjungtiva ini disebabkan oleh staphilococcus dengan keluhan utama gatal pada mata disertai terbentuknya krusta pada tepi kelopak<br />b. Konjungtivitis viral akut<br />Biasanya disebabkan oleh adenovirus atau suatu infeksi herpes simpleks. Infeksi ini biasanya terjadi bersama – sama dengan infeksi saluran pernafasan atas. Infeksi virus bisa sembuh dengan sendirinya setelah 3 minggu.<br />• Keratokonjungtivitis epidemik<br />Radang yang berjalan akut, disebabkan oleh adenovirus tipe 3,7,8 dan 19. konjuntivitis ini bisa timbul sebagai suatu epidemi. Penularan bisa melalui kolam renang selain dari pada wabah. Gejala klinis berupa demam dengan mata seperti kelilipan, mata berair berat<br />• Demam faringokonjungtiva<br />Kongjungtivitis demam faringokonjungtiva disebabkan infeksi virus. Kelainan ini akan memberikan gejala demam, faringitis, sekret berair dan sedikit, yang mengenai satu atau kedua mata. Biasanya disebabkan adenovirus tipe 2,4 dan 7 terutama mengenai remaja, yang disebarkan melalui sekret atau kolam renang. <br />• Konjungtivitis herpetik<br />Konjungtivitis herpetik biasanya ditemukan pada anak dibawah usia 2 tahun yang disertai ginggivostomatitis, disebabkan oleh virus herpes simpleks.<br />• Kongjungtivitis new castle<br />Konjungtivitis new castle merupakan bentuk konjungtivitis yang ditemukan pada peternak unggas, yang disebabkan oileh virus new castle. Gejala awal tibul perasaan adanya benda asing, silau dan berai pada mata, kelopak mata membengkak<br />c. Konjungtivitis jamur<br />Infeksi jamur jarang terjadi, sedangkan 50% infeksi jamur yang terjadi tidak memperlihatkan gejala. Jamur yang dapat memberikan infeksi pada konjungtivitis jamur adalah candida albicans dan actinomyces.<br />d. Konjungtivitis alergik<br />Konjungtivitis alergik merupakan bentuk radang konjungtiva akibat reaksi alergi terhadap noninfeksi biasanya disebabkan oleh reaksi terhadap obat atau bahan toksik<br /><br /><br />e. Konjungtivitis kronis<br />• Trakoma<br />Trakoma merupakan konjungtivitis folikular kronis yang disebabkan oleh chlamidia trachomatis, pasien akan mengalami gejala gatal pada mata, berair dan fotofobia<br />3. TANDA DAN GEJALA<br />Secara umum pasien yang mengalami tanda dan gejala sebagai berikut ;<br /> Mata merah, bengkak, sakit, panas, gatal dan seperti kelilipan<br /> Bila infeksi bakteri maka akan terdapat rasa lengket, serta mukopurulen<br /> Bila infeksi karena virus maka akan bersifat sangat mudah menular apalagi pada mata sebelahnya..<br /><br />C. UVEITIS<br />1. PENGERTIAN<br />Uveitis adalah inflamasi salah satu struktur traktus uvea, karena traktus uvea mengandung banyak pembuluh darah yang membeikan nutrisi pada mata dan karena membatasi bagian mata yang lain, maka inflamasi lapisan ini dapat mengancam penglihatan.<br />2. ETIOLOGI<br />Alergen, bakteri, jamur, virus, bahan kimia, trauma <br />3. KLASIFIKASI UVEITIS<br />a. UVEITIS ANTERIOR<br />Infeksi ini terjadi pada iris atau badan silier, dapat pula terjadi besama yang disebut iridosiklitis.penyakit ini memberikan gejala yang sangat khas yaitu berlangsung selama 2 – 4 minggu, kadang menunjukan gejala kekambuhan atau menjadi menahun yang akibatnya bisa mengalami kebutaan.<br />b. UVEITIS POSTERIOR<br />Infeksi terjadi pada khoroid atau retina<br />4. TANDA DAN GEJALA<br />Pasien akan mengalami nyeri, fotofobia, pandangan kabur, dan mata merah<br /><br /><br /><br /><br />D. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK<br />1. Uji fluoresein<br />Untuk mengetahui adanya kerusakan pada epitelkornea akibat erosi, keratitis epitelial, bila terjadi defek epitel kornea akan terlihat warna hijau pada defek tersebut<br />2. Uji sensibilitas kornea<br />Untuk mengetahui keadaan sensibilitas kornea yang berkaitan dengan penyakit mata akibat kelainan saraf trigeminus oleh herpes zooster ataupun akibat gangguan ujung saraf sensibel kornea oleh infeksi herpes simpleks<br />3. Uji fistel<br />Untuk melihat kebocorankornea atau fistel akibat adanya perforasi kornea<br />4. Uji biakan dan sensitivitas<br />Mengidentifikasi patogen penyebab<br />5. Uji plasido<br />Untuk mengetahui kelainan pada permukaan kornea<br /><br />E. PENATALAKSANAAN<br />Pada pasien dengan infeksi kornea berat dirawat untuk pemberian tetes antimikroba seperti gentamisin 5mg/ml, tobramisin15mg/ml, atau sefuroksim 50 mg/ml setiap 30 menit sekali dan pemeriksaan berkala,untuk keratitis yang disebabakan oleh virus herpes simpleks pasien perlu diberikan virustatika seperti IDU trifluorotimidin dan acyclovir sedangkan untuk keratitis akibat herpes zooster pasien diberikan obat simptomatis saja seperti analgetika, vitamin dan antibiotika topikal. Selain itu tameng mata ( patch ) dan lensa kontak perlu dilepas dahulu sampi infeksi terkontrol, karena akan memperkuat pertumbuhan mikroba.<br />Sedangkan pasien dengan konjungtivitis biasanya hilang sendiri tapi tergantung dengan jenis penyebabnya. Penatalaksanaan pasien dengan kongjungtivitis bakteri sebelum terdapat pemerikaan mikrobiologi, klien dapat diberikan antibiotik unggal spektrum luas sepertigentamisin, kloramfenikol, polimiksin. Untuk konjungtivitis gonore, pasien dirawat dengan diberi penisillin salep dn suntikan untuk bayi dosisnya 50.000 unit/kg BB selama 7 hari. Sekret dibersihkan engan kapas yang dibasahi air rebus bersih atau garam fisiologis setiap 15 menit dan diberi salep penisillin. Selain itu pasien harus diajari bagaimana cara menghindari kontaminasi mata yang sehat atau orang lain, menanjurkan untuk tidak menggosok mata yang sakit kemudian mata yang sehat, menganjurkan untuk mencuci tangan setipa memegng mata yang sakit, menggunakan handuk, lap dan sapu tangan yang terpiah. Untuk konjungtivitis viral, penatalaksanaan bersifat simptomatik dan antibiotik diberikan untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder, untuk konjungtivitis herpetik diberikan antivirus asiklovir 400mg/hari selama 5 hari.sedangkan untuk konjungtivitis alergi biasanya akan sembuh sendiri, pengobatan ditujukan untuk menghindarkan penyebab dan menghilangkan gejala, sedangkan konjungtivitis sika diberikan air mata buatan.<br />Penatalaksanaan untuk uveitis, terapi perlu segera dilakukan untuk mencegah kebutaan, diberikan steroid tetes mata pada siang hari dan salep pada malam hari <br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN INFEKSI PADA MATA<br />A. PENGKAJIAN <br />1. Keluhan utama<br />Tanyakan kepada klien adanay keluhan seperti nyeri, mata berair, mata merah, silau dan sekret pada mata<br />2. Riwayat penyakit sekarang<br />Informasi yang dapat diperoleh meliputi informasi mengenai penurunan tajam penglihatan, trauma pada mata, riwayat gejala penyakit mata seperti nyeri meliputi lokasi,awitan, durasi, upaya mengurangi dan beratnya, pusing, silau.<br />3. Riwayat penyakit dahulu<br />Tanyakan pada klien riwayat penyakit yang dialami klien seperti diabetes mellitus, hrpes zooster, herpes simpleks<br />4. Pengkajian fisik penglihatan<br /> Ketajaman penglihatan<br />Uji formal ketajaman penglihatan harus merupakan bagian dari setiap data dasar pasien. Tajam penglihatan diuji dengan kartu mata ( snellen ) yang diletakkan 6 meter.<br /> Palpebra superior<br />Merah,sakit jikaditekan<br /> Palpebra inferior<br />Bengkak, merah, ditekan keluar sekret<br /> Konjungtiva tarsal superior dan inferior<br />Inspeksi adanya :<br />- Papil, timbunan sel radang sub konjungtiva yang berwarna merah dengan pembuluh darah ditengahnya<br />- Membran,sel radang di depan mukosa konjungtiva yang bila iangkat akan berdarah, membran merupakan jaringan nekrotik yang terkoagulasi dan bercampur dengan fibrin, menembus jaringan yang lebih dalam dan berwarna abu – abu.<br />- Pseudomembran, membran yang bila diangkat tidak akan berdarah<br />- Litiasis, pembentukan batu senyawa kalsium berupa perkapuran yang terjadipada konjungtiviti kronis<br />- Sikatrik, terjadi pada trakoma.<br /><br /><br /> Konjungtiva bulbi<br />- Sekresi<br />- Injeksi konjungtival<br />- Injeksi siliar<br />- Kemosis konjungtiva bulbi, edema konjungtiva berat <br />- Flikten peradangan disertai neovaskulrisasi<br /> Kornea<br />- Erosi kornea, uji fluoresin positif<br />- Infiltrat, tertibunnya sel radang<br />- Pannus, terdapat sel radang dengan adanya pembuluh darah yang membentuk tabir kornea<br />- Flikten<br />- Ulkus<br />- Sikatrik<br /> Bilik depan mata<br />- Hipopion, penimbunan sel radang dibagian bawah bilik mata depan<br />- Hifema, perdarahan pada bilik mata depan<br /> Iris<br />- Rubeosis, radang pada iris<br />- Gambaran kripti pada iris<br /> Pupil<br />- Reaksi sinar, isokor<br />- Pemeriksaan fundus okuli dengan optalmoskop untuk melihat<br />- Adanya kekeruhan pada media penglihatan yang keruh seperti pada kornea, lensa dan badan kaca.<br /><br />B. DIAGNOSA KEPERAWATAN<br />1. Nyeri berhubungan dengan iritasi atau infeksi pada mata<br />Kriteria hasil :<br />Nyeri berkurang, pasien merasa nyaman<br />Intervensi :<br />• Anjurkan klien untuk mengompres mata dengan air hangat<br />• Anjurkan pasien untuk tidak menggosok – gosok mata yang sakit terutama dengan tangan<br />• Anjurkan pasien menggunbkan kacamata pelindung jika bepergian<br />• Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian analgetik<br /><br />2. Ansietas berhubungan dengan faktor fisiologis, perubahan status kesehatan: adanya nyeri;kemungkinan /kenyataan kehilangan penglihatan. <br />Kemungkinan dibuktikan oleh: ketakutan, ragu-ragu.menyatakan masalah perubahan hidup.<br />Hasil yang diharapkan<br />Tampak rileks dan melaporkan ansetas menurun sampai tingkat dapat diatasi. <br />Tindakan / Intervensi<br />• Kaji tingkat ansetas, derajat pengalaman nyeri / timbulnya gejala tiba-tiba dan pengetahuan kondisi saat ini. <br />• Berikan informasi yang akurat dan jujur. <br />• Diskusikan kemungkinan bahwa pengawasan dan pengobatan dapat mencegah kehilangan penglihatan tambahan. <br />• Dorong pasien untuk mengakui masalah dan mengekspresikan perasaan. <br />• Identifikasi sumber / orang yang dekat dengan klien. <br /><br />3. Gangguan Sensori Perseptual : Penglihatan b/d gangguan penerimaan sensori / status organ indera. Lingkungan secara terapetik dibatasi. <br />Kemungkinan dibuktikan oleh: menurunnya ketajaman, gangguan penglihatan, perubahan respon biasanya terhadap rangsang.<br />Hasil yang diharapkan / kriteria evaluasi <br />pasien akan :<br />Meningkatkan ketajaman penglihatan dalam batas situasi individu.<br />Mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap perubahan. <br />Mengidentifikasi / memperbaiki potensial bahaya dalam lingkungan.<br />Tindakan / Intevensi<br />Mandiri<br />• Tentukan ketajaman penglihatan, catat apakah satu atau kedua mata terlibat. <br />• Orientasikan pasien terhadap lingkungan, staf, orang lain di areanya. <br />• Lkukan tindakan untuk membantu pasien menangani keterbatasan penglihatan seperti kurangi kekacauan, ingatkan memutr kepala ke subjek yang terlihat dan perbaiki sinar suram<br />• Perhatikan tentang suram atau penglihatan kabur dan iritasi mata dimana dapat terjadi bila menggunakan tetes mata.<br /><br />4. Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan kontak sekret dengan mata sehat atau mata orang lain<br />Hasil Yang Diharapkan/ Kriteria Evaluasi Pasien Akan :<br />Meningkatkan penyembuhan luka tepat waktu, bebas drainase purulen, eritema, dan demam.<br />Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan resiko infeksi<br />Tindakan/intervensi:<br />• Kaji tanda-tanda infeksi<br />• Berikan therapi sesuai program dokter <br />• Anjurkan penderita istirahat untuk mengurangi gerakan mata<br />• Berikan makanan yang seimbang untuk mempercepat penyembuhan <br />Mandiri<br />• Diskusikan pentingnya mencuci tangan sebelum menyentuh/mengobati mata.<br />• Gunakan/tunjukkan teknik yang tepat untuk membersihkan mata dari dalam keluar dengan bola kapas untuk tiap usapan, ganti balutan.<br />• Tekankan pentingnya tidak menyentuh/menggaruk mata yang sakit kemudian yang sehat<br />• Anjurkan untuk memisahkan handuk, lap atau sapu tanagn<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />DAFTAR PUSTAKA<br /><br />1. Brunner and suddarth. ( 2001 ). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Alih bahasa : dr. H.Y. Kuncara dkk.Jakarta : EGC<br />2. Sidharta Ilyas. ( 2001 ).Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : Penerbit FKUI<br />3. Ignativicus, Donna D. ( 1991 ). Medical Surgical Nursing. First edition. Philadelphia<br />4. Vera, H.D dan Margaret R.T.( 2000 ). Perawatan Mata. Yogyakarta : penerbit ANDI YogyakartaKumpulan Asuhan Keperawatanhttp://www.blogger.com/profile/17205248068027475773noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6705098767005013406.post-35744922562743467982011-02-05T04:12:00.001-08:002011-02-05T04:12:39.199-08:00RUPTUR CORNEARUPTUR CORNEA<br /><br />A. ANATOMI DAN FISIOLOGI MATA<br />Secara garis besar anatomi mata dapat dikelompokkan menjadi empat bagian, dan untuk ringkasnya fisiologi mata akan diuraikan secara terpadu. Keempat kelompok ini terdiri dari : <br />1) Palpebra<br />Dari luar ke dalam terdiri dari: kulit, jaringan ikat lunak, jaringan otot, tarsus, vasia dan konjungtiva. <br />Fungsi dari palpebra adalah untuk melindungi bola mata, bekerja sebagai jendela memberi jalan masuknya sinar kedalam bola mata, juga membasahi dan melicinkan permukaan bola mata. <br />2) Rongga mata<br />Merupakan suatu rongga yang dibatasi oleh dinding dan berbentuk sebagai piramida kwadrilateral dengan puncaknya kearah foramen optikum. Sebagian besar dari rongga ini diisi oleh lemak, yang merupakan bantalan dari bola mata dan alat tubuh yang berada di dalamnya seperti: urat saraf, otot-otot penggerak bola mata, kelenjar air mata, pembuluh darah <br />3) Bola mata<br />Menurut fungsinya maka bagian-bagiannya dapat dikelompokkan menjadi:<br />- Otot-otot penggerak bola mata<br />- Dinding bola mata yang teriri dari: sclera dan kornea. Kornea kecuali sebagai dinding juga berfungsi sebagai jendela untuk jalannya sinar.<br />- Isi bola mata, yang terdiri atas macam-macam bagian dengan fungsinya masing-masing <br />4) Sistem kelenjar bola mata<br />Terbagi menjadi dua bagian:<br />- Kelenjar air mata yang fungsinya sebagai penghasil air mata<br />- Saluran air mata yang menyalurkan air mata dari fornik konjungtiva ke dalam rongga hidung <br /><br />B. DEFINISI <br />Trauma tembus pada mata adalah suatu trauma dimana seluruh lapisan jaringan atau organ mengalami kerusakan.<br /><br />C. ETIOLOGI <br />Trauma tembus disebabkan benda tajam atau benda asing masuk kedalam bola mata.<br /><br />D. TANDA DAN GEJALA<br />1) Tajam penglihatan yang menurun <br />2) Tekanan bola mata rndah<br />3) Bilikmata dangkal <br />4) Bentuk dan letak pupil berubah<br />5) Terlihat adanya ruptur pada corneaatau sclera <br />6) Terdapat jaringan yang prolapsseperti caiaran mata iris,lensa,badan kaca atau retina<br />7) Kunjungtiva kemotis<br /><br />E. PEMERIKSAAN PENUNJANG<br />a. Pemeriksaan Radiologi<br />Pemeriksaan radiology pada trauma mata sangat membantu dalam menegakkan diagnosa, terutama bila ada benda asing .Pemeriksaan ultra sonographi untuk menentukan letaknya, dengan pemeriksaan ini dapat diketahui benda tersebut pada bilik mata depan, lensa, retina. <br />b. Pemeriksaan “Computed Tomography” (CT)<br />Suatu tomogram dengan menggunakan komputer dan dapat dibuat “scanning” dari organ tersebut.<br /><br />F. PENATALAKSANAAN<br />Bila terlihat salah satu tanda diatas atau dicurigai adanya perforasi bola mata, maka secepatnya dilakukan pemberian antibiotik topical, mata ditutup, dan segera dikirim kepada dokter mata untuk dilakukan pembedahan. Sebaiknya dipastikan apakah ada benda asing yang masuk ke dalam mata dengan membuat foto. Pada pasien dengan luka tembus bola mata selamanya diberikan antibiotik sistemik atau intravena dan pasien dikuasakan untuk kegiatan pembdahan. Pasien juga diberi antitetanus provilaksis, dan kalau perlu penenang. Trauma tembus dapat terjadi akibat masuknya benda asing ke dalam bola mata. Benda asing didalam bola mata pada dasarnya perlu dikeluarkan dan segera dikirim ke dokter mata. Benda asing yang bersifat magnetic dapat dikeluarkan dengan mengunakan magnet raksasa. Benda yang tidak magnetic dikeluarkan dengan vitrektomi. Penyulit yang dapat timbul karena terdapatnya benda asing intraokular adalah indoftalmitis, panoftalmitis, ablasi retina, perdarahan intraokular dan ftisis bulbi. <br /><br />G. PATOFISIOLOGI<br /> Trauma tembus pada mata karena benda tajam maka dapat mengenai organ mata dari yang terdepan sampai yang terdalam. Trauma tembus bola mata bisa mengenai :<br />1) Palpebra<br />Mengenai sebagian atau seluruhnya jika mengenai levator apaneurosis dapat menyebabkan suatu ptosis yang permanen<br />2) Saluran Lakrimalis<br />Dapat merusak sistem pengaliran air mata dai pungtum lakrimalis sampai ke rongga hidung. Hal ini dapat menyeabkan kekurangan air mata.<br />3) Congjungtiva <br />Dapat merusak dan ruptur pembuluh darah menyebabkan perdarahan sub konjungtiva<br />4) Sklera <br />Bila ada luka tembus pada sklera dapat menyebabkan penurunan tekana bola mata dan kamera okuli jadi dangkal (obliteni), luka sklera yang lebar dapat disertai prolap jaringan bola mata, bola mata menjadi injury.<br />5) Kornea<br />Bila ada tembus kornea dapat mengganggu fungsi penglihatan karena fungsi kornea sebagai media refraksi. Bisa juga trauma tembus kornea menyebabkan iris prolaps, korpusvitreum dan korpus ciliaris prolaps, hal ini dapat menurunkan visus<br />6) Uvea<br />Ila luka dapat menyeabka pengaturan banyaknya cahay yang masuk sehinggan muncul fotofobia atau penglihatan kabur<br />7) Lensa<br />Ila ada trauma akan mengganggu daya fokus sinar pada retina sehingga menurunkan daya refraksi dan sefris sebagai penglihatan menurun karena daya akomodasi tisak adekuat.<br />8) Retina<br />Dapat menyebabkan perdarahan retina yang dapat menumpuk pada rongga badan kaca, hal ini dapat muncul fotopsia dan ada benda melayang dalam badan kaca bisa juga teri oblaina retina.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /> <br />H. PENGKAJIAN<br />Hal – hal yang perlu diperhatikan:<br />a. Bagaimana terjadinya trauma mata<br /> Tanggal, waktu dan lokasi kejadian trauma perlu dicatat. Hal ini perlu untuk mengetahui apakah trauma ini terjadi pada waktu seseorang sedang melakukan pekerjaan sehari-hari. Perlu juga ditanyakan apakah alat-alat yang digunakan waktu terjadi trauma, apakah penderita waktu menggunakan kacamata pelindung atau tidak, kalau seandainya memakai kacamata, apakah kacamata itu turut pecah sewaktu terjadinya trauma.<br />b. Menentukan obyek penyebab trauma mata.<br />Menanyakan secara terperinci komposisi alat sewaktu terjadinya trauma. Apakah alat berupa paku, pecahan besi, kawat, pisau, jenis kayu, bambo dll. Perlu juga ditanyakan apakah alat tersebut berupa benda tajam atau tumpul, atau ada kemungkinan bercampurnya dengan debu dan kotoran lain. <br />c. Menentukan lokasi kerusakan intra okuler.<br />Untuk menentukan lokasi kerusakan pada mata, perlu diketahui jarak dan arah penyebabnya trauma mata, posisi kepala, dan arah penderita melihat pada waktu terjadi trauma.<br />d. Menetukan kesanggupan sebelum trauma.<br />Pada pengkajian ditanyakan apakah ada penyakit mata sebelumnya, atau operasi mata sebelum terjadi trauma pada kedua matanya. Perlu ditanyakan apakah perubahan visus terjadi secara tiba-tiba atau secara berangsur-angsur sebagai akibat ablasio retina, atau vitrium hemorrage.<br /><br />I. DIAGNOSA KEPERAWATAN<br />1. Ansietas b/d faktor fisiologis, perubahan status kesehatan: adanya nyeri;kemungkinan /kenyataan kehilangan penglihatan. <br />Kemungkinan dibuktikan oleh: ketakutan, ragu-ragu.menyatakan masalah perubahan hidup.<br />Hasil yang diharapkan<br />Tampak rileks dan melaporkan ansetas menurun sampai tingkat dapat diatasi. <br />Tindakan / Intervensi<br />• Kaji tingkat ansetas, derajat pengalaman nyeri / timbulnya gejala tiba-tiba dan pengetahuan kondisi saat ini. <br />• Berikan informasi yang akurat dan jujur. <br />• Diskusikan kemungkinan bahwa pengawasan dan pengobatan dapat mencegah kehilangan penglihatan tambahan. Dorong pasien untuk mengakui masalah dan mengekspresikan perasaan. Identifikasi sumber / orang yang menolong. <br /><br />2. Gangguan Sensori Perseptual : Penglihatan b/d gangguan penerimaan sensori / status organ indera. Lingkungan secara terapetik dibatasi. <br />Kemungkinan dibuktikan oleh: menurunnya ketajaman, gangguan penglihatan. Perubahan respon biasanya terhadap rangsang.<br />Hasil yang diharapkan / kriteria evaluasi – pasien akan :<br />Meningkatkan ketajaman penglihatan dalam batas situasi individu.<br />Mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap perubahan. <br />Mengidentifikasi / memperbaiki potensial bahaya dalam lingkungan.<br />Tindakan / Intevensi<br />Mandiri<br />• Tentukan ketajaman penglihatan, catat apakah satu atau kedua mata terlibat. <br />• Orientasikan pasien terhadap lingkungan, staf, orang lain di areanya. <br />• Observasi tanda – tanda dan gejala-gejala disorientasi: pertahankan pagar tempat tidur sampai benar-benar sembuh dari anestasia. <br />• Pendekatan dari sisi yang tak dioperasi, bicara dan menyentuh sering, dorong orang tedekat tinggal dengan pasien. <br />• Perhatikan tentang suram atau penglihatan kabur dan iritasi mata dimanan dapat terjadi bila menggunakan tetes mata.<br /><br />3. Resiko tinggi terhadap infeksi b/d Prosedur invasif <br />Kemungkinan dibuktikan oleh : [tidak diterapkan ; adanya tanda-tanda dan gejala-gejala membuat diagnosa aktual]<br />Hasil Yang Diharapkan/ Kriteria Evaluasi Pasien Akan :<br />Meningkatkan penyembuhan luka tepat waktu, bebas drainase purulen, eritema, dan demam.<br />Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan resiko infeksi<br />Tindakan/intervensi:<br />• Kaji tanda-tanda infeksi<br />• Berikan therapi sesuai program dokter <br />• Anjurkan penderita istirahat untuk mengurangi gerakan mata<br />• Berikan makanan yang seimbang untuk mempercepat penyembuhan <br /><br />Mandiri<br />• Diskusikan pentingnya mencuci tangan sebelum menyentuh/mengobati mata.<br />• Gunakan/tunjukkan teknik yang tepat untuk membersihkan mata dari dalam keluar dengan bola kapas untuk tiap usapan, ganti balutan.<br />• Tekankan pentingnya tidak menyentuh/menggaruk mata yang dioperasi.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />DAFTAR PUSTAKA<br /><br /> Prof.Dr.Sidarta Ilyas . Penuntun ilmu penyakit mata. Jakarta; FK UI. 1993<br /> Dr.Waliban. Dr Bondan Hariono. Oftalmologi Umum Jilid Satu Edisi 11; Jakarta 1992 <br /> Drs Med Parmono. Diagnosa Pengelolaan dan Prognosa Trauma Tembus pada Mata, Jakarta; EGC. 1987 <br /> Marilynn E. Doenges,Mary Frances Moorhous,Alice C . Geissler, Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3 ,Cetakan I: Jakarta. EGC 2000 <br /><br /><br /><br /><br /><br /> <br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /> <br />Pathway :Kumpulan Asuhan Keperawatanhttp://www.blogger.com/profile/17205248068027475773noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-6705098767005013406.post-40250234880951048162011-02-05T04:04:00.000-08:002011-02-05T04:12:01.592-08:00ASUHAN KEPERAWATAN BAYI AD DENGAN NEUROMA PADA FRONTO ORBITA SINISTRAASUHAN KEPERAWATAN BAYI AD DENGAN NEUROMA PADA FRONTO ORBITA SINISTRA <br /><br />KONSEP DASAR<br />1. Pengertian<br />Tumor Orbita merupakan benjolan atau pembengkakan abnormal yang ditemukan didaerah orbita. <br /><br />2. Epidemologi<br />Tumor secara umum dibedakan menjadi neoplasma dan non-neoplasma. Neoplasma dapat bersifat ganas atau jinak. Tumor ganas terjadi akibat berkembang biaknya sel jaringan sekitar infiltrat, sambil merusakkan. Neoplasma jinak tumbuh dengan batas tegas dan tidak menyusup, tidak merusak tetapi menekan jaringan disekitarnya dan biasanya tidak mengalami metastasis. Tumor orbita relatif jarang dijumpai. Pada proses pengambilan ruangan di orbitapenderita biasanya datang dengan keluhan seperti ada benjolan yang menyebabkan perubahan bentuk wajah, protopsis, nyeri peri okular, inflamasi, keluarnya air mata, massa tumor yang jelas nampak. Insiden tumor orbita bervariasi, tergantung pada metode pemeriksaan yang dipakai. Frekwensi relatif benigna dan maligna menurut handerson (1984); disebutkan sebagai berikut : karsinoma (primer metastasis dan pertumbuhan terus 21 %, kista 12 %, tumor vaskular 10 %, meningioma 9 %, malformasi vaskuler 5% dan tumor saraf tengkorak 4%, serta glioma optikus dan neurisistik 5%.<br /> <br />3. Patofisiologi<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /> <br />4. Asuhan Keperawatan <br />a. Pengkajian<br />Pre Operasi Peri Operasi Pasca Operasi<br />S: Benjolan pada daerah sekitar mata/dahi, ada perasaan yang tidak nyaman akibat adanya benjolan, nyeri, takut. Riwayat trauma, riwayat tumor pada keluarga, riwayat penyakit yang pernah diderita, riwayat pembedahan, perasaan klien berhubungan dengan pembedahan. Haus. Riwayat alergi. lemas akibat puasa. Pada anak riwayat tumbuh kembang, imunisasi. Puasa, mandi. S : - S : Nyeri, susah bernafas, tubuh dingin<br />0 : Tampak benjolan pada daerah orbita, ukuran benjolan, jenis benjolan (keras, lunak, mobile/tidak ). Keadaan umum, kesadaran, keadaan kulit (pucat, cyanisis, icterus ), tekanan darah, Nadi dan suhu biasanya normal. Ukur BB dan TB. Status gizi. Kebersihan daerah operasi. <br /> Data penunjang : Foto Thorax, CT scan, Lab DL. UL, FL, FH dan hasil tes antibiotika, informed concent.<br /> 0 : Terpasang alat perawatan,(infus, monitor, respirator ).Posisi tertelentang. Induksi dengan anastesi. Dilakukan eksisi. Suhu lingkungan 22 oC. Perdarahan. O : Lemah, terpasang infus, catatan tentang anestesi yang didapat, kesadaran menurun, luka bekas operasi, catatan perdarahan, peristaltik usus menurun, flatus (-).Hasil PA. Mual dan muntah, menangis pada anak-anak. Tubuh dingin, akral dingin, mukosa kering. <br /><br />b. Diagnose dan Perencanaan<br />PRE OPERASI <br />DX TUJUAN TINDAKAN Rasional<br />Kecemasan pada anak atau orang tua b.d kurangnya pengetahuan tentang kemungkinan penyakit dan prosedur tindakan operasi Tujuan :<br />Setelah 15 menit klien/keluarga dapat mengetahui penyakit serta prosedur tindakan yang akan dilakukan pada klin/anaknya. 1. Jelaskan tentang penyakit yang diderita klie/anaknya serta prosedur tindakan operasi yang akan dilakukan.<br /><br />2. Berikan kesempatan menemani klien/anaknya sampai di ruang premedikasi.<br /><br /><br /><br />3. Yakinkan tentang jaminan mengenai tindakan yang akan dilakukan.<br /><br />4. Berikan kesempatan kepada keluarga untuk bertanya.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />5. Pastikan kelengkapan operasi klien (Status, hasil lab, Foto Radiologi, Ct Scan, Obat-obatan, alat-alat, informed concent <br /> - Agar keluarga mengerti sehingga lebih paham tentang kondisi dan resiko tindakan operasi yang skan dilakukan<br />- Untuk meningkatkan orientasi dan meyakinkan bahwa operasi bukan sesuatu yang menakutkan.<br />- Agar kecemasan dapat tereduksi.<br /><br /><br /><br />- Jawaban yang benar yang mampu menjawab keingintahuan klien merupakan sustu metode katarsis yang dapat mengurangi kecemasan klien<br />- Untuk menjamin keamanan fisik maupun psikologis petugas dan keluarga, yang memastikan segalaya telah siap.<br /><br />Resiko defisit volume cairan b.d puasa sekunder persiapan operasi Setelah 30 menit tidak terjadi defisit cairan dengan kriteria :<br />- Turgor baik<br />- Cowong -<br />- Mukosa lembab. 1. Kolaborasi pemasangan infus<br /><br /><br />2. K/P pasang kateter<br /><br /><br /><br />3. Observasi kelembaban mukosa - Untuk memenuhi kebutuhan cairan klien.<br /><br />- Untuk mengetahui keseimbangan intake/output cairan<br />- Untuk mengetahui kecukupan cairan.<br /><br />INTRA OPERASI<br />DX TUJUAN TINDAKAN Rasional<br />Resiko terjadi ketidakefektifan pola nafas b.d peningakatan sekret dan penurunan reflek menelan sekunder pemakaian Anestesi Selama operasi tidak terjadi gangguan bersihan jalan nafas. 1. Bantu memberikan posisi stabil<br />2. Bantu menyiapkan alat intubasi.<br /><br />3. Bantu memonitor status respirasi<br /><br /><br />4. Lakukan monitoring SaO2<br /><br /><br /><br /><br /><br />5. Pantu tanda distress pernafasn setelah penyapihan ETT/respirator.<br /> - Untuk melancarkan airway<br />- Intubasi dapat mencegah resiko sumbatan jalan nafas<br />- Untuk mengetahui tanda gg pola nafas<br />- Memantau keadekuatan DO2 dan VO2 sebagai indikator perfusi dan pemenuhan O2.<br />- Untuk mengetahui efek anastesi pada SSP.<br />Resiko terjadi cedera (hipotermi, bradikardi, b.d suhu lingkungan yang rendah sekunder rendahnya kadar lemak subcutan pada bayi, serta penekanan pada nervus X pada segmen posterior orbital. Selama operasi :<br />- Tidak terjadi hipotermi<br />- Tidak terjadi okuloreflek 1. Pasang diatermi sebagai alas meja operasi.<br /><br /><br />2. Perhatikan pemasangan ground diatermi.<br />3. Berikan selimut operasi yang lebih tebal terutama untuk bayi dan lansia.<br />4. Pantau nadi dan EKG selama operasi<br /><br /> - Untuk mencegah hipotermi dg memberikan hangat secara elektrik<br />- Untuk mencegah kombus atau elektrik injury<br />- Untuk mencegah kehilangan panas melalui evavorasi<br /><br /><br />- Penekanan pada bola mata dapat menimbulkan timbulnya okulo reflek yang merangsang nervus X sehingga dapat terjadi bradikardi .<br /><br /><br />PASCA OPERASI <br />DX TUJUAN TINDAKAN Rasional<br />Kecemasan pada anak atau orang tua b.d kurangnya pengetahuan tentang hasil operasi. Tujuan :<br />Setelah 15 menit klien/keluarga dapat mengetahui hasil operasi. 1. Jelaskan tentang hasil operasi yang dilakukan, serta keadaan klien penyakit yang diderita klie/anaknya serta prosedur tindakan operasi yang akan dilakukan.<br /><br />2. Berikan kesempatan menemani klien/anaknya di ruang RR.<br /><br /><br /><br /><br />3. Jelaskan tentang tindak lanjut hasil Px jaringan<br /><br />4. Berikan kesempatan kepada keluarga untuk bertanya. - Agar keluarga mengerti sehingga lebih paham tentang kondisi dan resiko dari hasil operasi yang telah dilakukan<br /><br /><br /><br />- Untuk meningkatkan orientasi dan meyakinkan bahwa operasi bukan sesuatu yang menakutkan.<br />- Agar kecemasan dapat tereduksi.<br /><br /><br />- Jawaban yang benar yang mampu menjawab keingintahuan klien merupakan sustu metode katarsis yang dapat mengurangi kecemasan klien<br />Resiko defisit volume cairan b.d puasa sekunder persiapan operasi Setelah 30 menit tidak terjadi defisit cairan dengan kriteria :<br />- Turgor baik<br />- Cowong -<br />- Mukosa lembab. 1. Observasi cairan infus<br /><br /><br />2. K/P pasang kateter<br /><br /><br />3.Observasi kelembaban mukosa<br /> - Untuk memenuhi kebutuhan cairan klien.<br /><br />- Untuk mengetahui keseimbangan intake/output cairan<br />- Untuk mengetahui kecukupan cairan.<br />Resiko terjadi hipotermi, b.d suhu lingkungan yang rendah sekunder rendahnya kadar lemak subcutan pada bayi Selama di RR <br />- Tidak terjadi hipotermi<br /> 1. Berikan selimut operasi yang lebih tebal terutama untuk bayi dan lansia.<br /><br /> - Untuk mencegah kehilangan panas melalui evavorasi<br /><br /><br />Resiko terjadi ketidakefektifan pola nafas b.d peningakatan sekret dan penurunan reflek menelan sekunder pemakaian Anestesi Selama operasi tidak terjadi gangguan bersihan jalan nafas. 1. Bantu memberikan posisi stabil<br /><br />2.Bantu menyiapkan alat intubasi.<br /><br /><br />3.Bantu memonitor status respirasi<br /><br />6. Lakukan monitoring SaO2<br /><br /><br /><br /><br /> - Untuk melancarkan airway<br />- Intubasi dapat mencegah resiko sumbatan jalan nafas<br />- Untuk mengetahui tanda gg pola nafas<br />- Memantau keadekuatan DO2 dan VO2 sebagai indikator perfusi dan pemenuhan O2.<br /><br /><br />DAFTAR PUSTAKA<br /><br /><br />Tabrani, (1998), Agenda Gawat Darurat Jilid 3 Penerbit Alumni Bandung<br /><br />Guyton, (1991), Fisiologi Manusia, EGC, Jakarta <br /><br />Barbara Engram, (1995), Perawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta<br /><br />Dongoes M.E, Marry F, Alice G (1997) Nursing Care Plans, F.A davis Company, Philadelphia.<br /><br />Carpennito L.J (1997), Nursing Diagnosis, JB. Lippincot, New York<br /><br />Naught Callender (1990), Illustrated Physiology, Churchill Livingstone, New York.<br /><br />Syamsuhidayat, Wim de Young, (1998 ), Buku Ajar Ilmu Bedah, JakartaKumpulan Asuhan Keperawatanhttp://www.blogger.com/profile/17205248068027475773noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6705098767005013406.post-76835540713989955222011-02-05T03:45:00.000-08:002011-02-05T03:47:42.204-08:00PASIEN DENGAN GLUKOMAPADA PASIEN DENGAN GLUKOMA<br /><br />A. DEFINISI<br />Glaukoma adalah suatu penyakit yang memberikan gambaran klinik berupa peninggian tekanan bola mata, penggaungan papil saraf optik dengan defek lapang pandangan mata.(Sidarta Ilyas,2000).<br />Galukoma adalah sekelompok kelainan mata yang ditandai dengan peningkatan tekanan intraokuler.( Long Barbara, 1996)<br /><br />B. ETIOLOGI <br />Penyakit yang ditandai dengan peninggian tekanan intraokuler ini disebabkan oleh : <br />- Bertambahnya produksi cairan mata oleh badan ciliary <br />- Berkurangnya pengeluaran cairan mata di daerah sudut bilik mata atau di celah pupil <br /><br />C. KLASIFIKASI<br />1. Glaukoma primer <br />- Glaukoma sudut terbuka<br /> Merupakan sebagian besar dari glaukoma ( 90-95% ) , yang meliputi kedua mata. Timbulnya kejadian dan kelainan berkembang secara lambat. Disebut sudut terbuka karena humor aqueousmempunyai pintu terbuka ke jaringan trabekular. Pengaliran dihambat oleh perubahan degeneratif jaringan rabekular, saluran schleem, dan saluran yg berdekatan. Perubahan saraf optik juga dapat terjadi. Gejala awal biasanya tidak ada, kelainan diagnose dengan peningkatan TIO dan sudut ruang anterior normal. Peningkatan tekanan dapat dihubungkan dengan nyeri mata yang timbul. <br />- Glaukoma sudut tertutup(sudut sempit)<br /> Disebut sudut tertutup karena ruang anterior secara anatomis menyempit sehingga iris terdorong ke depan, menempel ke jaringan trabekular dan menghambat humor aqueous mengalir ke saluran schlemm. Pergerakan iris ke depan dapat karena peningkatan tekanan vitreus, penambahan cairan di ruang posterior atau lensa yang mengeras karena usia tua. Gejala yang timbul dari penutupan yang tiba- tiba dan meningkatnya TIO, dapat berupa nyeri mata yang berat, penglihatan yang kabur dan terlihat hal. Penempelan iris menyebabkan dilatasi pupil, bila tidak segera ditangani akan terjadi kebutaan dan nyeri yang hebat. <br />2. Glaukoma sekunder <br />Dapat terjadi dari peradangan mata , perubahan pembuluh darah dan trauma . Dapat mirip dengan sudut terbuka atau tertutup tergantung pada penyebab.<br />- Perubahan lensa <br />- Kelainan uvea<br />- Trauma<br />- bedah<br />3. Glaukoma kongenital<br />- Primer atau infantil<br />- Menyertai kelainan kongenital lainnya <br />4. Glaukoma absolut<br />Merupakan stadium akhir glaukoma ( sempit/ terbuka) dimana sudah terjadi kebutaan total akibat tekanan bola mata memberikan gangguan fungsi lanjut .Pada glaukoma absolut kornea terlihat keruh, bilik mata dangkal, papil atrofi dengan eksvasi glaukomatosa, mata keras seperti batu dan dengan rasa sakit.sering mata dengan buta ini mengakibatkan penyumbatan pembuluh darah sehingga menimbulkan penyulit berupa neovaskulisasi pada iris, keadaan ini memberikan rasa sakit sekali akibat timbulnya glaukoma hemoragik. <br /> Pengobatan glaukoma absolut dapat dengan memberikan sinar beta pada badan siliar, alkohol retrobulber atau melakukan pengangkatan bola mata karena mata telah tidak berfungsi dan memberikan rasa sakit.<br /> <br /> Berdasarkan lamanya :<br />1. GLAUKOMA AKUT<br />a. Definisi<br /> Glaukoma akut adalah penyakit mata yang disebabkan oleh tekanan intraokuler yang meningkat mendadak sangat tinggi.<br />b. Etiologi<br /> Dapat terjadi primer, yaitu timbul pada mata yang memiliki bakat bawaan berupa sudut bilik mata depan yang sempit pada kedua mata, atau secara sekunder sebagai akibat penyakit mata lain. Yang paling banyak dijumpai adalah bentuk primer, menyerang pasien usia 40 tahun atau lebih.<br /><br />c. Faktor Predisposisi<br /> Pada bentuk primer, faktor predisposisinya berupa pemakaian obat-obatan midriatik, berdiam lama di tempat gelap, dan gangguan emosional. Bentuk sekunder sering disebabkan hifema, luksasi/subluksasi lensa, katarak intumesen atau katarak hipermatur, uveitis dengan suklusio/oklusio pupil dan iris bombe, atau pasca pembedahan intraokuler.<br />d. Manifestasi klinik<br />1). Mata terasa sangat sakit. Rasa sakit ini mengenai sekitar mata dan daerah belakang kepala .<br />2). Akibat rasa sakit yang berat terdapat gejala gastrointestinal berupa mual dan muntah , kadang-kadang dapat mengaburkan gejala glaukoma akut.<br />3). Tajam penglihatan sangat menurun.<br />4). Terdapat halo atau pelangi di sekitar lampu yang dilihat.<br />5). Konjungtiva bulbi kemotik atau edema dengan injeksi siliar.<br />6). Edema kornea berat sehingga kornea terlihat keruh.<br />7). Bilik mata depan sangat dangkal dengan efek tyndal yang positif, akibat timbulnya reaksi radang uvea.<br />8). Pupil lebar dengan reaksi terhadap sinar yang lambat.<br />9). Pemeriksaan funduskopi sukar dilakukan karena terdapat kekeruhan media penglihatan.<br />10). Tekanan bola mata sangat tinggi.<br />11). Tekanan bola mata antara dua serangan dapat sangat normal.<br />e. Pemeriksaan Penunjang<br />Pengukuran dengan tonometri Schiotz menunjukkan peningkatan tekanan.<br />Perimetri, Gonioskopi, dan Tonografi dilakukan setelah edema kornea menghilang.<br />f. Penatalaksanaan<br /> Penderita dirawat dan dipersiapkan untuk operasi. Dievaluasi tekanan intraokuler (TIO) dan keadaan mata. Bila TIO tetap tidak turun, lakukan operasi segera. Sebelumnya berikan infus manitol 20% 300-500 ml, 60 tetes/menit. Jenis operasi, iridektomi atau filtrasi, ditentukan berdasarkan hasil pemeriksaab gonoskopi setelah pengobatan medikamentosa.<br /><br /><br /><br />2. GLAUKOMA KRONIK<br />a. Definisi<br />Glaukoma kronik adalah penyakit mata dengan gejala peningkatan tekanan bola mata sehingga terjadi kerusakan anatomi dan fungsi mata yang permanen.<br />b. Etiologi<br />Keturunan dalam keluarga, diabetes melitus, arteriosklerosis, pemakaian kortikosteroid jangka panjang, miopia tinggi dan progresif.<br />c. Manifestasi klinik<br />Gejala-gejala terjadi akibat peningkatan tekanan bola mata. Penyakit berkembang secara lambat namun pasti. Penampilan bola mata seperti normal dan sebagian tidak mempunyai keluhan pada stadium dini. Pada stadium lanjut keluhannya berupa pasien sering menabrak karena pandangan gelap, lebih kabur, lapang pandang sempit, hingga kebutaan permanen.<br />d. Pemeriksaan Penunjang<br />Pemeriksaan tekanan bola mata dengan palpasi dan tonometri menunjukkan peningkatan. Nilai dianggap abnormal 21-25 mmHg dan dianggap patologik diatas 25 mmHg.<br />Pada funduskopi ditemukan cekungan papil menjadi lebih lebar dan dalam, dinding cekungan bergaung, warna memucat, dan terdapat perdarahan papil. Pemeriksaan lapang pandang menunjukkan lapang pandang menyempit, depresi bagian nasal, tangga Ronne, atau skotoma busur.<br />e. Penatalaksanaan<br />Pasien diminta datang teratur 6 bulan sekali, dinilai tekanan bola mata dan lapang pandang. Bila lapang pandang semakin memburuk,meskipun hasil pengukuran tekanan bola mata dalam batas normal, terapi ditingkatkan. Dianjurkan berolahraga dan minum harus sedikit-sedikit.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />D. PATHWAY GLAUKOMA<br /><br />Usia > 40 th<br />DM<br />Kortikosteroid jangka panjang<br />Miopia<br />Trauma mata<br /><br /><br /><br /> Obstruksi jaringan peningkatan tekanan <br /> Trabekuler Vitreus<br /><br /><br /><br /> Hambatan pengaliran pergerakan iris kedepan<br /> Cairan humor aqueous<br /><br /><br /><br /><br /> TIO meningkat Glaukoma TIO Meningkat<br /><br /><br /><br /><br /> Gangguan saraf optik tindakan operasi<br /><br /><br /><br /><br /> Perubahan penglihatan <br /> Perifer<br /><br /><br /><br /><br /> Kebutaan<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />E. ASUHAN KEPERAWATAN<br />1). Pengkajian<br />a) Aktivitas / Istirahat : <br />Perubahan aktivitas biasanya / hobi sehubungan dengan gangguan penglihatan.<br />b) Makanan / Cairan :<br />Mual, muntah (glaukoma akut)<br /><br /><br />c) Neurosensori :<br />Gangguan penglihatan (kabur/tidak jelas), sinar terang menyebabkan silau dengan kehilangan bertahap penglihatan perifer, kesulitan memfokuskan kerja dengan dekat/merasa di ruang gelap (katarak).<br />Penglihatan berawan/kabur, tampak lingkaran cahaya/pelangi sekitar sinar, kehilangan penglihatan perifer, fotofobia(glaukoma akut).<br />Perubahan kacamata/pengobatan tidak memperbaiki penglihatan.<br />Tanda :<br />Papil menyempit dan merah/mata keras dengan kornea berawan.<br />Peningkatan air mata.<br />d) Nyeri / Kenyamanan :<br />Ketidaknyamanan ringan/mata berair (glaukoma kronis)<br />Nyeri tiba-tiba/berat menetap atau tekanan pada dan sekitar mata, sakit kepala (glaukoma akut).<br />e) Penyuluhan / Pembelajaran<br />Riwayat keluarga glaukoma, DM, gangguan sistem vaskuler.<br />Riwayat stres, alergi, gangguan vasomotor (contoh: peningkatan tekanan vena), ketidakseimbangan endokrin.<br />Terpajan pada radiasi, steroid/toksisitas fenotiazin.<br />2). Pemeriksaan Diagnostik<br />(1) Kartu mata Snellen/mesin Telebinokular (tes ketajaman penglihatan dan sentral penglihatan) : Mungkin terganggu dengan kerusakan kornea, lensa, aquous atau vitreus humor, kesalahan refraksi, atau penyakit syaraf atau penglihatan ke retina atau jalan optik.<br />(2) Lapang penglihatan : Penurunan mungkin disebabkan CSV, massa tumor pada hipofisis/otak, karotis atau patologis arteri serebral atau glaukoma.<br />(3) Pengukuran tonografi : Mengkaji intraokuler (TIO) (normal 12-25 mmHg)<br />(4) Pengukuran gonioskopi :Membantu membedakan sudut terbuka dari sudut tertutup glaukoma.<br />(5) Tes Provokatif :digunakan dalam menentukan tipe glaukoma jika TIO normal atau hanya meningkat ringan.<br />(6) Pemeriksaan oftalmoskopi:Mengkaji struktur internal okuler, mencatat atrofi lempeng optik, papiledema, perdarahan retina, dan mikroaneurisma. <br />(7) Darah lengkap, LED :Menunjukkan anemia sistemik/infeksi.<br />(8) EKG, kolesterol serum, dan pemeriksaan lipid: Memastikan aterosklerosisi,PAK.<br />(9) Tes Toleransi Glukosa :menentukan adanya DM.<br /><br />F. Diagnosa Keperawatan Dan Intervensi<br />a. Nyeri b/d peningkatan tekanan intra okuler (TIO) yang ditandai dengan mual dan muntah.<br />Tujuan : Nyeri hilang atau berkurang<br />Kriteria hasil :<br />- pasien mendemonstrasikan pengetahuan akan penilaian pengontrolan nyeri <br />- pasien mengatakan nyeri berkurang/hilang<br />- ekspresi wajah rileks<br />Intervensi :<br />- kaji tipe intensitas dan lokasi nyeri <br />- kaji tingkatan skala nyeri untuk menentukan dosis analgesik<br />- anjurkan istirahat ditempat tidur dalam ruangan yang tenang<br />- atur sikap fowler 300 atau dalam posisi nyaman.<br />- Hindari mual, muntah karena ini akan meningkatkan TIO<br />- Alihkan perhatian pada hal-hal yang menyenangkan<br />- Berikan analgesik sesuai anjuran<br />b. Gangguan persepsi sensori : penglihatan b.d gangguan penerimaan;gangguan status organ ditandai dengan kehilangan lapang pandang progresif.<br />Tujuan : Penggunaan penglihatan yang optimal<br />Kriteria Hasil:<br />- Pasien akan berpartisipasi dalam program pengobatan<br />- Pasien akan mempertahankan lapang ketajaman penglihatan tanpa kehilangan lebih lanjut.<br /> Intervensi :<br />- Pastikan derajat/tipe kehilangan penglihatan<br />- Dorong mengekspresikan perasaan tentang kehilangan / kemungkinan kehilangan penglihatan<br />- Tunjukkan pemberian tetes mata, contoh menghitung tetesan, menikuti jadwal, tidak salah dosis<br />- Lakukan tindakan untuk membantu pasien menanganiketerbatasan penglihatan, contoh, kurangi kekacauan,atur perabot, ingatkan memutar kepala ke subjek yang terlihat; perbaiki sinar suram dan masalah penglihatan malam.<br />- Kolaborasi obat sesuai dengan indikasi<br />c. Ansitas b. d faktor fisilogis, perubahan status kesehatan, adanya nyeri, kemungkinan/kenyataan kehilangan penglihatan ditandai dengan ketakutan, ragu-ragu, menyatakan masalah tentang perubahan kejadian hidup.<br />Tujuan : Cemas hilang atau berkurang<br />Kriteria Hasil:<br />- Pasien tampak rileks dan melaporkan ansitas menurun sampai tingkat dapat diatasi.<br />- Pasien menunjukkan ketrampilan pemecahan masalah<br />- Pasien menggunakan sumber secara efektif<br />Intervensi : <br />- Kaji tingkat ansitas, derajat pengalaman nyeri/timbul nya gejala tiba-tiba dan pengetahuan kondisi saat ini.<br />- Berikan informasi yang akurat dan jujur. Diskusikan kemungkinan bahwa pengawasan dan pengobatan mencegah kehilangan penglihatan tambahan.<br />- Dorong pasien untuk mengakui masalah dan mengekspresikan perasaan.<br />- Identifikasi sumber/orang yang menolong.<br /><br />d. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis, dan pengobatan b.d kurang terpajan/tak mengenal sumber, kurang mengingat, salah interpretasi, ditandai dengan ;pertanyaan, pernyataan salah persepsi, tak akurat mengikuti instruksi, terjadi komplikasi yang dapat dicegah.<br />Tujuan : Klien mengetahui tentang kondisi,prognosis dan pengobatannya.<br />Kriteria Hasil:<br />- pasien menyatakan pemahaman kondisi, prognosis, dan pengobatan.<br />- Mengidentifikasi hubungan antar gejala/tanda dengan proses penyakit<br />- Melakukan prosedur dengan benar dan menjelaskan alasan tindakan.<br />Intervensi : <br />- Diskusikan perlunya menggunakan identifikasi, <br />- Tunjukkan tehnik yang benar pemberian tetes mata.<br />- Izinkan pasien mengulang tindakan.<br />- Kaji pentingnya mempertahankan jadwal obat, contoh tetes mata. Diskusikan obat yang harus dihindari, contoh midriatik, kelebihan pemakaian steroid topikal.<br />- Identifikasi efek samping/reaksi merugikan dari pengobatan (penurunan nafsu makan, mual/muntah, kelemahan, <br /> jantung tak teratur dll.<br />- Dorong pasien membuat perubahan yang perlu untuk pola hidup<br />- Dorong menghindari aktivitas,seperti mengangkat berat/men dorong, menggunakan baju ketat dan sempit.<br />- Diskusikan pertimbangan diet, cairan adekuat dan makanan berserat.<br />- Tekankan pemeriksaan rutin.<br />- Anjurkan anggota keluarga memeriksa secara teratur tanda glaukoma.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />DAFTAR PUSTAKA<br /><br />1. Junadi P. dkk, Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius, FK-UI, 1982<br /><br />2. Sidarta Ilyas, Ilmu Penyakit Mata, FKUI, 2000.<br /><br />3. Long C Barbara. Medical surgical Nursing. 1992<br /><br />4. Doungoes, marilyn E, Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan Dan pendokumentasian perawatan pasien. Ed 3, EGC, Jakarta, 2000<br /><br />5. Susan Martin Tucker, Standar Perawatan Pasien : Proses Keperawatan, Diagnosisi dan Evaluasi. Ed 5 Vol3 EGC. Jakarta 1998<br /><br />6. Brunner & Suddart. Keperawatan Medical Bedah EGC. Jakarta 2002Kumpulan Asuhan Keperawatanhttp://www.blogger.com/profile/17205248068027475773noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6705098767005013406.post-16033436230598507552011-02-05T03:39:00.000-08:002011-02-05T03:48:42.527-08:00ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN KATARAKASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN KATARAK<br /><br /><br />A. DEFINISI<br />Katarak adalah nama yang diberikan untuk kekeruhan lensa yang mengakibatkan pengurangan visus oleh suatu tabir/layar yang diturunkan di dalam mata, seperti melihat air terjun.<br />Jenis katarak yang paling sering ditemukan adalah katarak senilis dan katarak senilis ini merupakan proses degeneratif (kemunduran ). Perubahan yang terjadi bersamaan dengan presbiopi, tetapi disamping itu juga menjadi kuning warnanya dan keruh, yang akan mengganggu pembiasan cahaya.<br />Walaupun disebut katarak senilis tetapi perubahan tadi dapat terjadi pada umur pertengahan, pada umur 70 tahun sebagian individu telah mengalami perubahan lensa walau mungkin hanya menyebabkan sedikit gangguan penglihatan.<br /><br />B. ETIOLOGI<br />1. Ketuaan ( Katarak Senilis )<br />2. Trauma<br />3. Penyakit mata lain ( Uveitis )<br />4. Penyakit sistemik (DM)<br />5. Defek kongenital ( salah satu kelainan herediter sebagai akibat dari infeksi virus prenatal, seperti German Measles )<br /><br />C. PATOFISIOLOGI<br />Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan, berbentuk seperti kancing baju, mempunyai kekuatan refraksi yang besar. Lensa mengandung tiga komponen anatomis. Pada zona sentral terdapat nukleus, di perifer ada korteks, dan yan mengelilingi keduanya adalah kapsula anterior dan posterior. Dengan bertambahnya usia, nukleus mengalami perubahan warna menjadi coklat kekuningan . Di sekitar opasitas terdapat densitas seperti duri di anterior dan poterior nukleus. Opasitaspada kapsul poterior merupakan bentuk aktarak yang paling bermakna seperti kristal salju.<br />Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya traansparansi. Perubahan dalam serabut halus multipel (zonula) yang memaenjang dari badan silier ke sekitar daerah di luar lensa. Perubahan kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi, sehingga mengabutkan pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal disertai influks air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita katarak.<br />Katarak bisa terjaadi bilateral, dapat disebabkan oleh kejadian trauma atau sistemis (diabetes) tetapi paling sering karena adanya proses penuaan yang normal. Faktor yang paling sering berperan dalam terjadinya katarak meliputi radiasi sinar UV, obat-obatan, alkohol, merokok, dan asupan vitamin antioksidan yang kurang dalam jangka waktu yang lama.<br /><br />D. MANIFESTASI KLINIK<br />Katarak didiagnosis terutama dengan gejala subjektif. Biasanya klien melaporkan penurunan ketajaman penglihatan dan silau serta gangguan fungsional sampai derajat tertentu yang diakibatkan oleh kehilangan penglihatan tadi. Temuan objektif biasanya meliputi pengembunann seperti mutiara keabuan pada pupil sehingga retina tak aakan tampak dengan oftalmoskop. Ketika lensa sudah menjadi opak, cahaya akan dipendarkan dan bukannya ditransmisikan dengan tajam menjadi bayangan terfokus pada retina. Hasilnya adalah pendangan menjadi kabur atau redup, emnyilaukan yang menjengkelkan dengan distorsi bayangan dan susah melihat di malam hari. Pupil yang normalnya hitam akan tampak abu-abu atau putih.<br /><br />E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK<br />1. Kartu mata snellen /mesin telebinokuler : mungkin terganggu dengan kerusakan kornea, lensa, akueus/vitreus humor, kesalahan refraksi, penyakit sistem saraf, penglihatan ke retina.<br />2. Lapang Penglihatan : penuruan mngkin karena massa tumor, karotis, glukoma.<br />3. Pengukuran Tonografi : TIO (12 – 25 mmHg)<br />4. Pengukuran Gonioskopi membedakan sudut terbuka dari sudut tertutup glukoma.<br />5. Tes Provokatif : menentukan adanya/ tipe gllukoma<br />6. Oftalmoskopi : mengkaji struktur internal okuler, atrofi lempeng optik, papiledema, perdarahan.<br />7. Darah lengkap, LED : menunjukkan anemi sistemik / infeksi.<br />8. EKG, kolesterol serum, lipid<br />9. Tes toleransi glukosa : kotrol DM <br /><br />F. PENATALAKSANAAN<br />Bila penglihatan dapat dikoreksi dengan dilator pupil dan refraksi kuat sampai ke titik di mana pasien melakukan aktivitas sehari-hari, maka penanganan biasanya konservatif.<br />Pembedahan diindikasikan bagi mereka yang memerlukan penglihatan akut untuk bekerja ataupun keamanan. Biasanya diindikasikan bila koreksi tajam penglihatan yang terbaik yang dapat dicapai adalah 20/50 atau lebih buruk lagi bila ketajaman pandang mempengaruhi keamanan atau kualitas hidup, atau bila visualisasi segmen posterior sangat perlu untuk mengevaluasi perkembangan berbagai penyakit retina atau sarf optikus, seperti diabetes dan glaukoma.<br />Ada 2 macam teknik pembedahan ;<br />1. Ekstraksi katarak intrakapsuler<br />Adalah pengangkatan seluruh lensa sebagai satu kesatuan.<br /><br />2. Ekstraksi katarak ekstrakapsuler<br />Merupakan tehnik yang lebih disukai dan mencapai sampai 98 % pembedahan katarak. Mikroskop digunakan untuk melihat struktur mata selama pembedahan.<br /><br />G. PENGKAJIAN.KEPERAWATAN<br />1. Aktifitas Istirahat<br />Perubahan aktifitas biasanya/hobi sehubungan dengan gangguan penglihatan.<br />2. Neurosensori<br />Gangguan penglihatan kabur/tak jelas, sinar terang menyababkan silau dengan kehilangan bertahap penglihatan perifer, kesulitan memfokuskan kerja dengan dekat/merasa diruang gelap. Penglihatan berawan/kabur, tampak lingkaran cahaya/pelangi di sekitar sinar, perubahan kacamata, pengobatan tidak memperbaiki penglihatan, fotofobia ( glukoma akut ).<br />Tanda : Tampak kecoklatan atau putih susu pada pupil (katarak), pupil menyempit dan merah/mata keras dan kornea berawan (glukoma darurat, peningkatan air mata. <br />3. Nyeri / Kenyamanan<br />Ketidaknyamanan ringan / mata berair. Nyeri tiba-tiba / berat menetap atau tekanan pada atau sekitar mata, sakit kepala<br /><br />H. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI<br />1. Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan kehilangan vitreus, perdarahan intraokuler, peningkatan TIO ditandai dengan :<br /> Adanya tanda-tanda katarak penurunan ketajaman penglihatan <br /> pandangan kabur, dll<br />Tujuan :<br />Menyatakan pemahaman terhadap faktor yang terlibat dalam kemungkinan cedera.<br />Kriteria hasil :<br />- Menunjukkan perubahan perilaku, pola hidup untuk menurunkan faktor resiko dan untuk melindungi diri dari cedera.<br />- Mengubah lingkungan sesuai indikasi untuk meningkatkan keamanan.<br />Intervensi :<br />- Diskusikan apa yang terjadi tentang kondisi paska operasi, nyeri, pembatasan aktifitas, penampilan, balutan mata.<br />- Beri klien posisi bersandar, kepala tinggi, atau miring ke sisi yang tak sakit sesuai keinginan.<br />- Batasi aktifitas seperti menggerakan kepala tiba-tiba, menggaruk mata, membongkok.<br />- Ambulasi dengan bantuan : berikan kamar mandi khusus bila sembuh dari anestesi.<br />- Dorong nafas dalam, batuk untuk menjaga kebersihan paru.<br />- Anjurkan menggunakan tehnik manajemen stress.<br />- Pertahankan perlindungan mata sesuai indikasi.<br />- Minta klien membedakan antara ketidaknyamanan dan nyeri tajam tiba-tiba, Selidiki kegelisahan, disorientasi, gangguan balutan. Observasi hifema dengan senter sesuai indikasi.<br />- Observasi pembengkakan lika, bilik anterior kempes, pupil berbentuk buah pir.<br />- Berikan obat sesuai indikasi antiemetik, Asetolamid, sikloplegis, analgesik.<br /><br />2. Gangguan peersepsi sensori-perseptual penglihatan berhubungan dengan gangguan penerimaan sensori/status organ indera, lingkungna secara terapetik dibatasi. Ditandai dengan :<br /> menurunnyaketajaman penglihatan<br /> perubahan respon biasanya terhadap rangsang.<br />Tujuan :<br />Meningkatkan ketajaman penglihatan dalam batas situasi individu, mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap perubahan.<br />Kriteria Hasil :<br />- Mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap perubahan.<br />- Mengidentifikasi/memperbaiki potensial bahaya dalam lingkungan.<br />Intervensi :<br />- Tentukan ketajaman penglihatan, catat apakah satu atau dua mata terlibat.<br />- Orientasikan klien tehadap lingkungan <br />- Observasi tanda-tanda disorientasi.<br />- Pendekatan dari sisi yang tak dioperasi, bicara dengan menyentuh.<br />- Perhatikan tentang suram atau penglihatan kabur dan iritasi mata, dimana dapat terjadi bila menggunakan tetes mata.<br />- Ingatkan klien menggunakan kacamata katarak yang tujuannya memperbesar kurang lebih 25 persen, pelihatan perifer hilang dan buta titik mungkin ada.<br />- Letakkan barang yang dibutuhkan/posisi bel pemanggil dalam jangkauan/posisi yang tidak dioperasi.<br /><br />3. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, pengobatan berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi, kurang terpajan/mengingat, keterbatasan kognitif, yang ditandai dengan :<br /> pertanyaan/pernyataan salah konsepsi<br /> tak akurat mengikuti instruksi<br /> terjadi komplikasi yang dapat dicegah.<br /><br />Tujuan :<br />Klien menunjukkan pemhaman tentang kondisi, proses penyakit dan pengobatan.<br />Kriteria Hasil :<br />Melakukan dengan prosedur benar dan menjelaskan alasan tindakan.<br />Intervensi :<br />- Kaji informasi tentang kondisi individu, prognosis, tipe prosedur, lensa.<br />- Tekankan pentingnya evaluasi perawatan rutin, beritahu untuk melaporkan - penglihatan berawan.<br />- Informasikan klien untuk menghindari tetes mata yang dijual bebas.<br />- Diskusikan kemungkinan efek/interaksi antar obat mata dan masalah medis klien.<br />- Anjurkan klien menghindari membaca, berkedip, mengangkat berat, mengejan saat defekasi, membongkok pada panggul, dll.<br />- Dorong aktifitas pengalihan perhatian.<br />- Anjurkan klien memeriksa ke dokter tentang aktifitas seksual, tentukan kebutuhan tidur menggunakan kacamata pelindung.<br />- Anjurkan klien tidur terlentang.<br />- Dorong pemasukkan cairan adekuat.<br />- Identifikasi tanda/gejala memerlukan upaya evaluasi medis, misal : nyeri tiba-tiba. <br /><br /><br /><br /> <br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /> <br /><br /><br /><br />DAFTAR PUSTAKA<br /><br /><br />Doenges, Marilyan E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Alih bahasa: I Made Kariasa. Jakarta . EGC<br /><br />Long, C Barbara. 1996.Perawatan Medikal Bedah : 2.Bandung. Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran <br /><br />Margaret R. Thorpe. Perawatan Mata. Yogyakarta . Yayasan Essentia Medica<br /><br />Nettina, Sandra M. 2001. Pedoman Praktik Keperawatan. Alih bahasa : Setiawan Sari. Jakarta. EGC<br /><br />Sidarta Ilyas. 2001. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta. FKUI<br /><br />Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Alih bahasa : Agung Waluyo. Jakarta. EGCKumpulan Asuhan Keperawatanhttp://www.blogger.com/profile/17205248068027475773noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6705098767005013406.post-88158365093518827482010-05-31T06:18:00.000-07:002010-05-31T06:19:54.398-07:00Laporan Pendahuluan SNHSTROKE NON HEMORAGIK<br /><br />A. Definisi<br />Gangguan peredaran darah diotak (GPDO) atau dikenal dengan CVA ( Cerebro Vaskuar Accident) adalah gangguan fungsi syaraf yang disebabkan oleh gangguan aliran darah dalam otak yang dapat timbul secara mendadak ( dalam beberapa detik) atau secara cepat ( dalam beberapa jam ) dengan gejala atau tanda yang sesuai dengan daerah yang terganggu.(Harsono,1996, hal 67)<br />Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak sering ini adalah kulminasi penyakit serebrovaskuler selama beberapa tahun. (Smeltzer C. Suzanne, 2002, hal 2131)<br /> Penyakit ini merupakan peringkat ketiga penyebab kematian di United State. Akibat stroke pada setiap tingkat umur tapi yang paling sering pada usia antara 75 – 85 tahun. (Long. C, Barbara;1996, hal 176).<br /><br />B. Etiologi<br />Penyebab-penyebabnya antara lain:<br />1. Trombosis ( bekuan cairan di dalam pembuluh darah otak )<br />2. Embolisme cerebral ( bekuan darah atau material lain )<br />3. Iskemia ( Penurunan aliran darah ke area otak)<br />(Smeltzer C. Suzanne, 2002, hal 2131)<br /><br />C. Faktor resiko pada stroke<br />1. Hipertensi<br />2. Penyakit kardiovaskuler: arteria koronaria, gagal jantung kongestif, fibrilasi atrium, penyakit jantung kongestif)<br />3. Kolesterol tinggi<br />4. Obesitas<br />5. Peningkatan hematokrit ( resiko infark serebral)<br />6. Diabetes Melitus ( berkaitan dengan aterogenesis terakselerasi)<br />7. Kontrasepasi oral( khususnya dengan disertai hipertensi, merkok, dan kadar estrogen tinggi)<br />8. Penyalahgunaan obat ( kokain)<br />9. Konsumsi alkohol <br />(Smeltzer C. Suzanne, 2002, hal 2131)<br /><br />D. Manifestasi klinis<br />Gejala - gejala CVA muncul akibat daerah tertentu tak berfungsi yang disebabkan oleh terganggunya aliran darah ke tempat tersebut. Gejala itu muncul bervariasi, bergantung bagian otak yang terganggu. Gejala-gejala itu antara lain bersifat:<br />a. Sementara<br /> Timbul hanya sebentar selama beberapa menit sampai beberapa jam dan hilang sendiri dengan atau tanpa pengobatan. Hal ini disebut Transient ischemic attack (TIA). Serangan bisa muncul lagi dalam wujud sama, memperberat atau malah menetap.<br />b. Sementara,namun lebih dari 24 jam<br /> Gejala timbul lebih dari 24 jam dan ini dissebut reversible ischemic neurologic defisit (RIND)<br />c. Gejala makin lama makin berat (progresif)<br /> Hal ini desebabkan gangguan aliran darah makin lama makin berat yang disebut progressing stroke atau stroke inevolution<br />d. Sudah menetap/permanen<br />(Harsono,1996, hal 67)<br /><br />E. Patways<br />F. Pemeriksaan Penunjang<br />1. CT Scan <br />Memperlihatkan adanya edema , hematoma, iskemia dan adanya infark<br />2. Angiografi serebral <br />membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri<br />3. Pungsi Lumbal<br />- menunjukan adanya tekanan normal<br />- tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukan adanya perdarahan <br />4. MRI : Menunjukan daerah yang mengalami infark, hemoragik.<br />5. EEG: Memperlihatkan daerah lesi yang spesifik<br />6. Ultrasonografi Dopler : Mengidentifikasi penyakit arteriovena<br />7. Sinar X Tengkorak : Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal<br />(DoengesE, Marilynn,2000 hal 292)<br /><br />G. Penatalaksanaan<br />1. Diuretika : untuk menurunkan edema serebral .<br />2. Anti koagulan: Mencegah memberatnya trombosis dan embolisasi.<br />(Smeltzer C. Suzanne, 2002, hal 2131)<br /><br />H.KOMPLIKASI<br />Hipoksia Serebral<br />Penurunan darah serebral<br />Luasnya area cedera<br />(Smeltzer C. Suzanne, 2002, hal 2131)<br /><br />I. Pengkajian<br />a. Pengkajian Primer<br />- Airway<br />Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret akibat kelemahan reflek batuk<br />- Breathing<br />Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi<br />- Circulation<br />TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut, takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut<br /><br />b. Pengkajian Sekunder<br />1. Aktivitas dan istirahat<br />Data Subyektif:<br />- kesulitan dalam beraktivitas ; kelemahan, kehilangan sensasi atau paralysis.<br />- mudah lelah, kesulitan istirahat ( nyeri atau kejang otot )<br />Data obyektif:<br />- Perubahan tingkat kesadaran <br />- Perubahan tonus otot ( flaksid atau spastic), paraliysis ( hemiplegia ) , kelemahan umum.<br />- gangguan penglihatan<br />2. Sirkulasi<br />Data Subyektif:<br />- Riwayat penyakit jantung ( penyakit katup jantung, disritmia, gagal jantung , endokarditis bacterial ), polisitemia.<br />Data obyektif:<br />- Hipertensi arterial<br />- Disritmia, perubahan EKG<br />- Pulsasi : kemungkinan bervariasi <br />- Denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau aorta abdominal<br />3. Integritas ego<br />Data Subyektif:<br />- Perasaan tidak berdaya, hilang harapan<br />Data obyektif:<br />- Emosi yang labil dan marah yang tidak tepat, kesediahan , kegembiraan<br />- kesulitan berekspresi diri<br />4. Eliminasi<br />Data Subyektif:<br />- Inkontinensia, anuria<br />- distensi abdomen ( kandung kemih sangat penuh ), tidak adanya suara usus( ileus paralitik )<br />5. Makan/ minum<br />Data Subyektif:<br />- Nafsu makan hilang<br />- Nausea / vomitus menandakan adanya PTIK<br />- Kehilangan sensasi lidah , pipi , tenggorokan, disfagia<br />- Riwayat DM, Peningkatan lemak dalam darah<br />Data obyektif:<br />- Problem dalam mengunyah ( menurunnya reflek palatum dan faring )<br />- Obesitas ( factor resiko )<br />6. Sensori neural <br />Data Subyektif:<br />- Pusing / syncope ( sebelum CVA / sementara selama TIA )<br />- nyeri kepala : pada perdarahan intra serebral atau perdarahan sub arachnoid.<br />- Kelemahan, kesemutan/kebas, sisi yang terkena terlihat seperti lumpuh/mati<br />- Penglihatan berkurang<br />- Sentuhan : kehilangan sensor pada sisi kolateral pada ekstremitas dan pada muka ipsilateral ( sisi yang sama )<br />- Gangguan rasa pengecapan dan penciuman<br />Data obyektif:<br />- Status mental ; koma biasanya menandai stadium perdarahan , gangguan tingkah laku (seperti: letergi, apatis, menyerang) dan gangguan fungsi kognitif<br />- Ekstremitas : kelemahan / paraliysis ( kontralateral pada semua jenis stroke, genggaman tangan tidak imbang, berkurangnya reflek tendon dalam ( kontralateral )<br />- Wajah: paralisis / parese ( ipsilateral )<br />- Afasia ( kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa, kemungkinan ekspresif/ kesulitan berkata kata, reseptif / kesulitan berkata kata komprehensif, global / kombinasi dari keduanya.<br />- Kehilangan kemampuan mengenal atau melihat, pendengaran, stimuli taktil<br />- Apraksia : kehilangan kemampuan menggunakan motorik<br />- Reaksi dan ukuran pupil : tidak sama dilatasi dan tak bereaksi pada sisi ipsi lateral<br /><br />7. Nyeri / kenyamanan<br />Data Subyektif:<br />- Sakit kepala yang bervariasi intensitasnya<br />Data obyektif:<br />- Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan otot / fasial<br />8. Respirasi<br />Data Subyektif:<br />- Perokok ( factor resiko )<br />9.Keamanan<br />Data obyektif:<br />- Motorik/sensorik : masalah dengan penglihatan<br />- Perubahan persepsi terhadap tubuh, kesulitan untuk melihat objek, hilang kewasadaan terhadap bagian tubuh yang sakit<br />- Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang pernah dikenali<br />- Gangguan berespon terhadap panas, dan dingin/gangguan regulasi suhu tubuh<br />- Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap keamanan, berkurang kesadaran diri<br />10. Interaksi social<br />Data obyektif:<br />- Problem berbicara, ketidakmampuan berkomunikasi<br /> (Doenges E, Marilynn,2000 hal 292)<br /><br />J. Diagnosa Keperawatan<br />1. Perubahan perfusi jaringan serebral b.d terputusnya aliran darah : penyakit oklusi, perdarahan, spasme pembuluh darah serebral, edema serebral<br />Dibuktikan oleh :<br />- Perubahan tingkat kesadaran , kehilangan memori<br />- Perubahan respon sensorik / motorik, kegelisahan<br />- Deficit sensori , bahasa, intelektual dan emosional<br />- Perubahan tanda tanda vital<br /><br />Tujuan Pasien / criteria evaluasi ;<br />- Terpelihara dan meningkatnya tingkat kesadaran, kognisi dan fungsi sensori / motor<br />- Menampakan stabilisasi tanda vital dan tidak ada PTIK<br />- Peran pasien menampakan tidak adanya kemunduran / kekambuhan<br />Intervensi :<br />Independen <br />- Tentukan factor factor yang berhubungan dengan situasi individu/ penyebab koma / penurunan perfusi serebral dan potensial PTIK<br />- Monitor dan catat status neurologist secara teratur <br />- Monitor tanda tanda vital<br />- Evaluasi pupil (ukuran bentuk kesamaan dan reaksi terhadap cahaya )<br />- Bantu untuk mengubah pandangan , misalnay pandangan kabur, perubahan lapang pandang / persepsi lapang pandang<br />- Bantu meningkatakan fungsi, termasuk bicara jika pasien mengalami gangguan fungsi<br />- Kepala dielevasikan perlahan lahan pada posisi netral . <br />- Pertahankan tirah baring , sediakan lingkungan yang tenang , atur kunjungan sesuai indikasi<br />Kolaborasi<br />- berikan suplemen oksigen sesuai indikasi<br />- berikan medikasi sesuai indikasi :<br />• Antifibrolitik, misal aminocaproic acid ( amicar )<br />• Antihipertensi <br />• Vasodilator perifer, missal cyclandelate, isoxsuprine.<br />• Manitol<br /><br />2. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d kerusakan batuk, ketidakmampuan mengatasi lendir<br />Kriteria hasil: <br />- Pasien memperlihatkan kepatenan jalan napas<br />- Ekspansi dada simetris<br />- Bunyi napas bersih saat auskultasi<br />- Tidak terdapat tanda distress pernapasan<br />- GDA dan tanda vital dalam batas normal<br />Intervensi:<br />- Kaji dan pantau pernapasan, reflek batuk dan sekresi<br />- Posisikan tubuh dan kepala untuk menghindari obstruksi jalan napas dan memberikan pengeluaran sekresi yang optimal<br />- Penghisapan sekresi<br />- Auskultasi dada untuk mendengarkan bunyi jalan napas setiap 4 jam<br />- Berikan oksigenasi sesuai advis<br />- Pantau BGA dan Hb sesuai indikasi<br />3. Pola nafas tak efektif berhubungan dengan adanya depresan pusat pernapasan<br />Tujuan :<br />Pola nafas efektif<br />Kriteria hasil:<br />- RR 18-20 x permenit<br />- Ekspansi dada normal<br />Intervensi : <br />o Kaji frekuensi, irama, kedalaman pernafasan.<br />o Auskultasi bunyi nafas.<br />o Pantau penurunan bunyi nafas.<br />o Pastikan kepatenan O2 binasal<br />o Berikan posisi yang nyaman : semi fowler<br />o Berikan instruksi untuk latihan nafas dalam<br />o Catat kemajuan yang ada pada klien tentang pernafasan<br /> <br />DAFTAR PUSTAKA<br /><br /><br />1. Long C, Barbara, Perawatan Medikal Bedah, Jilid 2, Bandung, Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran, 1996<br />2. Tuti Pahria, dkk, Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Ganguan Sistem Persyarafan, Jakarta, EGC, 1993<br />3. Pusat pendidikan Tenaga Kesehatan Departemen Kesehatan, Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan , Jakarta, Depkes, 1996<br />4. Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta, EGC ,2002<br /> 5. Marilynn E, Doengoes, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Jakarta, EGC, 2000<br />6. Harsono, Buku Ajar : Neurologi Klinis,Yogyakarta, Gajah Mada university press, 1996Kumpulan Asuhan Keperawatanhttp://www.blogger.com/profile/17205248068027475773noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6705098767005013406.post-63125927431392146272010-05-17T19:07:00.000-07:002010-05-17T19:11:21.692-07:00Laporan Pendahuluan Jantung RematikPENYAKIT JANTUNG REMATIK<br /><br /><br />I. DEFINISI<br />Demam Reumatik / penyakit jantung reumatik adalah penyakit peradangan sistemik akut atau kronik yang merupakan suatu reaksi autoimun oleh infeksi Beta Streptococcus Hemolyticus Grup A yang mekanisme perjalanannya belum diketahui, dengan satu atau lebih gejala mayor yaitu Poliarthritis migrans akut, Karditis, Korea minor, Nodul subkutan dan Eritema marginatum.<br /><br />II. ETIOLOGI<br />Demam reumatik, seperti halnya dengan penyakit lain merupakan akibat interaksi individu, penyebab penyakit dan faktor lingkungan. Penyakit ini berhubungan erat dengan infeksi saluran nafas bagian atas oleh Beta Streptococcus Hemolyticus Grup A berbeda dengan glomerulonefritis yang berhubungan dengan infeksi streptococcus dikulit maupun disaluran nafas, demam reumatik agaknya tidak berhubungan dengan infeksi streptococcus dikulit.<br />Faktor-faktor predisposisi yang berpengaruh pada timbulnya demam reumatik dan penyakit jantung reumatik terdapat pada individunya sendiri serta pada keadaan lingkungan.<br /><br />Faktor-faktor pada individu :<br />1. Faktor genetik<br />Adanya antigen limfosit manusia ( HLA ) yang tinggi. HLA terhadap demam rematik menunjkan hubungan dengan aloantigen sel B spesifik dikenal dengan antibodi monoklonal dengan status reumatikus<br />2. Jenis kelamin<br />Demam reumatik sering didapatkan pada anak wanita dibandingkan dengan anak laki-laki. Tetapi data yang lebih besar menunjukkan tidak ada perbedaan jenis kelamin, meskipun manifestasi tertentu mungkin lebih sering ditemukan pada satu jenis kelamin. <br />3. Golongan etnik dan ras<br />Data di Amerika Utara menunjukkan bahwa serangan pertama maupun ulang demam reumatik lebih sering didapatkan pada orang kulit hitam dibanding dengan orang kulit putih. Tetapi data ini harus dinilai hati-hati, sebab mungkin berbagai faktor lingkungan yang berbeda pada kedua golongan tersebut ikut berperan atau bahkan merupakan sebab yang sebenarnya.<br />4. Umur<br />Umur agaknya merupakan faktor predisposisi terpenting pada timbulnya demam reumatik / penyakit jantung reumatik. Penyakit ini paling sering mengenai anak umur antara 5-15 tahun dengan puncak sekitar umur 8 tahun. Tidak biasa ditemukan pada anak antara umur 3-5 tahun dan sangat jarang sebelum anak berumur 3 tahun atau setelah 20 tahun. Distribusi umur ini dikatakan sesuai dengan insidens infeksi streptococcus pada anak usia sekolah. Tetapi Markowitz menemukan bahwa penderita infeksi streptococcus adalah mereka yang berumur 2-6 tahun.<br />5. Keadaan gizi dan lain-lain<br />Keadaan gizi serta adanya penyakit-penyakit lain belum dapat ditentukan apakah merupakan faktor predisposisi untuk timbulnya demam reumatik. <br />6. Reaksi autoimun<br />Dari penelitian ditemukan adanya kesamaan antara polisakarida bagian dinding sel streptokokus beta hemolitikus group A dengan glikoprotein dalam katub mungkin ini mendukung terjadinya miokarditis dan valvulitis pada reumatik fever<br />Faktor-faktor lingkungan :<br />1. Keadaan sosial ekonomi yang buruk<br />Mungkin ini merupakan faktor lingkungan yang terpenting sebagai predisposisi untuk terjadinya demam reumatik. Insidens demam reumatik di negara-negara yang sudah maju, jelas menurun sebelum era antibiotik termasuk dalam keadaan sosial ekonomi yang buruk sanitasi lingkungan yang buruk, rumah-rumah dengan penghuni padat, rendahnya pendidikan sehingga pengertian untuk segera mengobati anak yang menderita sakit sangat kurang; pendapatan yang rendah sehingga biaya untuk perawatan kesehatan kurang dan lain-lain. Semua hal ini merupakan faktor-faktor yang memudahkan timbulnya demam reumatik. <br />2. Iklim dan geografi<br /> Demam reumatik merupakan penyakit kosmopolit. Penyakit terbanyak didapatkan didaerah yang beriklim sedang, tetapi data akhir-akhir ini menunjukkan bahwa daerah tropis pun mempunyai insidens yang tinggi, lebih tinggi dari yang diduga semula. Didaerah yang letaknya agak tinggi agaknya insidens demam reumatik lebih tinggi daripada didataran rendah.<br />3. Cuaca<br /> Perubahan cuaca yang mendadak sering mengakibatkan insidens infeksi saluran nafas bagian atas meningkat, sehingga insidens demam reumatik juga meningkat.<br /><br />III. PATOGENESIS<br />Demam reumatik adalah penyakit radang yang timbul setelah infeksi streptococcus golongan beta hemolitik A. Penyakit ini menyebabkan lesi patologik jantung, pembuluh darah, sendi dan jaringan sub kutan. Gejala demam reumatik bermanifestasi kira-kira 1 – 5 minggu setelah terkena infeksi. Gejala awal, seperti juga beratnya penyakit sangat bervariasi. Gejala awal yang paling sering dijumpai (75 %) adalah arthritis. Bentuk poliarthritis yang bermigrasi. Gejala dapat digolongkan sebagai kardiak dan non kardiak dan dapat berkembang secara bertahap. <br />Demam reumatik dapat menyerang semua bagian jantung. Meskipun pengetahuan tentang penyakit ini serta penelitian terhadap kuman Beta Streptococcus Hemolyticus Grup A sudah berkembang pesat, namun mekanisme terjadinya demam reumatik yang pasti belum diketahui. Pada umumnya para ahli sependapat bahwa demam remautik termasuk dalam penyakit autoimun.<br />Streptococcus diketahui dapat menghasilkan tidak kurang dari 20 produk ekstrasel yang terpenting diantaranya ialah streptolisin O, streptolisin S, hialuronidase, streptokinase, difosforidin nukleotidase, dioksiribonuklease serta streptococcal erytrogenic toxin. Produk-produk tersebut merangsang timbulnya antibodi.<br />Pada penderita yang sembuh dari infeksi streptococcus, terdapat kira-kira 20 sistem antigen-antibodi; beberapa diantaranya menetap lebih lama daripada yang lain. Anti DNA-ase misalnya dapat menetap beberapa bulan dan berguna untuk penelitian terhadap penderita yang menunjukkan gejala korea sebagai manifestasi tunggal demam reumatik, saat kadar antibodi lainnya sudah normal kembali.<br />ASTO ( anti-streptolisin O) merupakan antibodi yang paling dikenal dan paling sering digunakan untuk indikator terdapatnya infeksi streptococcus. Lebih kurang 80 % penderita demam reumatik / penyakit jantung reumatik akut menunjukkan kenaikkan titer ASTO ini; bila dilakukan pemeriksaan atas 3 antibodi terhadap streptococcus, maka pada 95 % kasus demam reumatik / penyakit jantung reumatik didapatkan peninggian atau lebih antibodi terhadap streptococcus.<br />Patologi anatomis<br />Dasar kelainan patologi demam reumatik ialah reaksi inflamasi eksudatif dan proliferasi jaringan mesenkim. Kelainan yang menetap hanya terjadi pada jantung; organ lain seperti sendi, kulit, paru, pembuluh darah, jaringan otak dan lain-lain dapat terkena tetapi selalu reversibel. Diagnosis dibuat berdasarkan kriteria jones yang dimodifikasi dari American Heart Association. Dua kriteria mayor dan satu mayor dan dua kriteria minor menunjukkan kemungkinan besar demam reumatik. Prognosis tergantung pada beratnya keterlibatan jantung.<br /><br />IV. MANIFESTASI KLINIK<br />Perjalanan klinis penyakit demam reumatik / penyakit jantung reumatik dapat dibagi dalam 4 stadium.<br />Stadium I<br />Berupa infeksi saluran nafas atas oleh kuman Beta Streptococcus Hemolyticus Grup A.<br />Keluhan :<br /> Demam<br /> Batuk <br /> Rasa sakit waktu menelan<br /> Muntah <br /> Diare<br /> Peradangan pada tonsil yang disertai eksudat.<br />Stadium II<br />Stadium ini disebut juga periode laten, ialah masa antara infeksi streptococcus dengan permulaan gejala demam reumatik; biasanya periode ini berlangsung 1 - 3 minggu, kecuali korea yang dapat timbul 6 minggu atau bahkan berbulan-bulan kemudian.<br />Stadium III<br />Yang dimaksud dengan stadium III ini ialah fase akut demam reumatik, saat ini timbulnya berbagai manifestasi klinis demam reumatik /penyakit jantung reumatik. Manifestasi klinis tersebut dapat digolongkan dalam gejala peradangan umum dan menifesrasi spesifik demam reumatik /penyakit jantung reumatik.<br />Gejala peradangan umum :<br /> Demam yang tinggi<br /> lesu<br /> Anoreksia<br /> Lekas tersinggung<br /> Berat badan menurun<br /> Kelihatan pucat<br /> Epistaksis<br /> Athralgia<br /> Rasa sakit disekitar sendi<br /> Sakit perut<br /><br />Stadium IV<br />Disebut juga stadium inaktif. Pada stadium ini penderita demam reumatik tanpa kelainan jantung / penderita penyakit jantung reumatik tanpa gejala sisa katup tidak menunjukkan gejala apa-apa.<br />Pada penderita penyakit jantung reumatik dengan gejala sisa kelainan katup jantung, gejala yang timbul sesuai dengan jenis serta beratnya kelainan. Pasa fase ini baik penderita demam reumatik maupun penyakit jantung reumatik sewaktu-waktu dapat mengalami reaktivasi penyakitnya. <br /><br />IV. PEMERIKSAAN DIAGNOSIS<br /> Pemeriksaan laboratorium darah<br /> Foto rontgen menunjukkan pembesaran jantung<br /> Elektrokardiogram menunjukkan aritmia E<br /> Echokardiogram menunjukkan pembesaran jantung dan lesi<br /><br />V. DIAGNOSIS PENUNJANG<br />Untuk menegakkan diagnosa demam reumatik dapat digunakan Kriteria Jones yaitu :<br />Kriteria mayor :<br /> Poliarthritis<br />Pasien dengan keluhan sakit pada sendi yang berpindah-pindah, radang sendi-sendi besar; lutut, pergelangan kaki, pergelangan tangan , siku (poliarthritis migrans).<br /> Karditis<br />Peradangan pada jantung (miokarditis, endokarditis).<br /> Eritema marginatum<br />Tanda kemerahan pada batang tubuh dan telapak tangan yang tidak gatal.<br /> Noduli subkutan<br />Terletak pada ekstensor sendi terutama siku, ruas jari, lutut, persendian kaki; tidak nyeri dan dapat bebas digerakkan.<br /> Korea sydenham<br />Gerakkan yang tidak disengaja /gerakkan yang abnormal, sebagai manifestasi peradangan pada sistem syaraf pusat.<br /><br />Kriteria Minor :<br /> Mempunyai riwayat menderita demam reumatik /penyakit jantung reumatik<br /> Athralgia atau nyeri sendi tanpa adanya tanda obyektif pada sendi; pasien kadang-kadang sulit menggerakkan tungkainya<br /> Demam tidak lebih dari 39 derajad celcius<br /> Leukositosis<br /> Peningkatan Laju Endap Darah (LED)<br /> C-Reaktif Protein (CRF) positif<br /> P-R interval memanjang<br /> Peningkatan pulse denyut jantung saat tidur (sleeping pulse)<br /> Peningkatan Anti Streptolisin O (ASTO)<br />Diagnosa ditegakkan bila ada dua kriteria mayor dan satu kriteria minor, atau dua kriteria minor dan satu kriteria mayor. <br />Bukti-bukti infeksi streptococcus :<br /> Kultur positif<br /> Ruam skarlatina<br /> Peningkatan antibodi streptococcus yang meningkat<br /><br />VI. PENATALAKSANAAN MEDIS<br />Tujuan penatalaksanaan medis adalah :<br /> Memberantas infeksi streptococcus<br /> Mencegah komplikasi karditis<br /> Mengurangi rasa sakit; demam<br />Pemberantasan infeksi streptococcus :<br />Pemberian penisilin benzatin intramuskuler dengan dosis :<br /> Berat badan lebih dari 30 kg 1,2 juta unit<br /> Berat badan kurang dari 30 kg 600.000 - 900.000 unit<br /> Untuk pasien yang alergi terhadap penisilin diberikan eritromisin dengan dosis 50 mg/kg BB/hari dibagi dalam 4 dosis pemberian selama kurang lebih 10 hari.<br />Pencegahan komplikasi karditis :<br /> Pemberian penisilin benzatin setiap satu kali sebulan untuk pencegahan sekunder menurut The American Asosiation<br /> Tirah baring bertujuan untuk mengurangi komplikasi karditis dan mengurangi beban kerja jantung pada saat serangan akut demam reumatik<br /> Bila pasien ada tanda-tanda gagal jantung maka diberikan terapi digitalis 0,04 – 0,06 mg/kg BB.<br />Mengurangi rasa sakit dan anti radang :<br /> Pasien diberi analgetik untuk mengurangi rasa sakit yang dideritanya. Salisilat diberikan untuk anti radang dengan dosis 100 mg/kg BB/hari selama kurang lebih dan 25 mg/kg BB/hari selama satu bulan.<br /> Prednison diberikan selama kurang lebih dua minggu dan tapering off (dikurangi bertahap) Dosis awal prednison 2 mg/kg BB/hari.<br />Diagnosis dibuat berdasarkan kriteria jones yang dimodifikasi dari American Heart Association. Dua kriteria mayor dan satu mayor dan dua kriteria minor menunjukkan kemungkinan besar demam reumatik. Prognosis tergantung pada beratnya keterlibatan jantung.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN <br />PENYAKIT JANTUNG REUMATIK<br /><br /><br />A. PENGKAJIAN <br /> Tujuan pengkajian adalah mengumpulkan data tentang :<br /> Fungsi jantung<br /> Toleransi terhadap aktivitas dan sikap klien terhadap pembatasan aktivitas<br /> Status nutrisi <br /> Tingkat ketidaknyamanan<br /> Gangguan tidur<br /> Kemampuan klien mengatasi masalah<br /> Hal-hal yang dapat membantu klien<br /> Pengetahuan orang tua dan pasien (sesuai usia pasien) tentang pemahaman pasien<br />Pengkajian <br /> Riwayat penyakit<br /> Monitor komplikasi jantung<br /> Auskultasi jantung; bunyi jantung melemah dengan irama derap diastole<br /> Tanda-tanda vital<br /> Kaji adanya nyeri<br /> Kaji adanya peradangan sendi<br /> Kaji adanya lesi pada kulit <br /><br />B. DIAGNOSA KEPERAWATAN<br />1. Penurunan Curah Jantung berhubungan dengan stenosis katub<br />Tujuan : COP meningkat<br />Kriteria :<br />- Klien menunjukan penurunan dyspnea<br />- Ikut berpartisipasi dalam aktivitas serta mendemonstrasikan peningkatan toleransi<br /><br />Intervensi :<br />a. Pantau tekanan darah, nadi apikal dan nadi perifer<br />b. Pantau irama dan frekuensi jantung<br />c. Tirah baring posisi semifowler 450<br />d. dorong klien melakukan tehnik managemen stress ( lingkungan tenang, meditasi )<br />e. bantu aktivitas klien sesuai indikasi bila klien mampu<br />f. kolaborasi O2 serta terapi<br /><br />2. Intoleransi aktivitas b.d penurunan cardiac output, ketidakseimbangan suplai O2 dan kebutuhan<br />Tujuan : Klien dapat bertoleransi secara optimal terhadap aktivitas<br />Kriteria : <br />- Respon verbal kelelahan berkurang<br />- Melakukan aktivitas sesuai batas kemampuannya ( denyut nadi aktivitas tidak boleh lebih dari 90X/menit, tidak nyeri dada )<br />Intervensi :<br />a. Hemat energi klien selama masa akut <br />b. Pertahankan tirah baring sampai hasil laborat dan status klinis membaik<br />c. Sejalan dengan semakin baiknya keadaan, pantau peningkatan bertahap pada tingkat aktivitas<br />d. Buat jadwal aktivitas dan istirahat<br />e. Ajarkan untuk berpartisipasi dalam aktivitas kebutuhan sehai-hari<br />f. Ajarkan pada anak /orang tua bahwa pergerakkan yang tidak disadari adalah dihubungkan dengan korea dan temporer.<br />g. Bila terjadi chorea, lindungi dari kecelakaan, bedrest dan berikan sedasi sesuai program<br /><br />3. Nyeri b.d respon inflamasi pada sendi (poliarthritis).<br />Tujuan : tidak terjadi rasa nyeri pada klien<br />Kriteria : <br />- Nyeri klien berkurang <br />- Klien tampak rileks<br />- Ekspresi wajah tidak tegang<br />- Klien dapat merasakan nyaman, tidur dengan tenang dan tidak merasa sakit<br />Intervensi :<br />a. Kaji tingkat nyeri dengan menggunakan skala<br />b. Berikan tindakan kenyamanan ( perubahan posisi sering lingkungan tenang, pijatan pungung dan tehnik manajemen stress)<br />c. Minimalkan pergerakkan untuk mengurangi rasa sakit<br />d. Berikan terapi hangat dan dingin pada sendi yang sakit<br />e. Lakukan distraksi misalnya : tehnik relaksasi dan hayalan<br />f. Pemberian analgetik, anti peradangan dan antipiretik sesuai program.<br />g. Rujuk ke terapi fisik sesuai persetujun medik<br /><br />4. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia, mual, muntah, rasa sakit waktu menelan dan peradangan pada tonsil disertai eksudat.<br />Tujuan : tidak terjadi penurunan nutrisi pada klien<br />Kriteria :<br />- Nafsu makan klien bertambah<br />- Klien tidak merasa mual, muntah<br />- Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti<br />Intervensi :<br />a. Beri makan sedikit tapi sering (termasuk cairan)<br />b. Masukkan makanan kesukaan anak dalam diet<br />c. Anjurkan untuk makan sendiri, bila mungkin (kelemahan otot dapat membuat keterbatasan)<br />d. Memilih makanan dari daftar menu<br />e. Atur makanan secara menarik diatas nampan<br />f. Atur jadwal pemberian makanan<br />g. Berikan makanan yang bergizi tinggi dan berkualitas.<br /><br />5. kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya filtrasi glomerulus, retensi natrium dan air, meningkatnya tekanan hidrostatik<br />Tujuan : volume cairan seimbang<br />Kriteria :<br />- Volume cairan stabil, dengan keseimbangan masukan dan pengeluarn<br />- Tidak terdapat odema<br />Intervensi :<br />- Pantau haluaran urine, catat jumlah dan warna <br />- Pantau keseimbanagn masukan dan pengeluaran selama 24 jam<br />- Berikan makanan yang mudah dicerna porsi kecil, sering<br />- Ukur lingkar abdomen sesuai indikasi<br />- Kolaborasi pemberian diuretik<br /><br />6. Pola pernafasan tak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru<br />Tujuan : pola nafas efektif<br />Kriteria Hasil :<br />- Frekuensi nafas dan kedalaman dalam rentang normal<br />Intervensi :<br />- Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan dan ekspansi dada, catat pernafasan/upaya pernafasan<br />- Auskultasi bunyi nafas dan catat bunyi nafas<br />- Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi<br />- Kolaborasi terapi O2<br />- <br />7. Kurangnya pengetahuan orang tua / anak b.d pengobatan, pembatasan aktivitas, resiko komplikasi jantung.<br />Tujuan : pengetahuan orang tua /anak bertambah<br />Kriteria :<br />- Orang tua mengetahui tentang proses penyakit dan efek dari penyakit<br />- Orang tua mau berpartisipasi dalam program pengobatan<br />- Orang tua mengetahui pentingnya pembatasan aktifitas pada anak<br />Intervensi :<br />a. Auskultasi bunyi jantung untuk mengetahui adanya perubahan irama <br />b. Pemberian antibiotik sesuai program<br />c. Pembatasan aktivitas sampai manifestasi klinis demam reumatik tidak ada dan berikan periode istirahat<br />d. Berikan terapi bermain yang sesuai dan tidak membuat lelah.<br /><br />8. Perubahan proses keluarga b.d kondisi penyakit anak.<br />Tujuan : <br />- Mempersiapkan keluarga untuk dapat merawat anak dengan penyakit demam reumatik / jantung reumatik <br />- Keluarga dapat beradaptasi dengan penyakitnya<br />Kriteria :<br />Keluarga dapat mengatasi masalah yang timbul dari adanya tanda dan gejala yang muncul dan memberikan atau menyediakan lingkungan yang sesuai dengan anak.<br />Intervensi :<br />a. Berikan dukungan emosional pada keluarga dan anak<br />b. Anjurkan orang tua untuk mengekspresikan perasaannya<br />c. Anjurkan anak untuk berbagi rasa tidak berdaya, malu, ketakutan yang berkaitan dengan manifestasi penyakit (misal: korea, karditis dan kelemahan otot)<br />d. Bertindak sebagai pembela dan penghubung anak dan keluarga dengan anggota tim perawatan kesehatan lainnya<br />e. Anjurkan anak untuk berhubungan dengan teman sebaya<br />f. Dorong keterlibatan anak dalam aktivitas rekreasi dan aktivitas pengalih yang sesuai dengan usia.Kumpulan Asuhan Keperawatanhttp://www.blogger.com/profile/17205248068027475773noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6705098767005013406.post-7718690200009178462010-05-17T18:22:00.000-07:002010-05-17T18:28:51.403-07:00Laporan Pendahuluan PneumoniaPNEUMONIA<br /><br />PENGERTIAN<br />Pneumonia adalah penyakit inflamasi pada paru yang dicirikan dengan adanya konsolidasi akibat eksudat yang masuk dalam area alveoli. (Axton & Fugate, 1993)<br /><br />PENYEBAB<br /> <br />- Virus Influensa<br />- Virus Synsitical respiratorik<br />- Adenovirus<br />- Rhinovirus<br />- Rubeola<br />- Varisella<br />- Micoplasma (pada anak yang relatif besar)<br />- Pneumococcus<br />- Streptococcus<br />- Staphilococcus<br /> <br /><br />TANDA DAN GEJALA<br /> <br /> Sesak Nafas<br /> Batuk nonproduktif<br /> Ingus (nasal discharge)<br /> Suara napas lemah<br /> Retraksi intercosta<br /> Penggunaan otot bantu nafas<br /> Demam<br /> Ronchii<br /> Cyanosis<br /> Leukositosis<br /> Thorax photo menunjukkan infiltrasi melebar<br /> <br /><br />Jenis <br />Pneumonia lobular <br />Bronchopneumonia<br /><br />PATOFISIOLOGI<br /><br />Kuman mati Virulensi tinggi<br /><br />Destruksi jaringan<br /><br />Shunt darah arteriole alveoli <br />PENGKAJIAN<br />Identitas :<br />Umur : Anak-anak cenderung mengalami infeksi virus dibanding dewasa<br /> Mycoplasma terjadi pada anak yang relatif besar<br />Tempat tinggal: Lingkungan dengan sanitasi buruk beresiko lebih besar<br /><br />Riwayat Masuk<br />Anak biasanya dibawa ke rumah sakit setelah sesak nafas, cyanosis atau batuk-batuk disertai dengan demam tinggi. Kesadaran kadang sudah menurun apabila anak masuk dengan disertai riwayat kejang demam (seizure).<br /> <br />Riwayat Penyakit Dahulu<br />Predileksi penyakit saluran pernafasan lain seperti ISPA, influenza sering terjadi dalam rentang waktu 3-14 hari sebelum diketahui adanya penyakit Pneumonia.<br />Penyakit paru, jantung serta kelainan organ vital bawaan dapat memperberat klinis penderita<br /><br />Pengkajian<br />1. Sistem Integumen<br />Subyektif : -<br />Obyektif : kulit pucat, cyanosis, turgor menurun (akibat dehidrasi sekunder), banyak keringat , suhu kulit meningkat, kemerahan<br /><br />2. Sistem Pulmonal<br />Subyektif : sesak nafas, dada tertekan, cengeng<br />Obyektif : Pernafasan cuping hidung, hiperventilasi, batuk (produktif/nonproduktif), sputum banyak, penggunaan otot bantu pernafasan, pernafasan diafragma dan perut meningkat, Laju pernafasan meningkat, terdengar stridor, ronchii pada lapang paru, <br /><br />3. Sistem Cardiovaskuler<br />Subyektif : sakit kepala<br />Obyektif : Denyut nadi meningkat, pembuluh darah vasokontriksi, kualitas darah menurun<br /><br />4. Sistem Neurosensori<br />Subyektif : gelisah, penurunan kesadaran, kejang<br />Obyektif : GCS menurun, refleks menurun/normal, letargi<br /><br />5. Sistem Musculoskeletal<br />Subyektif : lemah, cepat lelah<br />Obyektif : tonus otot menurun, nyeri otot/normal, retraksi paru dan penggunaan otot aksesoris pernafasan<br /><br />6. Sistem genitourinaria<br />Subyektif : -<br />Obyektif : produksi urine menurun/normal, <br /><br />7. Sistem digestif<br />Subyektif : mual, kadang muntah<br />Obyektif : konsistensi feses normal/diare<br /><br />Studi Laboratorik :<br />Hb : menurun/normal<br />Analisa Gas Darah : acidosis respiratorik, penurunan kadar oksigen darah, kadar karbon darah meningkat/normal<br />Elektrolit : Natrium/kalsium menurun/normal<br /><br />RENCANA KEPERAWATAN<br />1. Ketidakefektifan Pola Nafas b.d Infeksi Paru<br />Karakteristik : batuk (baik produktif maupun non produktif) haluaran nasal, sesak nafas, Tachipnea, suara nafas terbatas, retraksi, demam, diaporesis, ronchii, cyanosis, leukositosis<br />Tujuan :<br />Anak akan mengalami pola nafas efektif yang ditandai dengan :<br />Suara nafas paru bersih dan sama pada kedua sisi<br />Suhu tubuh dalam batas 36,5 – 37,2OC <br />Laju nafas dalam rentang normal<br />Tidak terdapat batuk, cyanosisi, haluaran hidung, retraksi dan diaporesis<br /><br />Tindakan keperawatan<br />Lakukan pengkajian tiap 4 jam terhadap RR, S, dan tanda-tanda keefektifan jalan napas<br />R : Evaluasi dan reassessment terhadap tindakan yang akan/telah diberikan<br />Lakukan Phisioterapi dada secara terjadwal<br />R : Mengeluarkan sekresi jalan nafas, mencegah obstruksi<br />Berikan Oksigen lembab, kaji keefektifan terapi<br />R : Meningkatkan suplai oksigen jaringan paru<br />Berikan antibiotik dan antipiretik sesuai order, kaji keefektifan dan efek samping (ruam, diare)<br />R : Pemberantasan kuman sebagai faktor causa gangguan<br />Lakukan pengecekan hitung SDM dan photo thoraks<br />R : Evaluasi terhadap keefektifan sirkulasi oksigen, evaluasi kondisi jaringan paru<br />Lakukan suction secara bertahap<br />R : Membantu pembersihan jalan nafas<br />Catat hasil pulse oximeter bila terpasang, tiap 2 – 4 jam<br />R : Evaluasi berkala keberhasilan terapi/tindakan tim kesehatan<br /><br />2. Defisit Volume Cairan b.d :<br />- Distress pernafasan<br />- Penurunan intake cairan<br />- Peningkatan IWL akibat pernafasan cepat dan demam<br /><br />Karakteristik :<br />Hilangnya nafsu makan/minum, letargi, demam., muntah, diare, membrana mukosa kering, turgor kulit buruk, penurunan output urine.<br /><br />Tujuan : Anak mendapatkan sejumlah cairan yang adekuat ditandai dengan :<br />Intake adekuat, baik IV maupun oral<br />Tidak adanya letargi, muntah, diare<br />Suhu tubuh dalam batas normal<br />Urine output adekuat, BJ Urine 1.008 – 1,020<br /><br />Intervensi Keperawatan :<br />Catat intake dan output, berat diapers untuk output<br />R : Evaluasi ketat kebutuhan intake dan output<br />Kaji dan catat suhu setiap 4 jam, tanda devisit cairan dan kondisi IV line<br />R : Meyakinkan terpenuhinya kebutuhan cairan<br />Catat BJ Urine tiap 4 jam atau bila perlu<br />R : Evaluasi obyektif sederhana devisit volume cairan<br />Lakukan Perawatan mulut tiap 4 jam<br />R : Meningkatkan bersihan sal cerna, meningkatkan nafsu makan/minum<br /><br />Diagnosa lain :<br /><br />1. Perubahan Nutrisi : Kurang dari kebutuhan b.d anoreksia, muntah, peningkatan konsumsi kalori sekunder terhadap infeksi<br />2. Perubahan rasa nyaman b.d sakit kepala, nyeri dada<br />3. Intoleransi aktivitas b.d distres pernafasan, latergi, penurunan intake, demam<br />4. Kecemasan b.d hospitalisasi, distress pernafasan<br /><br /><br /><br />Referensi :<br />Acton, Sharon Enis & Fugate, Terry (1993) Pediatric Care Plans, AddisonWesley Co. PhiladelphiaKumpulan Asuhan Keperawatanhttp://www.blogger.com/profile/17205248068027475773noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6705098767005013406.post-21934039638450462122010-05-02T22:49:00.000-07:002010-05-02T22:53:03.215-07:00LAPORAN PENDAHULUANCRONIK KIDNEY DISEASE (CKD)LAPORAN PENDAHULUAN<br />PADA PASIEN DENGAN CRONIK KIDNEY DISEASE<br />(CKD)<br /><br />I. PENGERTIAN<br /><br /> Cronik Kidney Disease (CKD) adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat persisten dan irreversible (Mansjoer, 2000).<br /> Gagal ginjal kronik adalah penyakit ginjal yang tidak dapat pulih, ditandasi dengan penurunan fungsi ginjal progresif, mengarah pada penyakit ginjal tahap akhir dan kematian. Penyebab paling umum dari gagal ginjal kronik meliputi glomerulonefritis, pielonefritis, hipoplasia, congenital, penyakit ginjal polisiklik, diabetes, hipertensi, system lupus, sindrom al port dan aminoblosis (Tucher, 1999).<br /> Gagal ginjaLl kronik adalah gangguan fungsional uang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga terjadi uremia dan retensi urea serta sampah nitrogen lain dalam darah. (Smeltzer, 2002)<br /> Jadi dapat disimpulkan gagal ginjal kronik adalah penyakit ginjal yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang bersifat progresif dan irreversinel sehingga tubuh gagal mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga terjadi uremia yang bisa mengarah kepada penyakit ginjal tahap akhir yang disebabkan oleh berbagai penyebab.<br /><br />II. ETIOLOGI<br /> Penyebab gagal ginjal kronik adalah glomerulonefritis, kencing manis, penyakit pembuluh darah, ginjal kistik (adanya gelembung berisi cairan pada ginjal), penyakit jaringan ikat, karena obat, hipertensi dan lain-lain<br /><br /><br />III. TANDA DAN GEJALA<br />A. Uremia<br />B. Proteinuria<br />C. Edema<br />D. Menurunnya output urine<br />E. Meningkatnya bun dan creatinine<br />F. Tidak mau makan (anoreksia)<br />G. Fatique (keletihan dan kelemahan)<br /><br />IV. PATOFISIOLOGI<br /> Fungsional menurun, produk akhir metabolisme protein yang normalnya dieksresikan kedalam urine tertimbun dalam darah, terjadi uremia dan mempengaruhi setiap system tubuh. Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan junlah glomerulus yang berfungsi dan menyebabkan penurunan klirens dan substansi darah yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal.<br /> Penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) dapat dideteksi dengan menempatkan urine 24 jam untuk pemeriksaan klirens kreastinine.Menurunnya filtrasi glomerulus (akibat dari tidak berfungsinya glomerulus). Klirens kreatinine akan menurun dan kadar kreatinine akan serum akan meningkat . Kreatinine serum merupakan indikator yang paling sensitive dari fungsi renal karena substansi ini diproduksi secara konstan oleh tubuh. BUN tidak hanya dipengaruhi oleh penyakit renal tetepi juga oleh masukan protein dalam diet, katabolisme dan jaringan dan luka (RBC) dan medikasi seperti steroid.<br /> Retensicairan dan natrium, ginjal tidak mampu untuk mengkonsentrasikan/mengencerkan urine secara normal pada penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai terhadap perubahan masukan cairan dan elektrolit sehari-hari tidak terjadi. Pasien sering menahan cairan dan natrium, meningkatnya risiko terjadi9nya edema, gagal jantung kongestif dan hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivitas aksis renin angiostensin dan kerjasama keduanya dan meningkatan eksresi aldosteron. Pasien lain mempunyai kecenderunganm untuk kehilangan garam, mencetuskan risiko hipertensi dan hipovolemi, episode muntah dan diare menyebabkan penipisan air dan natrium yang semakin memperburuk status uremik.<br /> Asidosis, dengan semakin berkembangnya penyakit renal terjadi asidosis metabolik sering dengan ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan asam (H+) yang belebihan. Penurunan sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan tubulus ginjal untuk mensekresikan amonia dan mengabsorbsi natrium bicarbonat. Penurunan sekresi fosfat dan asam organik lai juga terjadi.<br /> Amonia terjadi sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat, memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi dan kecendrungan untuk mengalami perdarahan akibat status anemia pasien, terutama dari saluran gastrointestinal, eritropoetin menurun dan anemia berat terjadi distensi, keletihan, angina, dan sesak nafas.<br /> Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat. Abnormalitas utama yang lain pada CKD adalah gangguan metabolisme kalsium dan posfat, kadar kalsium dan fosfat.Kadar kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan timbal balik, jika salah satunya meningkat maka yang lainnya menurun.Dengan menurunnya filtrasi glomerulus ginjal terdapat peningkatan kadar fosfat serum dan sebaliknya penurunan kadar serum kalsium, mengakibatkan sekresi parathormon dari kelenjar paratiroid.Namun demikian pada gagal ginjal tubuh tidak berespon secara normal terhadap peningkatan sekresi parathormon dan akibatnya,kalsium ditulang menurun menyebabkan perubahan pada tulang (penyakit tulang uremik/osteo distropi renal). Selain itu metabolik aktif vitamin D (1,25 dihidrokolekalsitriol) yang secara normal dibuat ginjal menurun seiring dengan berkembangnya gagal ginjal.<br /><br /><br /><br /><br />Skema Patofisiologi<br /><br />Glomerulonefritis kronik, obstruksi dan infeksi<br /><br />Fungsi ginjal menurun<br /><br />Produksi fungsi glomerulus serum p fungsi<br />eritropoetin serum Ca tubulus <br /><br />anemia retensi bersihan osteodistropi retensi asam<br /> air &Na kreatinin<br />kelemahan nyeri/ngilu asidosis metabolik<br />otot azotemia<br /> (BUN&kreatinin) pernafasan kusmaul<br /> <br /> uremia <br /> <br />hipertensi edema kardiomiopati lama hidup uremik anemia jaringan SDM dlm darah<br />beban jantung koagulasi pruritus <br /> edema Fe GI perifer gatal<br />CHF perdarahan metabolisme<br /> Ggn integritas bakteri <br />Edema kulit risiko thp cedera <br />paru<br /> Mual,muntah<br /> anoreksia<br /> nyeri dada risiko perdarahan<br /> sesak saluran cerna <br /><br /> perubahan anemia<br /> pola nafas <br /> kelemahan otot<br /> <br /> intoleransi aktifitas<br /><br />V. PEMERIKSAAN PENUNJANG<br />A. Laboratorium, yang menunjukkan gangguan fungsi sinjal (hiperkalemia, hiponatremia, asidosis metabolik, hipokalsemia, anemia dan azotemia)<br />B. Pemeriksaan BUN dan kreatinine<br />C. Sean renal<br />D. Biopsi ginjal<br />E. Osmolalitas serum<br />F. Pielogram ginjal<br />G. Arteriogram ginjal<br />H. Sistouretrogram berkemih<br />I. Ultrasonografi ginjal<br /><br />VI. ASUHAN KEPERAWATAN<br />A. PENGKAJIAN<br />1. Makan/minum<br />Gejala : penurunan frekuensi urine, oliguria, anoreksia, nyeri ulu hati, mual/muntah, rasa metalik tak sedap padsa mulut (pernafasan amonia)<br />Tanda : Distensi abdomen/asites, pembesaran hati (tahap akhir), perubahan turgor kulit/kelembaban, edema, ulserasi, perdarahan gusi/lidah, penurunan oto, penurunan lemak, subkutan, penampilan tidak bertenaga.<br />2. Eliminasi<br />Gejala : penurunan frekuensi urine, oliguria (gagal tahap lanjut), abdomen kembung, diare/konstipasi<br />Tanda : perubahan warna urine, contoh kuning pekat, merah, coklat, berawan, oliguria dapat menjadi anuria.<br />3. Gerak/aktivitas/istirahat<br />Gejala : kelelahan, kelemahan, malaise, gangguan tidur, seperti insomnia, gelisah serta somnolen<br />Tanda : kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan gerak<br />4. Rasa nyaman<br />Gejala : nyeri pingghul, sakit kepala, kram otot/nyeri kaki (memburuk saat malam hari)<br />Tanda : perilaku berhati-hati, gelisah<br />5. Bernafas<br />Gejala : nafas pendek, dispnea, noktural proksimal, batuk dengan atau tanpa sputum kental dan banyak<br />Tanda : takipnea, dispnea, peningkatan freku\ensi/kedalaman (pernafasan kusmaul), batuk produktif dengan sputum merah, mudah encer (edema paru)<br />6. Keamanan<br />Gejala : kulit gatal, ada/berulangnya infeksi<br />Tanda :pruritus, demam (sepsis, dehidrasi), ptekiae, area ekimosis pada kulit, fraktur tulang, defisit fosfat, kalsium (klasifikasi metatasik)pad kulit, jaringan lunak, sendi, keterbatasan gerak sendi<br />7. Interaksi sosial<br />Gejala : kesulitan menentukan kondisi contoh tidak mampu bekerja, mempertahankan fungsi peran biasanya dalam keluarga.<br />8. Pengetahuan/pembelajaran<br />Gejala : riwayat DM keluarga, penyakit polikistik<br /><br />B. DIAGNOSA KEPERAWATAN<br />1. Kelebihan volume cairan b/d penurunan haluaran urine, diet berlebihan dan retensi air dan natrium]<br />2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia, mual, muntah, pembatasan diet, dan perubahan membrane mukosa mulut<br />3. Intoleransi aktifitas b/d tidak adekuatnya oksigenasi jaringan, anemia, nutrisi, tidak adekuat, kesulitan istirahat dan tidur<br />4. Kurang pengetahuan b/d kurang informasi tentang proses penyakit gagal ginjal<br />5. Risiko perubahan integritas jaringan kulit b/d immobilisasi, uremia, kerapuhan kapiler dan organ<br />6. Risiko tinggi terhadapcedera b/d penekanaan produksi/sekresi eritropoetin,peningkatan kerapuhan kapiler<br /><br />C. PERENCANAAN<br />1. Diagnosa 1<br />Tujuan : setelah diberikan askep selama 2x 24 jam diharapkan klien mengalami keseimbangan volume cairan dengan kriteria:<br />- Masukan seimbang dengan haluaran<br />- Tidak memperlihatkan adanya edema perifer dan sakral<br />- Memperlihatkan tidak adanya tanda dan gejala dehidrasi<br />Intervensi : <br />- Kaji status cairan, timbang BB harian, keseimbangan masukan dan haluaran, turgor kulit dan adanya edema, tekanan darah, denyut dan irama nadi<br />- Batasi masukan cairan<br />- Identifikasi sumber potensi cairan : medikasi dan cairan yang digunakan untuk pemgobatan (oral dan intravena), makanan<br />- Jelakan pada pasien dan keluarga rasional pembatasan cairan<br />- Pantau kreatinine dan BUN serum<br />2. Diagnosa 2<br />Tujuan : setelah diberikan askep selama 3x24 jam diharapkan klien tidak mengalami masalah dengan nutrisi, dengan kriterta :<br />- Tidak terjadi penurunan berat badan<br />- Masukan oral adekuat<br />Intervansi :<br />- Kaji status nutrisi : perubahan BB, Pengukuran antopometri, nilai laboratorium (elektrolit, serum, BUN, kreatinin, protein dan kadar besi).<br />- Kaji pola diet nutrisi protein<br />- Kaji faktor yang berperan dalam merubah masukan nutrisi <br />- Menyediakan makanan kesukaan pasien dalam batas-batas diet.<br />- Tingkatkan masukan protein yang mengandung nilai-nilai biologis tinggi : telor, daging, produk susu. <br />3. Diagnosa 3<br />Tujuan : Setelah diberikan askep selama 3x24 jam diharapkan klien tidak mengalami intoleransi aktivitas dengan kriteria :<br />- ADL tidak dibantu<br />- Dapat memenuhi kebutuhan dengan mandiri<br />- Tidak ada tanda-tanda hipoksia<br />Intervensi : <br />- Kaji faktor yang menimbulkan keletihan<br />- Tingkatkan kemandirian dalam aktivitas perawatan diri yang dapat ditoleransi, bantu jika keletihan terjadi.<br />- Anjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat<br />4. Diagnosa 4<br />Tujuan : Setelah diberikan askep selama 2x30 menit diharapkan klien tidak mengalami kurang pengetahuan dengan kriteria : <br />- Klien mengerti tentang penyakitnya<br />- Klien mengerti apa yang harus dilakukan <br />- Klien mengerti dan mau mengikuti prosedur pengobatan<br />Intervensi : <br />- Kaji pemahaman mengenai penyebab gagal ginjal, konsekuensinya dan penanganannya<br />- Jelaskan fungsi renal dan konsekuensi gagal ginjal sesuai dengan tingkat pemahaman dan kesiapan pasien untuk belajar<br />- Bantu pasien untuk mengidentifikasi cara-cara untuk memahami berbagai perubahan akibat penyakit dan penanganan yang mempengaruhi hidupnya<br />- Sediakan informasi baik tertulis maupun lisan dengan tepat <br />5. Diagnosa 5<br />Tujuan : setelah diberikan askep selama 3x24 jam diharapkan klien tidak mengalami kerusakan inegritas kulit dengan kriteria :<br />- Kulit tidak kemerahan<br />- Luka tidak terdapat pus<br />Intervensi :<br />- Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, dan vaskuler<br />- Ubah posisi setiap 2 jam<br />- Pertahankan tirah baring bebas lipatan<br />- Pantau tanda-tanda vital<br />- Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik<br />- Kaji luas terjadinya infeksi<br /><br />6. Diagnosa 6<br />Tujuan : setelah diberikan askep selama 2x24 jam diharapkan cedera tidak terjadi dengan kriteria :<br />- Klien dapat beraktifitas dengan baik<br />- Klien tidak gelisah<br />Intervensi :<br />- Perhatikan keluhan peningkatan kelelahan, kelemahan<br />- Awasi tingkat kesadaran dan perilaku<br />- Evaluasi respon trhadap aktivitas, kemapuan untuk melakukan tugas<br />- Beri pengaman tempat tidur dan awasi gerak motorik pasien<br />D. PELAKSANAAN<br /> Dalam melaksanakan prinsip-prinsip keperawatan yang perlu diperhatikan pada pasien CKD adalah :<br />1. Terapi perawatan<br />Seperti membantu memenuhi kebutuhan sehari-hari, beri makan sedikit tapi sering, membatasi cairan yang masuk.<br />2. Observasi keperawatan<br />Observasi TTV, kelebihan cairan dan tingkat kesadaran sert tanda-tanda infeksi<br />3. Pendidikan kesehatan<br />Penjelasan tentang diet, perawatan serta pengobatan yang diberikan.<br />4. Tindakan kolaboratif<br />Pemberian obat, gizi dan fisiotherapi<br /><br />E. EVALUASI<br /> Menurut Tucker (1998), smiltzuer (200), tanda-tanda yang dapat dievaluasi untuk mengetahui keberhasilan pelaksanaan tindakan keperawatan yang telah diberikan adalah :<br />1. Pasien menunjukkkan tanda-tanda masukan dan haluaran seimbang, BB stabil, bunyi nafas dan jantung normal, elektrolit dalam batas normal.<br />2. Pasien dapat mempertahankan status nutrisi yang adekuat dibuktikan dengan BB dalam batas normal sesuai umur, tinggi, postur tubuh.Kadar albumin, protein total, hb, Ht serum dan fe dalam batas normal.<br />3. Pasien mendemonstrasikan peningkatan aktifitas yang dapat ditolerir<br />4. Pasien dan orang terdekat dapat mengungkapkan mengerti tentang gagal ginjal, batasan diet cairan dan rencana kontrol, mengidentifikasi cara untuk menurunkan risiko lebih lanjut dari kerusakan ginjal, infeksi dan perdarahan<br />5. Kulit hangat, kering dan utuh, turgor kulit baik<br />6. Cedera tidak terjadi<br /><br />DAFTAR PUSTAKA<br />- Carpenito, L J (2001) Buku Saku Keperawtan. Edisi 8. EGC. Jakarta<br />- Corwin. E J. (2001) Buku Saku Patofisiologi. EGC. Jakatra<br />- Doenges. M E (2000) Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien . Edisi 3. EGC, JakartaKumpulan Asuhan Keperawatanhttp://www.blogger.com/profile/17205248068027475773noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-6705098767005013406.post-3301191662750340202010-05-02T22:22:00.000-07:002010-05-02T22:37:10.986-07:00LAPORAN PENDAHULUAN PERUBAHAN SENSORI PERSEPSILAPORAN PENDAHULUAN PADA KLIEN<br />DENGAN PERUBAHAN SENSORI PERSEPSI (SPESIFIK : VISUAL, AUDITORI, KINESTETIK, PENGECAPAN, TAKTIL, PENCIUMAN)<br /><br />I. Kajian Teori<br />A. Pengertian<br />Halusinasi adalah pengalaman tanpa ransang external (Cook dan Fontaine, 1987). Halusinasi merupakan salah satu gejala yang sering ditemukan pada klien dengan gangguan jiwa dari seluruh pasien diantaranya mengalami halusinasi.Gangguan jiwa lain yang sering juga disertai dengan gejala halusinasi adalah gangguan maniak degresif dan aterium. <br />B. Jenis – Jenis halusinasi<br />Ada beberapa jenis halusinasi, Stuart dan Larara 1908 membagi halusinasi menjadi 7 jenis yaitu :<br />1. Halusinasi Pendengaran<br />Karakteristinya meliputi mendengar suara-suara atau kebisingan, paling sering suara orang. Suara berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas berbicara tentang klien bahkan sampai ke percakapan lengkap antara 2 orang atau lebih tentang orang yang mengalami halusinasi. Pikiran yang terdengar dimana klien mendengar perkataan bahwa klien disuruh melakukan sesuatu yang kadang-kadang dapat membahayakan. <br />2. Halusinasi Penglihatan<br />Karakteristiknya meliputi stimulus visual dalam bentuk kuatan cahaya, gambar geometrik, gambar kartoon, bayangan yang rumit atau kompleks, bayangan bisa menyenangkan atau menakutkan seperti melihat monster.<br />3. Halusinasi Penghidu<br />Karakteristiknya meliputi membaui bau tertentu seperti bau darah, kemenyan atau faeces yang umumnya tidak menyenangkan.<br />4. Halusinasi Pengcapan<br />Merasa mengecap, seperti rasa darah, urine, dan faeces<br />5. Halusinasi Derabaan<br />Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan berupa stimulus yang jelas, rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang. <br /><br /><br />6. Halusinasi Cenesthehe<br />Dimana klien merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah vena atau arteri, pencernaan makanan atau pembentukan urine. <br />7. Halusinasi Kinestetic<br />Merasakan pergerakan sementara, berdiri tanpa bergerak <br /><br />C. Proses terjadinya Halusinasi <br />Halusinasi berkembang menjadi 4 fase (Habes, dkk, 1902): <br />1. Fase pertama (conforting)<br />Pada fase ini klien mengalami kecemasan, stres, perasaan yang terpisah, kesepian klien mungkin melamun atau memfokuskan pikiran pada hal yang menyenangkan untuk menglilangkan kecemasan dan stres. Cara ini menolong untuk sementara.<br />2. Fase kedua (condeming)<br />Pencemasan meningkat dan berhubungan dengan pengalaman internal dan eksternal. Klien berada pada tingkat “ Listening” pada halusinasi. Pemikian internal menjadi menonjol. Gambaran suara dan sensasi halusinasi dapat berupa bisikan yang tidak jelas. Klien takut apabila orang lain mendengar dan klien tidak mampu mengontrolnya. Klien membuat jarak antara dirinya dan halusinasi dengan memproyeksikan seolah-olah halusinasi datang dari orang lain atau tempat lain. <br />3. Fase Ketiga<br />Halusinasi menonjol, menguasai dan mengontrol klien menjadi terbiasa dan tidak berdaya pada halusinasinya. Halusinasi memberi kesenangan dan rasa aman yang sementara. <br />4. Fase Keempat (conquerting) <br />Klien merasa terpaku dan tidak berdaya melepaskan diri dari kontrol halusinasinya. Halusinasi yang sebelumnya menyenangkan berubah menjadi mengancam, memerintah dan memarahi klien tidak dapat berhubungan dengan orang lain karena terlalu sibuk dengan halusinasinya. Klien mungkin berada dalam dunia yang menakutkan dalam waktu yang singkat, beberapa jam atau selamanya. Proses ini menjadi kronik jika tidak dilakukan intervensi. <br />D. Pohon masalah <br /><br /><br />Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan …… etiologi <br /><br /><br /> Perubahan sensori persepsi …… masalah utama<br /><br /><br /> Harga diri rendah <br /><br />II. Asuhan Keperawatan<br />A. Masalah Keperawatan dan Data Yang Perlu Dikaji <br />1. Faktor Predisposisi<br />Kaji faktor predisposisi yang pada munculnya biologi seperti pada halusinasi antara lain :<br />a. Faktor genetis<br />b. Faktor neurobiologi<br />c. Faktor neurotransiniter<br />d. Teori virus<br />e. Psikologi<br />2. Faktor Presipitasi<br /> Kaji gejala-gejala pencetus neurobiologis meliputi :<br />a. Kesehatan : nutrisi kurang, kurang tidur, kelelahan, infeksi, obat ssp, hambatan untuk menjangkau pelayanan kesehatan.<br />b. Lingkungan : lingkungan yang memasuki, masalah di rumah tangga, sosial, tekanan kerja, kurangnya dukungan sosial, kehilangan kebebasan hidup.<br />c. Sikap/ prilaku merasa tidak mampu (harga diri rendah), putus asa merasa gagal, kehilangan rendah diri, merasa malang, perilaku agresif, perilaku kekerasan, ketidakadekuatan pengobatan<br /><br /><br /><br />3. Mekanisme Koping<br />Kaji mekanisme koping yang sering digunakan klien, meliputi :<br />a. Regresi : menjadi malas beraktifitas sehari-hari<br />b. Proyeksi : mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain atau sesuatu benda.<br />c. Menarik Diri : sulit mempercayai orang lain dan dengan stimulus internal <br />d. Keluarga mengingkari masalah yang dialami oleh klien.<br />Ketahui tentang halusinasi klien meliputi :<br /> Isi halusinasi yang dialami klien<br /> Waktu dan frekuensi halusinasi<br /> Situasi pencetus halusinasi <br /> Respon klien tentang halusinasinya <br /><br />B. Diagnosa Keperawatan<br /> Diagnosa yang mungkin muncul pada klien halusinasi :<br />1. Resiko mencederai diri sendiri orang lain dan lingkungan berhubungan dengan Perubahan sensori persepsi <br />2. Perubahan sensori persepsi berhubungan dengan Kerusakan interaksi sosial<br />3. Kerusakan interaksi sosial berhubungan dengan harga diri rendah. <br /><br />C. Rencana tindakan Keperawatan<br />Tgl No Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi<br /> TUM : klien tidak mencederai orang lain dengan lingkungan <br />TUK1 : klien dapat membina hubungan saling percaya Ekspresi wajah bersahabat ada kontak mata, mau berjabat tangan, mau menyebut nama. Bina hubungan saling percaya dengan mengungkapkan prinsip komunikasi <br />- Sapa klien dengan ramah <br />- Perkenalkan diri dengan sopan <br />- Jelaskan tujuan pertemuan <br />- Jujur dan menepati janji <br /> TUK 2 : Klien mengenal halusinasinya Klien dapat menyebutkan waktu, isi, frekuensi, timbulnya halusinasi<br /> - Adakah kontak yang sering dan singkat secara bertahap<br />- Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya<br /> TUK 3 : Klien dapat mengontrol halusinasinya Klien dapat menyebutkan tindakan yang biasanya dilakukan untuk mengendalikan halusinasinya - Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasinya<br />- Diskusikan dengan klien tentang manfaat cara yang digunakan klien jika bermanfaat berikan pujian<br /> TUK 4 : Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik Klien dapat menyebutkan manfaat, dosis dan efek samping obat klien dapat mendemonstrasikan cara penggunaan obat yang benar - Diskusikan dengan klien tentang dosis frekuensi dan manfaat obat<br />- Anjurkan klien minta sendiri obat pada perawat dan merasakan manfaatnya.Kumpulan Asuhan Keperawatanhttp://www.blogger.com/profile/17205248068027475773noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6705098767005013406.post-78199049923579588372010-05-02T22:20:00.000-07:002010-05-02T22:22:40.689-07:00LAPORAN PENDAHULUAN DIMENSIALAPORAN PENDAHULUAN <br />ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN <br />DIMENSIA<br /><br />I. KAJIAN TEORI<br />A. PENGERTIAN<br />Gangguan kognitif spesifik yang perlu mendapat perhatian adalah dimensia dan delirium. Dimensia adalah gangguan kognitif yang ditandai dengan hilangnya fungsi intelektual yang berat (Anna Keliat, 1994 : 6).<br />Delirium adalah fungsi kognitif yang kacau ditandai dengan kesadaran, berkabut yang dimanifestasikan dengan lama, konsentrasi yang rendah (Anna Kaliat, 1994: 5).<br /><br />B. FAKTOR PREDISPOSISI DAN PRESIPITASI<br />1. Faktor Predisposisi<br /> Rentang respon kognitif<br /><br /><br />Tegas<br />Ingatan utuh<br />Orientasi lengkap<br />Persepsi aktual<br />Perhatian terfokus<br />Koheren pikiran logis Ketidaktegasan periodik<br />Mudah lupa<br />Kebingungan transien ringan<br />Kadang mispersepsi<br />Kadang berpikir tak jernih<br /> Ketidakmampuan membuat keputusan,<br />kerusakan ingatan dan penilaian, disorientasi, mispersepsi, terus ketidakmampuan untuk ber berfokus pada perhatian kesulitan dengan alasan logis.<br /><br />Gangguan respon kognitif pada umumnya sebagai akibat dari gangguan biologik pada fungsi sistem saraf pusat. Faktor yang mempengaruhi individu mengalami gangguan kognitif termasuk :<br />a. Gangguan suplai O2, glukosa dan zat gizi dasar penting lainnya ke otak.<br /> Perubahan vaskular artoriosklereas<br /> Serangan iskemik sementara<br /> Hemorogi serebral<br /> Infark otak kecil multiple<br />b. Degenerasi berhubungan dengan penuaan<br />c. Pengumpulan zat beracun dalam jaringan otak<br />d. Penyakit HIV<br />e. Penyakit batu kronik<br />f. Penyakit ginjal kronik<br />g. Defisiensi vitamin (terutama tiamin)<br />h. Malnutrisi<br />i. Cacat genetik<br />j. Kelainan psikotik mayor seperti : skizofrenia, dan bipolar<br />2. Faktor Presipitasi<br />Setiap gangguan di otak dapat berakibat gangguan kognitif, seperti :<br />1. Hipoksia.<br />2. Gangguan metabolik, termasuk hipotirodisme, hipertiriodisme, hipoglikenik, popuvitarisme, dan penyakit adrenal.<br />3. Takss dan agen infeksi.<br />4. Respon yang berlawanan terhadap pengobatan.<br />5. Perubahan struktur otak, seperti lumer atau trauma.<br />6. Kekurangan atau kelebihan sensori.<br />3. Sumber Koping<br />Respon individu termasuk kekuatan dan ketrampilan. Pemberi pelayanan bersifat mendukung dan juga sebagai sumber informasi tentang karakterisitik, kepribadian, kebiasaan dan rutinitas kelompok swalayan (self-help group) dapat merupakan sumber koping bagi pemberi pelayanan.<br />4. Mekanisme Koping<br />Cara individu menghadapi secara emosional respon kognitif yang maladaptif sangat dipengaruhi oleh perjalanan masa lalunya.<br />Gangguan prilaku yang mendasar pada delirium adalah perubahan kesadaran yang mencerminkan gangguan bioligik yang berat pada otak, mekanisme koping patologik pada umumnya tidak digunakan. Pegawai harus melindungi pasien dari bahaya dengan menggantikan mekanisme koping individu secara konstan mengorientasi pasien dan mendorongnya menghadapi realitas. Prilaku yang menunjukkan upaya seseorang dengan dimensia untuk mengadakan. Kehilangan kemampuan kognitif dapat termasuk kecurigaan, bermusuhan, bercanda, depresi, seduktif dan menarik diri.<br />Mekanisme pertahanan ego yang mungkin teramati pada pasien dengan gangguan kognitif meliputi :<br />a. Regresi<br />b. Denial<br />c. Kompensasi<br /><br />C. RENTANG RESPON KOGNITIF<br />Model Kognisi :<br />1. Model Pembelajaran<br />Teori pembelajaran psikologis ini menyatakan bahwa jika individu mengalami perubahan pada beberapa respon positif. Respon yang paling mungkin ada respon yang pernah digunakan pada masa lalu.<br />2. Model Kognitif Sosial<br />Teori pembelajaran psikologi ini menyatakan suatu stimulus dialami sebagai tanda menimbulkan runtutan, mengantarkan seseorang untuk mencari kepuasan. Respon dituntut : mengarahkan seseorang untuk mencari kepuasan. Respon dituntut dan persepsi individu terhadap lingkungan.<br />3. Model Perkembangan Piaget<br />Tahap Usia Karakteristik<br />Sensorimotor Lahir-2 th<br /><br /><br /> - Berorientasi pada lingkungan<br />- Tidak berbahasa<br />- Mengembangkan kesadaran tentang dalam ruang.<br />- Mengembangkan daya ingat tentang benda yang hilang<br />Persiapan dan organi-sasi operasi konkrit dari tahap preorasional 2 – 5 th - Dampak simbolisme <br />- Benda didefinisikan sesuai fungsinya<br />- Pemikiran magis<br /><br /><br />Operasi konkrit 5 – 12 th - kemampuan bercerita<br />- Membuat dan mentaati peraturan<br />- Pengumpulan pengalaman<br /><br />Operasi formal <br />12 – 14 th <br />4 bulan - tua <br />- Abstrak<br />- Pengembangan hal ideal<br />- Krisis terhadap orang lain<br />- Kritis terhadap diri sendiri<br /><br />D. TANDA DAN GEJALA<br />Tanda-tanda delirium Tanda-tanda dimensia<br />- Kesadaran menurun<br />- Disorientasi<br />- Bingung<br />- Cemas<br />- Gelisah<br />- Panik<br />- Bicara komat-kamit<br />- Inkoheren<br />- Gangguan tidur - Daya ingat menurun/hilang<br />- Apek labil<br />- Gelisah<br />- Agitasi<br />- Prilaku sosial yang tidak sesuai<br />- Psikorientasi <br />Perbandingan delirium, dimensia dan depresi<br /> Depresi Delirium Dimensia<br />Awitan perjalanan gangguan<br /> Cepat (minggu/ bulan) mungkin ada pembatasan diri atau menjadi kronik tanpa penanganan Cepat (jam/ hari) Fluktuasi luas dapat berlangsung terus untuk beberapa minggu jika penyebab tidak diketahui Bertahap (tahunan) Kronik, lambat namun penurunan berkesinambungan<br />Tingkat kesadaran Normal Berfluktuasi diri sangat waspada hingga sulit untuk dibangunkan Normal<br />Orientasi Pasien mungkin tampak disorientasi Pasien disorientasi<br />Bingung Pasien disorientasi<br />Bingung<br />Afek Sedih, depresi, cemas, rasa ber-salah Fluktuasi<br /> Labil, apatis pada tahap lanjut <br />Perhatian Kesulitan konsen-trasi, pasien mung-kin menelaah dan menelaah kembali semua tindakannya Selalu terganggu Mungkin utuh, pasien dapat memu-satkan perhatian pada satu hal untuk waktu yang lama<br />Tidur Terganggu : tidur berlebihan atau insomnia terutama ketika bangun pagi Selalu terganggu Biasanya normal<br />Prilaku Pasien mungkin merasa sangat lelah, apatetik, mungkin agitasi Agitasi gelisah Pasien mungkin agitasi atau spatetik, mungkin bengong<br />Pembicaraan Pelan, jarang, mungkin meledak-ledak, dapat dimengerti Jarang atau cepat, pasien mungkin inkoheren Jarang atau cepat, berulang, pasien mungkin inkoheren<br />Ingatan Bervariasi dari hari ke hari, lamban dalam mengingat, sering defisit ingatan jangka panjang dan pendek Terganggu, terutama untuk peristiwa yang baru terjadi Kerusakan, terutama untuk kejadian terbaru<br />Kognisi Mungkin tampak terganggu Gangguan mengemukakan alasan Gangguan dalam mengemukakan alasan dan menghitung<br />Isi pikir Negatif hipokondrik, pikiran dipenuhi oleh kematian, paranoid Imkoheren, bingung, waham steriotipik Tidak teratur, isi pikir kaya, berwaham paranoid<br />Depresi Terganggu, pasien mungkin mengalami halusinasi pendengaran, penafsiran negatif terhadap kejadian dan orang lain Salah penafsiran, ilusi, halusinasi Tidak berubah<br />Pengambilan keputusan Buruk Buruk Buruk; Prilaku sosial tidak sesuai<br />Penghayatan Mungkin terganggu Mungkin tampak jelas sesaat Tidak ada<br />Penampilan pada saat pemeriksaan starus jiwa Mungkin terganggu,daya ingat terganggu, berhitung, menggambar, mengikuti perintah biasanya tidak terganggu, sering manjawab “saya tidak tahu” Mungkin tampak jelas saat bunuh diri tapi bervariasi; meningkat selama tamapak jelas sesaat dan dengan penyembuhan Secara konsisten buruk, mungkin memburuk dengan cepat : pasien berupaya menjawab semua pertanyaan<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />E. Implementasi<br />1. Delirium<br />Intervensi pra keperawatan pasien dengan deliriummeliputi:<br />a. Kewaspadaan perawat<br />Pengekangan pada pasien deliriu, untuk mempertahankan aliran intrvena tetap dalam keadaan baik,dapat meningkatkan agitasi. Gunakan pengekangan jika hanya sangat diperlukan dan jangan meninggalkan pasien delirium yang sedang dikekang seorang diri.<br />b. Memenuhi kebutuhan fisiologik<br />Pertahankan keseimbangan nutrisi cairan dan elektolit, lakukan tindakan perawatan seperti menggosok punggung, memberikan susu hangat dan percakapan yang menyenangkan pasien sehingga dapat tidur, obat sedatif mungkin merupkan kontraindikasi samapai diketahui penyebab delirium.<br />c. Lakukan inetrvensi pada gangguan seperti persepsi halusinasi :<br /> Biarkan lampu menyala di ruangan untuk mengurangi bayangan<br /> Pastikn keamanan dengan, menempatkan pasien dalan ruangan dengan tirai pengaman dan memindahkan perabotyang berlebihan<br /> Berikan Askep satu perawat satu pasienjika diperlukan untuk mempertahankan orientasi pasien<br /> Orintasukan kembali terhadap waktu, tempat dan orang<br />d. Komunikasi<br /> Berikan pesan yang jelas<br /> Hindari memberikan pilihan<br /> Gunakan pernyataan langsung yang sederhana<br />e. Penyuluhan pasien<br /> Berikan informasi mengenai penyebab delirium<br /> Ajarkan pasien dan keluarga tentang pengobatan yang diresepkan<br /> Informasikan tentang pencegahan episode dimasa yang akan datang<br /> Rujuk pada agensi keperawatan komunitas jika dibutuhkan penyuluhan atau intervensi lebih lanjut<br /><br /><br /><br /><br />2. Dimensia<br />Intervensi keperawtan pada pasien dengan dimensia meliputi :<br />a. Orientasi<br /> Beri tanda yang jelas pada kamar pasien dengan menggunakan namanya<br /> Anjurkan pasien untuk menyimpan barang milik pribadi pasien di kamarnya<br /> Gunakan lampu tidur<br /> Sediakan jam dan kalender<br /> Orientasi secara verbal dengan interval yang sering<br />b. Komunikasi<br /> Perkenalkan diri anda<br /> Tunjukkan sikap positif tanpa pamrih terhadap pasien<br /> Gunakan komunikasi verbal yang jelas dan singkat<br /> Atur suara<br /> Hindari penggunaan kata ganti<br /> Gunakan pertanyaan yang sederhana<br /> Minta satu dalam satu kesempatan<br /> Pastikan bahwa komunikasi verbal sejalan/ selaras dengan komunikasi nonverbal <br /> Pelajari kehidupan masa lalu pasien<br /> Berikan perasaan bebas di tempat tinggalnya<br />c. Dukung mekanisme koping<br />d. Kurangi kebengongan pasien dengan mengidentifikasi kondisi terjadinya prilaku melakukan tindakan pencegahan<br />e. Kurangi agitasi<br /> Beritahukan apa yang diharapkan secara jelas<br /> Tawarkan pilihan jika pasien dapat melakukannya<br /> Berikan jadwal aktivitas<br /> Hindarkan perebutan aktivitas, jika pasien menolak permintaan tinggalkan dan kembali dalam beberapa menit<br /> Libatkan pasien dalam asuhan jika memungkinkan<br />f. Pendekatan farmakologi<br /> Takrin (Gogneks) memeprlambat perkembangan penyakit Alzheimer<br />g. Keterlibatan anggota keluarga<br />h. Gunakan sumber yang ada dikomunitas.Kumpulan Asuhan Keperawatanhttp://www.blogger.com/profile/17205248068027475773noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6705098767005013406.post-7205210137247358632010-05-02T22:12:00.000-07:002010-05-02T22:15:39.055-07:00LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN ALAM PERASAAN : DEPRESILAPORAN PENDAHULUAN<br />GANGGUAN ALAM PERASAAN : DEPRESI<br /><br />A. Kajian Teori<br />I. Pengertian<br />1. Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, keindahan, rasa putus asa dan tidak berdaya, serta gagasan bunuh diri (Kaplan, Sadock, 1998).<br />2. Depresi adalah salah satu bentuk gangguan kekecewaan pada alam perasaan, (affective atau mood disorder) yang ditandai dengan kemurungan, kelesuan, ketiadaan gairah hidup, perasaan tidak berguna, putus asa (Dadang Hawari, 2001) <br />3. Depresi ditandai dengan perasaan sedih yang berlebihan, murung tidak bersemangat, merasa tak berguna, merasa tak berharga, merasa kosong dan tak ada harapan berpusat pada kegagalan dan bunuh diri, sering disertai ide dan pikiran bunuh diri klien tidak berniat pada pemeliharaan diam dan aktivitas sehari-hari (Budi Anna Kaliat, 1996)<br />Dari ketiga pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa depresi adalah gangguan alam perasaan yang disertai oleh komponen psikologik dan komponen somatik yang terjadi akibat mengalami kesedihan yang panjang.<br /><br />II. PENYEBAB TERJADINYA DEPRESI <br />1. Kekecewaan.<br />Karena adanya tekanan dan kelebihan fisik menyebabkan seseorang menjadi jengkel tak dapat berfikir sehat atau kejam pada saat–saat khusus jika cinta untuk diri sendiri lebih besar dan pada cinta pada orang lain yang menghimpun kita, kita akan terluka, tidak senang dan cepat kecewa, hal ini langkah pertama depresi jika luka itu direnungkan terus-menerus akan menyebabkan kekesalan dan keputusasaan.<br />2. Kurang Rasa Harga Diri<br />Ciri–ciri universal yang lain dari orang yang depresi adalah kurangnya rasa harga diri sayangnya kekurangan ini cenderung untuk dilebih-lebihkan menjadi estrim, karena harapan-harapan yang realistis membuat dia tak mampu merestor dirinya sendiri hal ini memang benar khususnya pada individu yang ingin segalanya sempurna yang tak pernah puas dengan prestasi yang dicapainya <br />3. Perbandingan yang tidak adil<br />Setiap kali kita membandingkan diri dengan seseorang yang mempunyai nilai lebih baik dari kita dimana kita merasa kurang dan tidak bisa sebaik dia maka depresi mungkin terjadi <br />4. Penyakit<br />Beberapa faktor yang dapat mencetuskan depresi adalah organik contoh individu yang mempunyai penyakit kronis seperti ca. mamae dapat menyebabkan depresi.<br />5. Aktivitas Mental yang Berlebihan<br /> Orang yang produktif dan aktif sering menyebabkan depresi.<br />6. Penolakan<br />Setiap manusia butuh akan rasa cinta, jika kebutuhan akan rasa cinta itu tak terpenuhi maka terjadilah depresi.<br /><br />III. GEJALA-GEJALA DEPRESI<br />1. Gejala Fisik dari Depresi<br />Gangguan tidur, kelesuan fisik, hilangnya nafsu makan dan penyakit fisik yang ringan.<br />2. Gejala Emosional dari Depresi<br />Kehilangan kasih sayang, kesedihan, hilangnya kekuatan, hilangnya konsentrasi, rasa bersalah, permusuhan dan hilangnya harapan.<br /><br />IV. PATOPSIKOLOGI<br />Alam perasaan adalah kekuatan/ perasaan hati yang mempengaruhi seseorang dalam jangka waktu yang lama setiap orang hendaknya berada dalam afek yang tidak stabil tapi tidak berarti orang tersebut tidak pernah sedih, kecewa, takut, cemas, marah dan sayang emosi ini terjadi sebagai kasih sayang seseorang terhadap rangsangan yang diterimanya dan lingkungannya baik interenal maupun eksternal. Reaksi ini bervariasi dalam rentang dari reaksi adaptif sampai maladaptif.<br /><br /><br /><br /><br />Rentang Respon<br />Respon adaptif Respon maladaptif<br /><br /><br /><br />Responsif Reaksi kehilangan yang wajar Supresi Reaksi kehilangan yang memanjang Mania/ Depresi<br /><br />1. Reaksi Emosi Adaptif<br />Merupakan reaksi emosi yang umum dari seseorang terhadap rangsangan yang diterima dan berlangsung singkat. Ada 2 macam reaksi adaptif : <br />a. Respon emosi yang responsif<br />Keadaan individu yang terbuka mau mempengaruhi dan menyadari perasaannya sendiri dapat beradaptasi dengan dunia internal dan eksternal<br />b. Reaksi kehilangan yang wajar<br /> Reaksi yang dialami setiap orang mempengaruhi keadaannya seperti :<br /> Bersedih<br /> Berhenti kegiatan sehari–hari<br /> Takut pada diri sendiri<br /> Berlangsung tidak lama.<br />2. Reaksi Emosi Maladaptif<br />Merupakan reaksi emosi yang sudah merupakan gangguan respon ini dapat dibagi 2 tingkatan yaitu :<br />a. Supresi<br />Tahap awal respon maladaptif individu menyangkal perasaannya dan menekan atau menginternalisasi aspek perasaan terhadap lingkungan<br />b. Reaksi kehilangan yang memanjang<br />Supresi memanjang mengganggu fungsi kehidupan individu <br />Gejala : bermusuhan, sedih terlebih, rendah diri.<br />c. Mania/ Depresi<br />Gangguan alam perasaan kesal dan dimanifestasikan dengan gangguan fungsi sosial dan fungsi fisik yang hebat dan menetap pada individu yang bersangkutan<br /><br /><br /><br />V. TINGKAT DEPRESI<br />1. Depresi Ringan<br />Sementara, alamiah, adanya rasa pedih perubahan proses pikir komunikasi sosial dan rasa tidak nyaman.<br />2. Depresi Sedang <br />a. Afek : murung, cemas, kesal, marah, menangis<br />b. Proses pikir : perasaan sempit, berfikir lambat, berkurang komunikasi verbal komunikasi non verbal meningkat.<br />c. Pola komunikasi : bicara lambat, berkurang komunikasi verbal, komunikasi non verbal meningkat<br />d. Partisipasi sosial : menarik diri tak mau bekerja/ sekolah, mudah tersinggung <br />3. Depresi Berat<br />a. Gangguan afek : pandangan kosong, perasaan hampa, murung, inisiatif berkurang<br />b. Gangguan proses pikir <br />c. Sensasi somatik dan aktivitas motorik : diam dalam waktu lama, tiba-tiba hiperaktif, kurang merawat diri, tak mau makan dan minum, menarik diri, tidak peduli dengan lingkungan<br /><br />B. ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN ALAM PERASAAN<br />I. PENGKAJIAN<br />1. Faktor Predisposisi<br />a. Faktor Genetik <br />Dikaitkan dengan faktor keturunan<br />b. Teori Agresi Berbalik pada Diri<br />Diawali dengan proses kehilangan → terjadi ambivalensi terhadap objek yang hilang → tidak mampu mengekspresikan kemarahan → marah pada diri sendiri<br />c. Kehilangan Objek <br />Pada masa kanak–kanak jika terjadi kehilangan → trauma → faktor predisposisi terjadi gangguan pada masa remaja jika terjadi kehilangan<br /><br /><br />d. Model Kognitif<br />Depresi terjadi karena gangguan proses pikir → penilaian negatif terhadap diri, lingkungan dan masa depan<br />e. Teori Belajar Ketidakberdayaan <br />Keadaan prilaku dan ciri kepribadian seseorang yang percaya bahkan dirinya kehilangan kontrol terhadap lingkungan<br />Ditandai : tampak pasif, tidak mampu menyatakan keinginan, opini negatif tentang diri.<br />2. Faktor Presipitasi<br />a. Putus/ Kehilangan hubungan<br />Kehilangan pada kehidupan dewasa → faktor predisposisi terjadi gangguan kehilangan nyata/ samar-samar<br /> Kehilangan orang yang dicintai<br /> Kehilangan fungsi tubuh<br /> Kehilangan harga diri<br />b. Kejadian besar dalam kehidupan<br /> Peristiwa tak menyenangkan<br /> Pengalaman negatif dari peristiwa kehidupan → depresi<br />c. Perubahan peran<br />Peran sosial yang menimbulkan stressor : bertetangga, pekerjaan, perkawinan, pengangguran, pensiunan. <br />d. Sumber koping tidak adekuat<br /> Sosial ekonomi, pekerjaan, posisi sosial, pendidikan<br /> Keluarga → kurang dukungan<br /> Hubungan interpersonal isolasi diri/ sosial<br />e. Perubahan Fisiologik<br />Gangguan alam perasaan terjadi sebagai respon terhadap perubahan fisik oleh karena :<br /> Obat-obatan<br /> Penyakit fisik (infeksi, virus, tumor) → timbul nyeri sehingga membatasi fungsi individu berinteraksi → depresi<br /><br /><br /><br />3. Prilaku<br /> Prilaku yang berhubungan dengan depresi :<br />a. Afektif<br />Marah, anxietas, apatis, perasaan dendam, perasaan bersalah, putus asa, kesepian, harga diri rendah, kesedihan.<br />b. Fisiologis<br /> Nyeri perut, anorexia, nyeri dada, konstipasi, pusing, insomnia, perubahan menstruasi, berat badan menurun.<br />c. Kognitif<br />Ambivalen, bingung, konsentrasi berkurang motivasi menurun, menyalahkan diri, ide merusak diri, pesimis, ragu–ragu.<br />d. Prilaku<br />Agitasi, ketergantungan, isolasi sosial, menarik diri.<br />4. Mekanisme Koping<br />Reaksi berduka yang tertunda mencerminkan penggunaan eksagregasi dari mekanisme pertahanan penyangkal (denial) dan supresi yang berlebihan dalam upayanya untuk menghindari distress hebat yang berhubungan dengan berduka. Depresi adalah suatu perasaan berduka abortif yang menggunakan mekanisme represi, supresi, denial dan disosiasi..<br /><br />II. DIAGNOSA KEPERAWATAN<br />1. Pohon Masalah<br />Resiko tinggi terjadi kekerasan<br />Yang diarahkan pada diri sendiri<br />↑<br /> Depresi core problem<br />↑<br />Harga diri rendah<br />↑<br />Koping individu tak efektif<br />↑<br />Koping keluarga tak efektif<br /><br />2. Diagnosa Keperawatan <br />a. Resiko tinggi terjadi kekerasan yang diarahkan pada diri sendiri berhubungan dengan depresi yang ditandai dengan ide bunuh diri.<br />b. Depresi berhubungan dengan harga diri rendah ditandai dengan perasaan tak berhjarga tidak ada harapan, murung dan merasa kosong.<br />c. Harga diri rendah berhubungn dengan koping individu tak efektif ditandai dengan keputusan, berpusat pada kegagalan<br />d. Koping individu tak efektif berhubungan dengan koping keluarga tak efektif.<br /><br />III. PRIORITAS INTERVENSI<br /> Pada dasarnya intervensi difokuskan pada :<br />1. Lingkungan<br />Prioritas utama dalam merawat klien depresi adalah mencegah terjadinya kecelakaan, jauhkan dari benda–benda berbahaya seperti : gunting, pisau, ciptakan lingkungan yang aman, kurangi rangsangan dan suasana terang.<br />2. Hubungan perawat klien<br />Intervensi : <br /> Bina hubungan saling percaya dan hangat<br /> Bersikap empati<br /> Beri waktu pada klien untuk berfikir dan menjawab <br /> Variabel harus bersedia menerima, diam, aktif dan jujur.<br />3. Afektif<br /> Tujuan : Menerima dan menenangkan klien bukan mengembirakan atau <br /> mengatakan bahwa klien tidak perlu khawatir<br /> Intervensi : Dorong klien untuk mengekspresikan pengalaman menyakitkan dan menyedihkan secara verbal <br />4. Kognitif<br /> Tujuan : Bertujuan meningkatkan kontrol diri terhadap tujuan dan prilakunya, meningkatkan harga diri dan membantu memodifikasi harapan negatif<br />Intervensi : <br /> Bantu klien mengkaji perasaan → kaji klien tentang masalah<br /> Terima persepsi klien tapi tidak menerima kepuasan klien<br /> Bersama–sama mendefinisikan masalah → memberi klien control diri, harapan, realisasi bahwa perubahan mungkin terjadi<br /><br />5. Intervensi Perilaku<br /> Tujuan : Mengaktifkan klien yang diarahkan pada tujuan realitas<br /> Intervensi : Klien diberi tanggung jawab dalam aktivitas secara bertahap<br />6. Intervensi Sosial<br /> Tujuan : Bantu klien meningkatkan ketrampilan sosial<br /> Intervensi : <br /> Kaji ketrampilan sosial, support dan interest klien<br /> Kaji sumber sosial yang tersedia<br /> “Roleplay” tentang situasi dan interaksi sosial<br /> Beri reinforcement positif tentang ketrampilan sosial yang efektif<br /> Dorong klien untuk memulai sosialisasi pada area yang lebih luas<br />7. Intervensi Fisiologis<br /> Tujuan : Meningkatkan status kesehatan klien, kebutuhan dasar seperti makan, minum, istirahat, kebersihan dan penampilan diri perlu mendapat perhatian khusus<br />Intervensi : <br /> Termasuk perawatan fisik dan therapy somatik<br /> Jika klien tidak mampu merawat diri → Bantu klien memenuhi kebutuhan nutrisi, tidur dan kebersihan diri.<br /> Therapi somatik : beri obat anti depressant yaitu : Tricylins dan monoamine oksidasi (MAO)<br />D. EVALUASI<br /> Adanya perubahan respon maladaptif kearah adaptif klien dapat ;<br /> Menerima dan mengakhiri perasaannya dan perasaan orang lain<br /> Memulai komunikasi<br /> Mengontrol perilaku sesuai keterbatasannya<br /> Menggunakan proses pemecahan masalah.Kumpulan Asuhan Keperawatanhttp://www.blogger.com/profile/17205248068027475773noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6705098767005013406.post-89408295897858416622010-05-02T22:08:00.000-07:002010-05-02T22:11:31.175-07:00LAPORAN PENDAHULUAN PRILAKU PERCOBAAN BUNUH DIRILAPORAN PENDAHULUAN <br />ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN <br />PRILAKU PERCOBAAN BUNUH DIRI<br /><br />I. KAJIAN TEORI<br />A. Pengertian <br /> Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri kehidupan. Bunuh diri mungkin merupakan keputusan terkahir dari individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi (Keliat 1991 : 4).<br />Menurut Beck (1994) dalam Keliat (1991 hal 3) mengemukakan rentang harapan – putus harapan merupakan rentang adaptif – maladaptif.<br /><br /><br />Respon adaptif Respon maladaptif<br /> Harapan<br /> Yakin<br /> Percaya<br /> Inspirasi<br /> Tetap hati Putus harapan<br /> Tidak berdaya<br /> Putus asa<br /> Apatis<br /> Gagal dan kehilangan<br /> Ragu-ragu<br /> Sedih<br /> Depresi<br /> Bunuh diri<br /><br />Respon adaptif merupakan respon yang dapat diterima oleh norma-norma sosial dan kebudayaan yang secara umum berlaku, sedangkan respon maladaptif merupakan respon yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah yang kurang dapat diterima oleh norma-norma sosial dan budaya setempat. Respon maladaptif antara lain :<br />1. Ketidakberdayaan, keputusasaan, apatis.<br />Individu yang tidak berhasil memecahkan masalah akan meninggalkan masalah, karena merasa tidak mampu mengembangkan koping yang bermanfaat sudah tidak berguna lagi, tidak mampu mengembangkan koping yang baru serta yakin tidak ada yang membantu.<br />2. Kehilangan, ragu-ragu<br />Individu yang mempunyai cita-cita terlalu tinggi dan tidak realistis akan merasa gagal dan kecewa jika cita-citanya tidak tercapai. Misalnya : kehilangan pekerjaan dan kesehatan, perceraian, perpisahan individu akan merasa gagal dan kecewa, rendah diri yang semua dapat berakhir dengan bunuh diri.<br />3. Depresi<br />Dapat dicetuskan oleh rasa bersalah atau kehilangan yang ditandai dengan kesedihan dan rendah diri. Biasanya bunuh diri terjadi pada saat individu ke luar dari keadaan depresi berat.<br />4. Bunuh diri<br />Adalah tindakan agresif yang langsung terhadap diri sendiri untuk mengkahiri kehidupan. Bunuh diri merupakan koping terakhir individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi.<br /><br />B. Etiologi<br />Banyak penyebab tentang alasan seseorang melakukan bunuh diri :<br />1. Kegagalan beradaptasi, sehingga tidak dapat menghadapi stres.<br />2. Perasaan terisolasi, dapat terjadi karena kehilangan hubungan interpersonal/gagal melakukan hubungan yang berarti.<br />3. Perasaan marah/ bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan hukuman pada diri sendiri.<br />4. Cara untuk mengakhiri keputusasaan.<br /><br />C. Faktor Predisposisi<br />Menurut Stuart dan Sundeen (1997), faktor predisposisi bunuh diri antara lain :<br />1. Diagnostik > 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri, mempunyai hubungan dengan penyakit jiwa. Tiga gangguan jiwa yang dapat membuat individu beresiko untuk bunuh diri yaitu gangguan apektif, penyalahgunaan zat, dan skizofrenia.<br /><br /><br />2. Sifat kepribadian<br />Tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan besarnya resiko bunuh diri adalah rasa bermusuhan, implisif dan depresi.<br />3. Lingkungan psikososial<br />Seseorang yang baru mengalami kehilangan, perpisahan/perceraian, kehilangan yang dini dan berkurangnya dukungan sosial merupakan faktor penting yang berhubungan dengan bunuh diri.<br />4. Riwayat keluarga<br />Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan faktor resiko penting untuk prilaku destruktif.<br />5. Faktor biokimia<br />Data menunjukkan bahwa secara serotogenik, apatengik, dan depominersik menjadi media proses yang dapat menimbulkan prilaku destrukif diri.<br /><br />D. Faktor Presipitasi<br />1. Faktor pencetus seseorang melakukan percobaan bunuh diri adalah :<br />2. Perasaan terisolasi dapat terjadi karena kehilangan hubungan interpersonal/gagal melakukan hubungan yang berarti.<br />3. Kegagalan beradaptasi sehingga tidak dapat menghadapi stres.<br />4. Perasaan marah/bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan hukuman pada diri sendiri.<br />5. Cara untuk mengakhiri keputusasaan.<br /><br />E. Patopsikologi<br /> Semua prilaku bunuh diri adalah serius apapun tujuannya. Orang yang siap membunuh diri adalah orang yang merencanakan kematian dengan tindak kekerasan, mempunyai rencana spesifik dan mempunyai niat untuk melakukannya. Prilaku bunuh diri biasanya dibagi menjadi 3 kategori :<br /><br />1. Ancaman bunuh diri<br />Peningkatan verbal/nonverbal bahwa orang tersebut mempertimbangkan untuk bunuh diri. Ancaman menunjukkan ambivalensi seseorang tentang kematian, kurangnya respon positif dapat ditafsirkan seseorang sebagai dukungan untuk melakukan tindakan bunuh diri.<br />2. Upaya bunuh diri<br />Semua tindakan yang diarahkan pada diri yang dilakukan oleh individu yang dapat mengarah pada kematian jika tidak dicegah.<br />3. Bunuh diri<br />Mungkin terjadi setelah tanda peningkatan terlewatkan atau terabaikan. Orang yang melakukan percobaan bunuh diri dan yang tidak langsung ingin mati mungkin pada mati jika tanda-tanda tersebut tidak diketahui tepat pada waktunya.<br />Percobaan bunuh diri terlebih dahulu individu tersebut mengalami depresi yang berat akibat suatu masalah yang menjatuhkan harga dirinya.<br /><br />F. Tanda dan Gejala<br />Pengkajian orang yang bunuh diri juga mencakup apakah orang tersebut tidak membuat rencana yang spesifik dan apakah tersedia alat untuk melakukan rencana bunuh diri tersebut.<br />1. Petunjuk dan gejala<br />a. Keputusasaan<br />b. Celaan terhadap diri sendiri, perasaan gagal dan tidak berguna<br />c. Alam perasaan depresi<br />d. Agitasi dan gelisah<br />e. Insomnia yang menetap<br />f. Penurunan BB<br />g. Berbicara lamban, keletihan, menarik diri dari lingkungan sosial.<br />2. Petunjuk psikiatrik<br />a. Upaya bunuh diri sebelumnya<br />b. Kelainan afektif<br />c. Alkoholisme dan penyalahgunaan obat<br />d. Kelaianan tindakan dan depresi mental pada remaja<br />e. Dimensia dini/ status kekacauan mental pada lansia<br />3. Riwayat psikososial<br />a. Baru berpisah, bercerai/ kehilangan<br />b. Hidup sendiri<br />c. Tidak bekerja, perbahan/ kehilangan pekerjaan baru dialami<br />4. Faktor-faktor kepribadian<br />a. Implisit, agresif, rasa bermusuhan<br />b. Kegiatan kognitif dan negatif<br />c. Keputusasaan<br />d. Harga diri rendah<br />e. Batasan/gangguan kepribadian antisosial<br /><br />II. TINJAUAN PROSES KEPERAWATAN<br />1. Pengertian <br />a. Tinjauan kembali riwayat klien untuk adanya stressor pencetus dan data signifikan tentang :<br />1. Kerentaan genetik-biologik (riwayat keluarga).<br />2. Peristiwa hidup yang menimbulkan stres dan kehilangan yang baru dialami.<br />3. Hasil dan alat pengkajian yang terstandarisasi untuk depresi.<br />4. Riwayat pengobatan.<br />5. Riwayat pendidikan dan pekerjaan.<br />b. Catat ciri-ciri respon psikologik, kognitif, emosional dan prilaku dari individu dengan gangguan mood.<br />c. Kaji adanya faktor resiko bunuh diri dan letalitas prilaku bunuh diri :<br />1. Tujuan klien misalnya agar terlepas dari stres, solusi masalah yang sulit.<br />2. Rencana bunuh diri termasuk apakah klien memiliki rencana yang teratur dan cara-cara melaksanakan rencana tersebut.<br />3. Keadaan jiwa klien (misalnya adanya gangguan pikiran, tingkat gelisah, keparahan gangguan mood).<br />4. Sistem pendukung yang ada.<br />5. Stressor saat ini yang mempengaruhi klien, termasuk penyakit lain (baik psikiatrik maupun medik), kehilangan yang baru dialami dan riwayat penyalahgunaan zat.<br />d. Kaji sistem pendukung keluarga dan kaji pengetahuan dasar keluarga klien, atau keluarga tentang gejala, meditasi dan rekomendasi pengobatan gangguan mood, tanda-tanda kekambuhan dan tindakan perawatan diri.<br /><br />2. Diagnosa Keperawatan<br />Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada prilaku percobaan bunuh diri :<br />a. Dorongan yang kuat untuk bunuh diri berhubungan dengan gangguan alam perasaan : depresi.<br />b. Potensial untuk bunuh diri berhubungan dengan ketidakmampuan menangani stres, perasaan bersalah.<br />c. Koping yang tidak efektif berhubungan dengan ingin bunuh diri sebagai pemecahan masalah.<br />d. Potensial untuk bunuh diri berhubungan dengan keadaan stress yang tiba-tiba <br />e. Isolasi sosial berhubungan dengan usia lanjut atau fungsi tubuh yang menurun.<br />f. Gangguan konsep diri : harga diri rendah berhubungan dengan kegagalan (sekolah, hubungan interpersonal).<br /><br />3. Rencana Tindakan<br />Tujuan utama asuhan keperawatan adalah melindungi klien sampai ia dapat melindungi diri sendiri. Intervensi yang dibuat dan dilaksanakan terus mengacu pada etiologi dari diagnosa keperawatan serta sesuai dengan tujuan yang akan tercapai.<br />Menurut Stuart dan Sundeen (1997) dalam Keliat (1991 : 13) mengidentifikasi intervensi utama pada klien untuk prilaku bunuh diri yaitu :<br />a. Melindungi :<br />Merupakan intervensi yang paling penting untuk mencegah klien melukai dirinya. Tempatkan klien di tempat yang aman, bukan diisolasi dan perlu dilakukan pengawasan.<br />b. Meningkatkan harga diri<br />Klien yang ingin bunuh diri mempunyai harga diri yang rendah. Bantu klien mngekspresikan perasaan positif dan negatif. Berikan pujian pada hal yang positif.<br />c. Menguatkan koping yang konstruktif/sehat.<br />Perawat perlu mengkaji koping yang sering dipakai klien. Berikan pujian penguatan untuk koping yang konstruktif. Untuk koping yang destruktif perlu dimodifikasi/dipelajari koping baru.<br />d. Menggali perasaan<br />Perawat membantu klien mengenal perasaananya. Bersama mencari faktor predisposisi dan presipitasi yang mempengaruhi prilaku klien.<br />e. Menggerakkan dukungan sosial, untuk itu perawat mempunyai peran menggerakkan sistem sosial klien, yaitu keluarga, teman terdekat, atau lembaga pelayanan di masyarakat agar dapat mengontrol prilaku klien.<br /><br />4. Pelaksanaan<br />Tindakan keperawatan yang dilakukan harus disesuaikan dengan rencana keperawatan yang telah disusun. Sebelum melaksanakan tindakan yang telah direncanakan, perawat perlu memvalidasi dengan singkat apakah rencana tindakan masih sesuai dengan kebutuhannya saat ini (here and now). Perawat juga meniali diri sendiri, apakah mempunyai kemampuan interpersonal, intelektual, teknikal sesuai dengan tindakan yang akan dilaksanakan. Dinilai kembali apakah aman bagi klien, jika aman maka tindakan keperawatan boleh dilaksanakan.<br /><br />5. Evaluasi<br />a. Ancaman terhadap integritas fisik atau sistem dari klien telah berkurang dalam sifat, jumlah asal atau waktu.<br />b. Klien menggunakan koping yang adaptif.<br />c. Klien terlibat dalam aktivitas peningkatan diri.<br />d. Prilaku klien menunjukan kepedualiannya terhadap kesehatan fisik, psikologi dan kesejahteraan sosial.<br />e. Sumber koping klien telah cukup dikaji dan dikerahkan.Kumpulan Asuhan Keperawatanhttp://www.blogger.com/profile/17205248068027475773noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6705098767005013406.post-8261434807442639572010-05-02T22:05:00.000-07:002010-05-02T22:08:00.080-07:00LAPORAN PENDAHULUANGANGGUAN ANSIETAS/ KECEMASAN<div style="text-align: center;">LAPORAN PENDAHULUAN<br />ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN<br />GANGGUAN ANSIETAS/ KECEMASAN<br /></div><br />I. KONSEP DASAR<br />A. Pengertian<br />Ansietas sangat berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi ini tidak memiliki obyek yang spesifik. Kondisi dialami secara subyektif dan dikomunikasikan dalam hubungan interpersonal. Ansietas berbeda dengan rasa takut, yang merupakan penilaian intelektual terhadap sesuatu yang berbahaya. Ansietas adalah respon emosional terhadap penilaian tersebut. Kapasitas untuk menjadi cemas diperlukan untuk bertahan hidup, tetapi tingkat ansietas yang parah tidak sejalan dengan kehidupan (Stuart dan Sundeen, 1990, hal 75).<br /> Tingkat ansietas sebagai berikut:<br />1. Ansietas ringan, berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari- hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan menghasilkan lahan persepsinya. Ansietas dapat memotivasi bekpar dan menghasilkan pertumbuhan dan kreatifitas.<br />2. Ansietas sedang, memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada hal yang penting dan mengesampingkan yang lain. Sehingga seseorang mengalami perhatian yang selektif namun dapat melakukan sesuatu yang lebih terarah.<br />3. Ansietas berat, sangat mengurangi lahan persepsi seseorang. Seseorang cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik dan tidak dapat berfikir pada hal lain. Semua perilaku ditujukan untuk mengurangi ketegangan. Orang tersebut memerlukan banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pada satu area lain.<br />4. Tingkat panik dari ansietas, berhubungan dengan terperangah, ketakutan dari orang yang mengalami panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan. Panik melibatkan disorganisasi kepribadian. Dengan panik, terjadi peningkatan aktifitas motorik,menurunnya kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain, persepsi yang menyimpang dan kehilangan pemikiran yang rasional. Tingkat ansietas ini tidak sejalan dengan kehidupan, dan juga berlangsung terus dalam waktu yang lama, dapat terjadi kelelahan yang sangat, bahkan kematian.<br /><br />B. Rentang Respon Ansietas (Stuart & Sundeen, 1990)<br /><br /><br /><br />Respon Adaptif Respon Maladaptif<br /><br />Antisipasi Ringan Sedang Berat Panik<br /><br />C. Faktor Predisposisi<br />Berbagai teori telah dikembangkan untuk menjelaskan asal ansietas :<br />1. Dalam pandangan psikoanalitik, ansietas adalah konflik emosional yang terjadi antara dua elemen kepribadian, id dan superego. Id mewakili dorongan insting dan impuls primitif seseorang, sedangkan superego mencerminkan hati nurani seseorang dan dikendalikan oleh norma- norma budaya seseorang. Ego atau Aku, berfungsi menengahi hambatan dari dua elemen yang bertentangan dan fungsi ansietas adalah mengingatkan ego bahwa ada bahaya.<br />2. Menurut pandangan interpersonal, ansietas timbul dari perasaan takut terhadap tidak adanya penerimaan dari hubungan interpersonal. Ansietas juga berhubungan dengan perkembangan, trauma seperti perpisahan dan kehilangan sehingga menimbulkan kelemahan spesifik. Orang dengan harga diri rendah mudah mengalami perkembangan ansietas yang berat.<br />3. Menurut pandangan perilaku, ansietas merupakan produk frustasi yaitu segala sesuatu yang mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Daftar tentang pembelajaran meyakini bahwa individu yang terbiasa dalam kehidupan dininya dihadapkan pada ketakutan yng berlebihan lebih sering menunjukkan ansietas pada kehidupan selanjutnya.<br />4. Kajian keluarga menunjukkan bahwa gangguan ansietas merupakan hal yang biasa ditemui dalam suatu keluarga. Ada tumpang tindih dalam gangguan ansietas dan antara gangguan ansietas dengan depresi.<br />5. Kajian biologis menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor khusus benzodiazepine. Reseptor ini mungkin membantu mengatur ansietas penghambat dalam aminobutirik. Gamma neuroregulator (GABA) juga mungkin memainkan peran utama dalam mekanisme biologis berhubungan dengan ansietas sebagaimana halnya endorfin. Selain itu telah dibuktikan kesehatan umum seseorang mempunyai akibat nyata sebagai predisposisi terhadap ansietas. Ansietas mungkin disertai dengan gangguan fisik dan selanjutnya menurunkan kapasitas seseorang untuk mengatasi stressor.<br /><br />D. Faktor Presipitasi<br />Stressor pencetus mungkin berasal dari sumber internal atau eksternal. Stressor pencetus dapat dikelompokkan menjadi 2 katagori :<br />1. Ancaman terhadapintegritas seseorang meliputi ketidakmampuan fisiologis yang akan datang atau menurunnya kapasitas untuk melakukan aktifitas hidup sehari- hari.<br />2. Ancaman terhadap sistem diri seseorang dapat membahayakan identitas, harga diri dan fungsi sosial yang terintegrasi seseorang.<br /><br />E. Sumber Koping<br />Individu dapat mengalami stress dan ansietas dengan menggerakkan sumber koping tersebut di lingkungan. Sumber koping tersebut sebagai modal ekonomok, kemampuan penyelesaian masalah, dukungan sosial dan keyakinan budaya dapat membantu seseorang mengintegrasikan pengalaman yang menimbulkan stress dan mengadopsi strategi koping yang berhasil.<br /><br />F. Mekanisme Koping<br />Ketika mengalami ansietas individu menggunakan berbagai mekanisme koping untuk mencoba mengatasinya dan ketidakmampuan mengatasi ansietas secara konstruktif merupakan penyebab utama terjadinya perilaku patologis. Ansietas tingkat ringan sering ditanggulang tanpa yang serius.<br /><br /><br /><br />Tingkat ansietas sedang dan berat menimbulkan 2 jenis mekanisme koping:<br />1. Reaksi yang berorientasi pada tugas, yaitu upaya yang disadari dan berorientasi pada tindakan untuk memenuhi secara realitis tuntutan situasi stress.<br />2. Mekanisme pertahanan ego, membantu mengatasi ansietas ringan dan sedang, tetapi jika berlangsung pada tingkat sadar dan melibatkan penipuan diri dan distorsi realitas, maka mekanisme ini dapat merupakan respon maladaptif terhadap stress.<br /><br />II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN<br />A. Pengkajian<br />Ansietas dapat diekspresikan secara langsung melalui perubahan fisiologis dan perilaku. Secara tidaklangsung melalui timbulnya gejala atau mekanisme koping sebagai upaya untuk melawan ansietas.intensitas perilaku akan meningkat sejalan dengan peningkatan tingkat ansietas.<br />Masalah yang sering muncul pada gangguan ansietas adalah sebagai berikut:<br />a. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan.<br />b. Gangguan perilaku; kecemasan<br />c. Koping individu tak efektif<br />Pohon Masalah:<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />B. Diagnosa Keperawatan<br />1. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan gangguan perilaku; kecemasan<br />2. Gangguan perilaku; kecemasan berhubungan dengan koping individu tak efektif ditandai dengan klien tampak gelisah, tegang<br />C. Perencanaan<br />1. Diagnosa 1 : Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan gangguan perilaku ; kecemasan<br />TUM: Klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan<br />TUK: Klien mampu mengontrol rasa cemasnya<br />Intervensi:<br />a. BHSP dengan klien<br />• Memperkenalkan diri dengan sopan dan ekspresi wajah bersahabat<br />• Tanyakan nama klien<br />• Jabat tangan klien<br />b. Pasien akan terlindung dari bahaya<br />• Terima dan dukung pertahanan klien<br />• Kenalkan realita yang berhubungan dengan mekanisme koping klien<br />• Berikan umpan balik pada klien tentang perilaku, stressor dan sumber koping<br />c. Ciptakan lingkungan tenang dan jauh dari kegaduhan<br />d. Jauhkan klien dari benda yang berbahaya seperti benda tajam<br />2. Diagnosa 2 : Gangguan perilaku; kecemasan berhubungan dengan koping individu tak efektif ditandai dengan klien tampak gelisah, tegang<br />TUM: Klien dapat mengurangi dan mengontrol kecemasannya<br />TUK: Klien mengenal cara- cara untuk mengurangi kecemasannya<br />Intervensi:<br />a. Libatkan klien dalam aktivitas sehari- hari<br /> Beri aktivitas pada klien dan penguatan perilaku produktif.Berikan beberapa jenis latihan fisik<br /> Rencanakan jadwal atau daftar aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari.<br /> Libatkan keluarga dan sistem pendukung lain sebanyak mungkin<br /><br /><br />b. Klien dapat mengidentifikasi dan menguraikan perasaan tentang ansietas<br /> Bantu klien mengidentifikasi dan menguraikan perasaan yang mendasar.<br /> Kaitkan perilaku klien dengan perilaku dan perasaan tersebut.<br /> Gunakan pertanyaan terbuka untuk menghindari konflik<br />c. Klien dapat menguraikan rencana koping maladaptif dan adaptif<br /> Gali cara pasien menurunkan ansietasnya dimasa lalu<br /> Tunjukkan efek maladaptif dan destruktif dari respon koping sekarang.<br /> Dorong klien menggunakan respon adaptif yang efektif dimasa lalu.<br />D. Pelaksanaan<br /> Pelaksanaan disesuaikan dengan kondisi dan respon klien<br /><br />E. Evaluasi<br />1. Sudahkah ancaman terhadap integritas kulit atau sistem dari pasien berkurang dalam sifat, jumlah, asal dan waktunya ?<br />2. Apakah perilaku klien mencerminkan ansietas tingkat ringan atau lebih ringan ?<br />3. Sudahkah sumber koping klien dikaji dan dikerahkan dengan adekuat?<br />4. Apakah klien mengenali ansietasnya sendiri dan mempunyai pandangan terhadap perasaan tersebut?<br />5. Apakah klien menggunakan respon koping adaptif?<br />6. Sudahkan klien belajar strategi adaptif baru untuk mengurangi ansietas?<br />7. Apakah klien menggunakan ansietas ringan untuk meningkatkan pertumbuhan atau perubahan personal?Kumpulan Asuhan Keperawatanhttp://www.blogger.com/profile/17205248068027475773noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-6705098767005013406.post-37180752462119267552010-05-02T21:52:00.000-07:002010-05-02T22:03:22.327-07:00LAPORAN PENDAHULUANPRILAKU KEKERASAN/ AGRESIFITAS<div style="text-align: center;">LAPORAN PENDAHULUAN<br />ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN<br />PRILAKU KEKERASAN/ AGRESIFITAS<br /></div><br />I. Konsep Teori<br />A. Pengertian<br />Prilaku kekerasan/ agresifitas adalah suatu tindakan kekerasan yang dinyatakan secara verbal yang ditunjukkan kepada benda,orang lain maupun dirinya sendiri. Prilaku tersebut sering kali berkaitan dengan perasaan marah, bermusuhan, melakukan ide-ide dorongan membunuh atau prosese psikotik lainnya seperti halusinasi, waham yang sering dijumpai pada pasien Schizoprenik. Prilaku terzsebut dapat berkembang secara lambat laun dan dapat pula secara mendadak tanpa ada tanda-tanda sebelumnya.<br />Pasien Schizoprenik dengan prilaku agresif destruktif pada umumnya tidak mengendalikan dirinya,oleh karena itu pengendalian dan kontrol dari pasien tersebut sepenuhnya berada ditangan perawat dan petugas lainnya.<br /><br />B. Tanda Dan Gejala Prilaku Kekerasan/Agresifitas :<br />1. Meningkatnya prilaku mondar-mandir<br />2. Rahang kencang,menggigit gigi, postur tubuh kaku<br />3. Tindakan terbuka dan agresif, destruksi yang diarahkan langsung pada objek-objek di lingkungan<br />4. peningkatan aktivitas motorik,mondar-mandir, gembira, peka rangsang, agitasi<br /><br />C. Faktor yang Berhubungan<br />1. Mungkin kecendrungan keluarga<br />2. Trauma pad sistem saraf pusat<br />3. Tidak berfungsinya sistemkeluarga, mengakibatkan prilaku seperti:<br />a. Penganiayaan atau pegabaian anak<br />b. Penolakan atau meninggalkan orang tua<br />c. Disiplin keras atau tidak konsisten<br />d. Deprivasi emsional<br />e. Orang tua penyalah guna zat<br />f. Orang tua tidak dapat diduga<br /><br />D. Penyebab Terjadinya Prilaku Kekerasan<br />1. Dari klien<br /> Kelemahan fisik<br /> Keputusasaan<br /> Ketidaberdayaan<br /> Percaya diri kurang<br />2. Dari lingkungan atau intaglase dengan orang lain<br /> Situasi lingkungan yang rebut<br /> Situasi yang padat<br /> Kritikan yang mengarah pada penghinaan<br /> Kehilangan orang yang dicintai<br /> Interaksi sosial dengan provokatif dan konflik<br /><br />E. Rentang Respon<br /><br /><br />Respon adaptif Respon Maladaptif <br /><br />Peningkatan diri Pertumbuhan peningkatan berisiko Prilaku destruktif diri tidak langsung Pencederaan diri Bunuh diri<br /><br /><br />II. Konsep Asuhan Keperawatan<br />A. Pengkajian<br />Dari pengkajian data pada pasien Schizofrenik dengan keadaan agresif destruktif sering kita jumpai tanda-tanda antara lain; ekspresi mata liar, muka tegang,mata merah,tangan dikepalkan, kadang-kadang gemetar,rahang mengatup, tak mau diajak berkomunaikasi, gelisah, jalan kesana-kemari tanpa tujuan, meggebrak meja,nada suara meninggi, berteriak, kehilangan kontrol dan pengendalian diri, mengeluarkan kata-kata ancaman untuk membunuh atau merusak benda,mengancam melukai diri sendiri atau orang lain, ada perasaan marah atau bermusuhan, rasa cemas, takut/ panik, merasa diri tak berharga atau tak berguna, ada perasaan berdosa yang berlebihan,ada halusinasi atau ilusi, ada waham.<br />Masalah utama :<br />a. Gangguan prilaku ; kekerasan<br />b. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungannya<br />c. Gangguan konsep diri ; harga diri rendah<br />Pohon Masalah<br />Resiko menncederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan<br /><br />Prilaku kekerasan<br /><br />Gangguan konsep diri ; harga diri rendah<br /><br />B. Diagnosa Keperawatan<br />1. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan kekerasan<br />2. Gangguan prilaku kekerasan berhubungan dengan gangguan konsep diri ; harga diri rendah<br /><br />C. Rencana Tindakan dan Intervensi<br />Tgl Diagnosa Kep Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi<br /> Resiko mencederai diri sendiri b/d prilaku kekerasan TUM : Klien dpt melanjutkan peran sesuai dg tanggung jawab<br />Tuk 1 : klien dpt membina hub. Saling percaya<br /><br />Tuk 2 : Klien dpt mengidentifikasi penyebab prilaku kekerasan<br /><br />Tuk 3: Klien dpt mengidentifikasi tanda-tanda prila- ku kekerasan<br /><br />Tuk 4 : Klien me- ngidentifikasi prilaku kekerasan yg biasa dilakukan <br /> Klien mau membalas salam<br /> Klien mau menjabat tangan<br /> Klien mau menyebut nama<br /> Klien mau tersenyum<br /> Klien mau kontak mata<br /> Klien mau mengetahui nama perawat<br /><br /> Klien mengungkapkan perasaannya<br /> Klien dapat mengungkapkan penyebab jengkel/ kesal (dari diri sendiri, lingkungan /orang lain)<br /><br /> Klien dpt mengungkapkan perasaan marah/ jengkel<br /> Klien dapat menyimpulkan tanda-tanda jengkel/ kesal yg dialami<br /><br /> Klien dapat mengungkapkan prilaku kekerasan yg dilakukan<br /> Klien dapat bermain peran dengan prilaku kekerasan yg biasa dilakukan<br /><br /> Beri salam/ panggil nama<br /> Sebut nama perawat sambil jabat tangan<br /> Jelaskan maksud hubungan interaksi<br /> Jelaskan kontrak yang akan dibuat<br /> Beri rasa aman dan empati<br /> Lakukan kontak sing kat tapi sering<br /><br /><br /> Beri kesempatan untuk mengungkapkan pe- rasaannya<br /> Bantu klien meng- ungkapkan penyebab perasaan jengkel / kesal<br /><br /><br /> Anjurkan klien me-ngungkapkan yang dialami dan dirasa-kan saat jengkel / kesal<br /> Observasi tanda pri- laku kekerasan pada klien<br /> Klien tanda-tanda jengkel/ kesal yang dialami klien<br /><br /> Anjurkan klien untuk mengungkapkan prilaku kekerasan yang biasa dilakukan klien<br /> Bantu klien bermain peran sesuai dengan prilaku kekerasan yg biasa dilakukan<br /><br />Tuk 5: klien dpt mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan<br /><br />Tuk 6: klien dpt mengidentifikasi cara konstrutitif dalam berespon thd kemarahan<br /><br />Tuk 7 : klien dpt mendemontrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan<br /><br />Tuk 8: klien men-dapat dukungan keluarga dalam me ngontrol prilaku kekerasan<br /><br /><br /> Klien dapat mengetahui cara yg biasa dapat menyelesaikan masalah/ tidak<br /> Klien dapat menjelaskan akibat dan cara yang digunakan klien<br /><br /> Klien dapat melak-sanakan cara berespon yg baik terhadap kemarahan secara kontruktif<br /><br /><br /> Klien dapat mende-montrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan<br /> Fisik, tingkah laku, nafas verbal mengatakan secara langsung tidak menyakiti<br /> Spiritual sembahyang<br /><br /> Keluarga klien dpt me-nyebutkan cara mera-wat klien yg berperila-ku kekerasan<br /> Mengungkapkan rasa puas dan merawat klien<br /> Bicara dengan klien apakah dengan cara klien lakukan masalah bias selesai<br /> Bicara akibat/ keru-sakan dan cara yang dilakukan klien<br /> Bersama klien me- nyimpulkan akibat cara-cara yang di-gunakan oleh klien<br /><br /> Tanyakan pada klien apakah ia ingin mem peroleh cara baru yang sehat<br /> Tanyakan pada klien apakah ia ingin mempelajari cara baru yg sehat<br /> Berikan pujian jika mengetahui cara lain yang sehat<br /><br /> Diskusikan dg klien cara lain yang sehat<br /> Bantu klien mempe- lajari cara-cara yg paling baik untuk klien<br /> Bantu klien mengi-dentifikasi manfaat yang dipilih<br /> Beri rensfoncement positif<br /> Anjurkan klien menggunakan cara yang telah dipilih saat jengkel/ marah<br /> Identifikasi kemam-puan klg dlm mera-wat klien dari sikap apa yang telah dila-kukan klg thd klien selama ini<br /><br />Tuk 9 : klien dapat menggunakan obat yang benar <br /><br /> Kilen dpt menyebutkan obat-obat yang diminum dan kegunaannya<br /> Klien dpt minum obat sesuai dengan program pengobatan Jelaskan peran serta klg dalam merawat klien<br /> Bantu klg mende-montrasikan cara merawat klien<br /> Jelaskan jenis-jenis obat yang diminum klien pd klien dan keluarga<br /> Diskusikan manfaat minum obat dan kerugian berhenti minum obat tanpa seizing dokter<br /> Jelaskan prinsip benar minum obat<br /> Anjurkan klien minta obat dan minum obat tepat waktu<br /> Anjurkan klien melapor perawat/ dokter jika merasa efek yang tidak menyenangkan<br /> Beri pujian jika klien minum obat dengan benarKumpulan Asuhan Keperawatanhttp://www.blogger.com/profile/17205248068027475773noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6705098767005013406.post-15394553643878983822010-05-02T21:30:00.001-07:002010-05-02T21:45:26.624-07:00LAPORAN PENDAHULUAN KEHAMILAN EKTOPIK<div style="text-align: center;">LAPORAN PENDAHULUAN<br />PASIEN DENGAN KEHAMILAN EKTOPIK<br /></div><br /><br />A. Konsep Dasar Kehamilan Ektopik<br />1. Pengertian<br />Gangguan reproduksi yang berkaitan dengan kegagalan dalam proses nidasi yang benar, terus meningkat dalam 15 tahun belakangan ini. Bukan saja di Amerika Serikat tapi juga di seluruh dunia. Saat ini lebih dari 1 dalam 1000 kehamilan di Amerika Serikat merupakan kehamilan ektopik. Resiko kematian akibat kehamilan di luar rahim 10 kali lebih besar daripada persalinan pervaginam dan 50 kali lebih besar daripada abortus induksi. (Donmanf, 1983)<br /> Kehamialn ektopik ialah kehamilan, dimana ovum yang dibuahi berimplantasi dan tumbuh tidak di tempat yang normal yakni dalam endometrium kavum uteri, melainkan pada tempat seperti tuba fallopi (paling sering), ovarium,omentum dan serviks. Istilah kehamilan ektopik lebih tepat dari istilah ekstra uterin (kehamilan yang berlokasi di luar uterus) ,oleh karena terdapat beberapa jenis kehamialn ektopik. Misalnya pada kehamilan Pars Interstisialis Tubae dan kehamilan pada serviks uteri.<br /><br />2. Penyebab<br />Berikut ini beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya kehamilan ektopik :<br />a. Faktor-faktor mekanis yang mencegah atau menghambat perjalanan ovum yang telah dibuahi ke dalam kavum uteri.<br /> Salpingitis, khususnya endosalpingitis yang menyebabakan aglutinasi lipatan arboresen mokosa tuba dengan penyempitan lumen atau pembentukan kantong-kantong buntu.<br /> Adhesi Peritubal setelah pasca abortus atau infeksi masa nifas, apendisitis ataupun endometriosis.<br /> Kelainan pertumbuhan tuba, khususnya divertikulum,ostium asesorius dan hipoplasia.<br /> Kehamilan ektopik sebelumnya, dansesudah sekali mengalami kehamilan ektopik.<br /> Pembedahan sebelumnya pada tuba.<br /> Abortus induksi yang dilakukan lebih dari satu kali akan memperbesar risiko terjadinya kehanilan ektopik.<br /> Tumor yang mengubah bentuk tuba, seperti mioma uteri dan benjolan pada adneksa.<br /> Penggunaan alat kontrasepsi.<br />b. Faktor-faktor fungsional yang memperlambat perjalan ovum yang telah dibuahi ke dalam kavum uteri.<br /> Migrasi eksternal ovum menyebabkan kelambatan pengangkutan ovum yang telah dibuahi lewat saluran tuba atau oviduk.<br /> Refluks Menstrual. Kelambatan fertilisasi ovum dengan perdarahan menstruasi, dapat mencegah masuknya ovum ke dalam uterus atau menyebabakan ovum tersebut berbalik ke dalam tuba.<br /> Berubahnya motilitas tuba dapat terjadinya mengikuti perubahan pada kadar estrogen dan progesterone dalam serum<br />c. Peningkatan atau daya penerimaan mukosa tuba terhadap ovum yang telah di buahi. Unsur-unsur ektopik endometrium dapat meningkatkan implantasi dalam tuba.<br /><br />3. Patofisiologi<br />Salah satu fungsi saluran telur yaitu untuk membesarkan hasil konsepsi (zigot) sebelum turun dalam rahim.Tetapi oleh beberapa sebab terjadi gangguan dari perjalanan hasil konsepsi dan tersangkut serta tumbuh dalam tuba.<br /> Saluran telur bukan tempat ideal untuk tumbuh kembang hasil konsepsi. Disamping itu penghancuran pembuluh darah oleh proses proteolitik jonjot koreon menyebabkan pecahnya pembuluh darah.Gangguan perjalanan hasil konsepsi sebagian besar karena infeksi yang menyebabkan perlekatan saluran telur. Pembuluh darah pecah karena tidak mempunyai kemampuan berkontraksi maka pendarahan tidak dapat dihentikan dan tertimbun dalam ruang abdomen. Perdarahan tersebut menyebabkan perdarahan tuba yang dapat mengalir terus ke rongga peritoneum dan akhirnya terjadi rupture, nyeri pelvis yang hebat dan akan menjalar ke bahu.<br /> Ruptur bisa terjadi pada dinding tuba yang mengalami mesosalping yaitu darah mengalir antara 2 lapisan dari mesosalping dan kemudian ke ligamentum lalum. Perubahan uterus dapat ditemukan juga pada endometrium. Pada suatu tempat tertentu pada endometirum terlihat bahwa sel-sel kelenjar membesar dan hiper skromatik, sitoplasma menunjukan vakualisasi dan batas antara sel-sel menjadi kurang jelas. Perubahan ini disebabkan oleh stimulasi dengan hormon yang berlebihan yang ditemukan dalam endometrium yang berubah menjadi desidua. Setelah janin mati desidua mengalami degenerasi dan dikeluarkan sepotong demi sepotong. Pelepasan desidua ini disertai dengan pendarahan dan kejadian ini menerangkan gejala perdarahan pervaginam pada kehamilam ektopik yang terganggu<br /><br />4. Komplikasi<br />Ada beberapa komplikasi yang muncul mungkin terjadi pada kehamilan ektopik,antara lain :<br />a) Pada pengobatan konservatif, yaitu apabila ada ruptur tuba telah lama berlangsung (4-6 minggu), terjadi perdarahan ulang (recurrent bleeding) ini merupakan indikasi operasi.<br />b) Dapat menyebabakan infeksi.<br />c) Terjadi subileus karena terdapat massa pada pelvis.<br />d) Terjadi sterilitas.<br />e) Apabila perdarahan terjadi secara terus-menerus maka bisa terjadi anemia akibat kekurangan darah.<br /><br /><br />5. Tanda dan Gejala<br />a. Adanya amenore, walaupun hanyapendek saja sebelum diikuti oleh perdarahan.<br />b. Terjadi perdarahan yang berlangsung kontinu dan biasanya berwarna hitam.<br />c. Timbul rasa nyeri pada perut bawah yang sering bertambah dan keras. Nyeri ini biasanya timbul mendadak, dapat lokal atau difus.<br />d. Keadaan umum pasien : tergantung dari banyaknya darah yang keluar dari tuba, keadaan umum adalah kurang lebih normal sampai gawat dengan syok berat dan anemi. Suhu badan agak meningkat pada abortus tuba yang sudah berlangsung beberapa waktu.<br />e. Pada abortus tuba terdapat terdapat nyeri tekan di perut bagian bawah di sisi uterus dan pada pemeriksaan luar atau pemeriksaan bimanual ditemukan tumor yang tidak begitu padat. Dan akan terasa nyeri sekali pada pemeriksaan panggul, terutama di daerah kavum douglasi dan sewaktu serviks digerakan.<br />f. Terjadi pembesaran uterus sampi 2 kali ukuran normal.<br />g. Terjadi penekan pada daerah rektum.<br /><br />6. Gambaran Klinik / Manifestasi Klinik<br />a. Kehamilan yang muda dan tidak terganggu, ada gejala-gejala, seperti kehamilan normal yaitu amenore, enek, sampai muntah.<br />b. Amenore diikuti perdarahan yang berlangsung cuckup lama dan darah berwarna kehitaman.<br />c. Rasa nyeri kiri/kanan pada perut bagian bawah.<br />d. Uterus yang terus membesar dan lembek seperti pada kehamialn intra uterin. Pada kehamilan 2 bulan selain uterus membesar ditemukan tumor yang lembek dan licin.<br />e. Tergantung dari banyaknya darah yang keluar ke rongga perut, penderita tampak biasa saja atau tampak anemis, suhu badan agak naik.<br />f. Perut membesar menunjukan tanda-tanda rangsanga peritoneum debgab nyeri keras pada palpasi, kadang ditemukan adanya cairan bebas dalam rongga perut.<br />7. Penatalaksanaan Medis<br />a. Penderita yang disangka mengalami kehamilan ektopik terganggu (KET) harus dirawat inap di rumah sakit untuk penanggulangannya.<br />b. Bila wanita mengalami atau dalam keadaan syok, maka perbaiki keadaan umumnya dengan cairan yang cukup (dekstrosa 5%, glukosa 5%, garam fisiologi dan tranfusi darah).<br />c. Sisa-sisa darah dikeluarkan dan dibersihkan sedapat mungkin supaya penyembuhan luka lebih cepat.<br />d. Berikan antibiotic yang cukup dan obat anti inflamasi.<br />e. Setelah diagnosa jelas, segara lakukan tindakan lapratomi untuk menghilangkan sumber perdarahan : dicari, diklem, dan dieksisi sebersih mungkin kemudian diikat sebaik-baiknya.<br />f. Salpingektomi : mengangkat kehamilan yang kecil dengan panjang kurang dari 2 cm dan terletak dalam bagian 1/3 distal tuba fallopi, tempat perdarahan dikendalikan dengan elektro atau laser dan luka insisi dibiarkan tanpa penjahitan sampai sembuh sendiri.<br /><br /><br />B. Askep pada Kehamilan Ektopik<br />1. Pengkajian<br />a. Identitas Pasien<br />b. Alasan Dirawat<br />• Keluhan utama : mual, muntah, nyeri abdomen<br />• Riwayat penyakit<br />- menanyakan penyakit yang pernah diderita pasien sebelumnya<br />- menanyakan penyakit yang sedang dialami sekarang<br />- menanyakan apakah pasien pernah menjalani operasi<br /><br />• Riwayat keluarga<br />- menanyakan apakah di keluarga pasien ada anggota keluarga yang menderita penyakit menular kronis<br />- menanyakan apakah dari pihak keluarga ibu atau suaminya ada yang memiliki penyakit keturunan<br />- menanyakan apakah dari pihak keluarga ibu atau suaminya pernah melahirkan atau hamil anak kembar dengan komplikasi.<br /><br />• Riwayat obstetrik:<br />- menanyakan siklus menstruasi apakah teratur atau tidak<br />- menanyakan berapa kali ibu itu hamil<br />- menanyakan berapa lama setelah anak dilahirkan dapat menstruasi dan berapa banyak pengeluaran lochea<br />- menanyakan jika datang menstruasi terasa sakit<br />- menanyakan apakah pasien pernah mengalami abortus<br />- menanyakan apakah di kehamilan sebelumnya pernah mengalami kelainan<br />- menanyakan apakah anak sakit panas setelah dilahirkan<br />- menanyakan apakah pasien menggunakan alat kontrasepsi dalam rahim<br /><br />c. Data Bio-Psiko-Sosial-Spiritual (Data Fokus)<br />1. Makan minum<br />tanda : nafsu makan menurun (anoreksia), mual muntah, mukosa bibir kering, pucat.<br />2. Eliminasi<br />tanda : BAB konstipasi, nyeri saat BAB<br /> BAK Sering kencing<br />3. Aktivitas<br />tanda : nyeri perut saat mengangkat benda berat, terlihat oedema pada ekstremitas bawah (tungkai kaki)<br />d. Pemeriksaan Umum<br />1. Inspeksi<br />• terlihat tanda cullen yaitu sekitar pusat atau linia alba kelihatan biru, hitam dan lebam<br />• terlihat gelisah, pucat, anemi, nadi kecil, tensi rendah<br />2. Pada palpasi perut dan perkusi<br />• terdapat tanda-tanda perdarahan intra abdominal (shifting dullness)<br />• nyeri tekan hebat pada abdomen<br />• Douglas crisp: rasa nyeri hebat pada penekanan kavum Douglasi<br />• Kavum douglasi teraba menonjol karena terkumpulnya darah.<br />• Teraba massa retrouterin (massa pelvis)<br />3. Nyeri bahu karena perangsangan diafragma<br />4. Nyeri ayun saat menggerakkan porsio dan servik ibu akan sangat sakit<br /> <br />e. Pemeriksaan Diagnostic<br />1. Pemeriksaan laboratorium<br />• pemeriksaan Hb setiap satu jam menunjukkan penurunan kadar Hb<br />• timbul anemia bila telah lewat beberapa waktu<br />• leukositosis ringan ( < 15000)<br />2. Pemeriksaan tes kehamilan<br />• tes baru yang lebih sensitive berguna karena lebih mungkin positif pada kadar HCG yang lebih rendah<br />3. Pemeriksaan kuldosintesis<br />• untuk mengetahui adakah darah dalam kavum douglasi<br />• untuk memastikan perdarahan intraperitonial dan dapat memberikan hasil negative palsu atau positif palsu<br />4. Diagnostic laparoskopi<br />• untuk mendiagnosis penyakit pada organ pelvis termasuk kehamilan ektopik<br /><br /><br />5. Ultra sonografi (USG)<br />• untuk mendiagnosis kehamilan tuba dimana jika kantong ketuban bisa terlihat dengan jelas dalam kavum uteri maka kemungkinan kehamilan ektopik terjadi<br />6. Diagnostic kolpotomi<br />• infeksi langsung tuba fallopi dan ovarium. Prosedur ini tidak dilakukan lagi karena hasil kurang memuaskan<br />7. Diagnostic kuretase<br />• pembedahan antara abortus iminens atau inkomplitus pada kehamilan intrauteri dengan kehamilan tuba. Ditemukannya desidua saja dalam hasil kuret uterus yang menunjukan kehamilan ekstrauteri.<br /><br />2. Pohon Masalah<br /><br />saluran telur<br /><br />untuk membesarkan hasil konsepsi<br /><br />terjadi gangguan hasil konsepsi dan tersangkut di tuba<br /><br />infeksi<br /><br />peningkatan infeksi tuba<br /><br />Rupture Tuba<br /><br />Perdarahan<br /><br />Anemia<br /><br />Kelemahan<br /><br />Penurunan Aktivitas<br /><br />Gangguan Mobilitas Fisik<br /><br /><br />3. Diagnosa Keperawatan Dan Rencana Intervensi<br />a. Gangguan rasa nyaman : nyeri b/d trauma jaringan sekunder akibat pembedahan perut<br />Rencana Intervensi :<br />Oservasi tanda vital<br /><ul><li>Kaji tingkat nyeri yang dirasakan pasien</li><li>Ajarkan tekhnik distraksi dan relaksasi</li><li>Beri posisi yang nyaman</li><li>Perhatikan lingkungan yang nyaman</li><li>Kolaboratif pemberian analgetik</li></ul>b. Kurang pengetahuan b/d kurang informasi tentang kehamilan ektopik<br />Rencana intervensi :<br /><ul><li> Diskusikan gejala infeksi luka yang harus dilaporkan kepada dokter</li><li> Jelaskan pentingnya waktu istirahat berencana</li><li> Tekankan pentingnya mencegah kehamilan dalam waktu 2-4 bulan atau sesuai indikasi</li><li> Jelaskan bahwa kemampuan untuk melahirkan dapat menurun khususnya jika kehamilan tuba disebabkan oleh infeksi pelvis atau anomali tuba</li></ul>c. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan sekunder akibat anemia<br />Rencana intervensi :<br /><ul><li> Observasi tanda vital setelah aktivitas</li><li> Bantu pasien untuk ambulasi dini dan meningkatkan aktivitas secara bertahap</li><li> Anjurkan untuk meningkatkan asupan nutrisi tinggi Fe dan tinggi protein</li><li> Delegatif pemberian transfusi darah dan cairan parentral</li></ul>d. Berduka b/d kehilangan janin<br />Rencana intervensi :<br /><ul><li> Beri kesempatan pasien untuk mengungkapkan perasaan</li><li> Biarkan pasien secara verbal mengekspresikan tentang perasaannya</li><li> Beri motivasi kepada orang terdekat untuk memberi dukungan</li><li> Beri dukungan untuk melanjutkan aktivitas</li></ul>e. Risiko kekurangan volume cairan b/d ketidakadekuatan masukkan cairan dan kehilangan cairan sekunder<br /><ul><li>Pantau intake dan output</li><li> Observasi tanda vital</li><li> Delegatif dalam pemberian cairan intravena</li></ul>f. Risiko terjadi infeksi b/d luka operasi dan pemasangan alat-alat perawatan<br /><ul><li>Beri KIE tentang hal-hal yang dapat menyebabkan infeksi</li><li> Rawat luka secara steril</li><li> Beri perawatan terhadap dower kateter dan rawat lokasi tempat pemasangan infus</li><li> Kolaborasi dalam pemberian antibiotika</li></ul>g. Risiko terhadap konstipasi b/d penurunan peristaltik sekunder akibat dari efek anastesi pembedahan<br /><ul><li> Mobilisasi pasien secepatnya di tempat tidur secara bertahap : miring kanan dan kiri, menggerakkan kaki dan tungkai</li></ul><ul><li>Pertahankan kehangatan pasien</li></ul><br />4. Evaluasi<br />a. nyeri pada abdomen berkurang<br />b. pengetahuan pasien bertambah<br />c. pasien mampu kembali beraktivitas<br />d. pasien mengungkapkan perasaannya tenang / sudah membaik<br />e. kebutuhan cairan pasien terpenuhi / adekuat<br />f. infeksi tidak menjadi actual<br />g. pasien mampu untuk eleminasi (BAB) secara normal sesuai kebiasaan<br /><br /><br />Daftar Pustaka<br /><br />1. Bagian Obstetri dan Ginekologi Fk. Padjajaran, 1984. Obstetri Patologi Bandung. Elstar Ofset<br />2. Cunningham, Mac Donald, 1995. Obstetri Williams Edisi 18. Jakarta : EGC<br />3. Manuaba Ida Bagus Gede, 1999. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta : Arcan<br />4. Prawirohardjo Sarwono, 1989. Ilmu Kandungan. Jakarta: Bina Pustaka<br />5. Richard, dkk. Kedaruratan Obstetri Edisi 3<br />6. Rustam Mochtar, MPH, 1998. Sinopsis Obstetri. Jakarta: EGCKumpulan Asuhan Keperawatanhttp://www.blogger.com/profile/17205248068027475773noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-6705098767005013406.post-18882885647105150002010-05-02T21:30:00.000-07:002010-05-31T06:19:55.224-07:00LAPORAN PENDAHULUAN KEHAMILAN EKTOPIKLAPORAN PENDAHULUAN<br /> PASIEN DENGAN KEHAMILAN EKTOPIK<br /><br /><br />A. Konsep Dasar Kehamilan Ektopik<br />1. Pengertian<br />Gangguan reproduksi yang berkaitan dengan kegagalan dalam proses nidasi yang benar, terus meningkat dalam 15 tahun belakangan ini. Bukan saja di Amerika Serikat tapi juga di seluruh dunia. Saat ini lebih dari 1 dalam 1000 kehamilan di Amerika Serikat merupakan kehamilan ektopik. Resiko kematian akibat kehamilan di luar rahim 10 kali lebih besar daripada persalinan pervaginam dan 50 kali lebih besar daripada abortus induksi. (Donmanf, 1983)<br /> Kehamialn ektopik ialah kehamilan, dimana ovum yang dibuahi berimplantasi dan tumbuh tidak di tempat yang normal yakni dalam endometrium kavum uteri, melainkan pada tempat seperti tuba fallopi (paling sering), ovarium,omentum dan serviks. Istilah kehamilan ektopik lebih tepat dari istilah ekstra uterin (kehamilan yang berlokasi di luar uterus) ,oleh karena terdapat beberapa jenis kehamialn ektopik. Misalnya pada kehamilan Pars Interstisialis Tubae dan kehamilan pada serviks uteri.<br /><br />2. Penyebab<br />Berikut ini beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya kehamilan ektopik :<br />a. Faktor-faktor mekanis yang mencegah atau menghambat perjalanan ovum yang telah dibuahi ke dalam kavum uteri.<br /> Salpingitis, khususnya endosalpingitis yang menyebabakan aglutinasi lipatan arboresen mokosa tuba dengan penyempitan lumen atau pembentukan kantong-kantong buntu.<br /> Adhesi Peritubal setelah pasca abortus atau infeksi masa nifas, apendisitis ataupun endometriosis.<br /> Kelainan pertumbuhan tuba, khususnya divertikulum,ostium asesorius dan hipoplasia.<br /> Kehamilan ektopik sebelumnya, dansesudah sekali mengalami kehamilan ektopik.<br /> Pembedahan sebelumnya pada tuba.<br /> Abortus induksi yang dilakukan lebih dari satu kali akan memperbesar risiko terjadinya kehanilan ektopik.<br /> Tumor yang mengubah bentuk tuba, seperti mioma uteri dan benjolan pada adneksa.<br /> Penggunaan alat kontrasepsi.<br />b. Faktor-faktor fungsional yang memperlambat perjalan ovum yang telah dibuahi ke dalam kavum uteri.<br /> Migrasi eksternal ovum menyebabkan kelambatan pengangkutan ovum yang telah dibuahi lewat saluran tuba atau oviduk.<br /> Refluks Menstrual. Kelambatan fertilisasi ovum dengan perdarahan menstruasi, dapat mencegah masuknya ovum ke dalam uterus atau menyebabakan ovum tersebut berbalik ke dalam tuba.<br /> Berubahnya motilitas tuba dapat terjadinya mengikuti perubahan pada kadar estrogen dan progesterone dalam serum<br />c. Peningkatan atau daya penerimaan mukosa tuba terhadap ovum yang telah di buahi. Unsur-unsur ektopik endometrium dapat meningkatkan implantasi dalam tuba.<br /><br />3. Patofisiologi<br />Salah satu fungsi saluran telur yaitu untuk membesarkan hasil konsepsi (zigot) sebelum turun dalam rahim.Tetapi oleh beberapa sebab terjadi gangguan dari perjalanan hasil konsepsi dan tersangkut serta tumbuh dalam tuba.<br /> Saluran telur bukan tempat ideal untuk tumbuh kembang hasil konsepsi. Disamping itu penghancuran pembuluh darah oleh proses proteolitik jonjot koreon menyebabkan pecahnya pembuluh darah.Gangguan perjalanan hasil konsepsi sebagian besar karena infeksi yang menyebabkan perlekatan saluran telur. Pembuluh darah pecah karena tidak mempunyai kemampuan berkontraksi maka pendarahan tidak dapat dihentikan dan tertimbun dalam ruang abdomen. Perdarahan tersebut menyebabkan perdarahan tuba yang dapat mengalir terus ke rongga peritoneum dan akhirnya terjadi rupture, nyeri pelvis yang hebat dan akan menjalar ke bahu.<br /> Ruptur bisa terjadi pada dinding tuba yang mengalami mesosalping yaitu darah mengalir antara 2 lapisan dari mesosalping dan kemudian ke ligamentum lalum. Perubahan uterus dapat ditemukan juga pada endometrium. Pada suatu tempat tertentu pada endometirum terlihat bahwa sel-sel kelenjar membesar dan hiper skromatik, sitoplasma menunjukan vakualisasi dan batas antara sel-sel menjadi kurang jelas. Perubahan ini disebabkan oleh stimulasi dengan hormon yang berlebihan yang ditemukan dalam endometrium yang berubah menjadi desidua. Setelah janin mati desidua mengalami degenerasi dan dikeluarkan sepotong demi sepotong. Pelepasan desidua ini disertai dengan pendarahan dan kejadian ini menerangkan gejala perdarahan pervaginam pada kehamilam ektopik yang terganggu<br /><br />4. Komplikasi<br />Ada beberapa komplikasi yang muncul mungkin terjadi pada kehamilan ektopik,antara lain :<br />a) Pada pengobatan konservatif, yaitu apabila ada ruptur tuba telah lama berlangsung (4-6 minggu), terjadi perdarahan ulang (recurrent bleeding) ini merupakan indikasi operasi.<br />b) Dapat menyebabakan infeksi.<br />c) Terjadi subileus karena terdapat massa pada pelvis.<br />d) Terjadi sterilitas.<br />e) Apabila perdarahan terjadi secara terus-menerus maka bisa terjadi anemia akibat kekurangan darah.<br /><br /><br />5. Tanda dan Gejala<br />a. Adanya amenore, walaupun hanyapendek saja sebelum diikuti oleh perdarahan.<br />b. Terjadi perdarahan yang berlangsung kontinu dan biasanya berwarna hitam.<br />c. Timbul rasa nyeri pada perut bawah yang sering bertambah dan keras. Nyeri ini biasanya timbul mendadak, dapat lokal atau difus.<br />d. Keadaan umum pasien : tergantung dari banyaknya darah yang keluar dari tuba, keadaan umum adalah kurang lebih normal sampai gawat dengan syok berat dan anemi. Suhu badan agak meningkat pada abortus tuba yang sudah berlangsung beberapa waktu.<br />e. Pada abortus tuba terdapat terdapat nyeri tekan di perut bagian bawah di sisi uterus dan pada pemeriksaan luar atau pemeriksaan bimanual ditemukan tumor yang tidak begitu padat. Dan akan terasa nyeri sekali pada pemeriksaan panggul, terutama di daerah kavum douglasi dan sewaktu serviks digerakan.<br />f. Terjadi pembesaran uterus sampi 2 kali ukuran normal.<br />g. Terjadi penekan pada daerah rektum.<br /><br />6. Gambaran Klinik / Manifestasi Klinik<br />a. Kehamilan yang muda dan tidak terganggu, ada gejala-gejala, seperti kehamilan normal yaitu amenore, enek, sampai muntah.<br />b. Amenore diikuti perdarahan yang berlangsung cuckup lama dan darah berwarna kehitaman.<br />c. Rasa nyeri kiri/kanan pada perut bagian bawah.<br />d. Uterus yang terus membesar dan lembek seperti pada kehamialn intra uterin. Pada kehamilan 2 bulan selain uterus membesar ditemukan tumor yang lembek dan licin.<br />e. Tergantung dari banyaknya darah yang keluar ke rongga perut, penderita tampak biasa saja atau tampak anemis, suhu badan agak naik.<br />f. Perut membesar menunjukan tanda-tanda rangsanga peritoneum debgab nyeri keras pada palpasi, kadang ditemukan adanya cairan bebas dalam rongga perut.<br />7. Penatalaksanaan Medis<br />a. Penderita yang disangka mengalami kehamilan ektopik terganggu (KET) harus dirawat inap di rumah sakit untuk penanggulangannya.<br />b. Bila wanita mengalami atau dalam keadaan syok, maka perbaiki keadaan umumnya dengan cairan yang cukup (dekstrosa 5%, glukosa 5%, garam fisiologi dan tranfusi darah).<br />c. Sisa-sisa darah dikeluarkan dan dibersihkan sedapat mungkin supaya penyembuhan luka lebih cepat.<br />d. Berikan antibiotic yang cukup dan obat anti inflamasi.<br />e. Setelah diagnosa jelas, segara lakukan tindakan lapratomi untuk menghilangkan sumber perdarahan : dicari, diklem, dan dieksisi sebersih mungkin kemudian diikat sebaik-baiknya.<br />f. Salpingektomi : mengangkat kehamilan yang kecil dengan panjang kurang dari 2 cm dan terletak dalam bagian 1/3 distal tuba fallopi, tempat perdarahan dikendalikan dengan elektro atau laser dan luka insisi dibiarkan tanpa penjahitan sampai sembuh sendiri.<br /><br /><br />B. Askep pada Kehamilan Ektopik<br />1. Pengkajian<br />a. Identitas Pasien<br />b. Alasan Dirawat<br />• Keluhan utama : mual, muntah, nyeri abdomen<br />• Riwayat penyakit<br />- menanyakan penyakit yang pernah diderita pasien sebelumnya<br />- menanyakan penyakit yang sedang dialami sekarang<br />- menanyakan apakah pasien pernah menjalani operasi<br /><br />• Riwayat keluarga<br />- menanyakan apakah di keluarga pasien ada anggota keluarga yang menderita penyakit menular kronis<br />- menanyakan apakah dari pihak keluarga ibu atau suaminya ada yang memiliki penyakit keturunan<br />- menanyakan apakah dari pihak keluarga ibu atau suaminya pernah melahirkan atau hamil anak kembar dengan komplikasi.<br /><br />• Riwayat obstetrik:<br />- menanyakan siklus menstruasi apakah teratur atau tidak<br />- menanyakan berapa kali ibu itu hamil<br />- menanyakan berapa lama setelah anak dilahirkan dapat menstruasi dan berapa banyak pengeluaran lochea<br />- menanyakan jika datang menstruasi terasa sakit<br />- menanyakan apakah pasien pernah mengalami abortus<br />- menanyakan apakah di kehamilan sebelumnya pernah mengalami kelainan<br />- menanyakan apakah anak sakit panas setelah dilahirkan<br />- menanyakan apakah pasien menggunakan alat kontrasepsi dalam rahim<br /><br />c. Data Bio-Psiko-Sosial-Spiritual (Data Fokus)<br />1. Makan minum<br />tanda : nafsu makan menurun (anoreksia), mual muntah, mukosa bibir kering, pucat.<br />2. Eliminasi<br />tanda : BAB konstipasi, nyeri saat BAB<br /> BAK Sering kencing<br />3. Aktivitas<br />tanda : nyeri perut saat mengangkat benda berat, terlihat oedema pada ekstremitas bawah (tungkai kaki)<br />d. Pemeriksaan Umum<br />1. Inspeksi<br />• terlihat tanda cullen yaitu sekitar pusat atau linia alba kelihatan biru, hitam dan lebam<br />• terlihat gelisah, pucat, anemi, nadi kecil, tensi rendah<br />2. Pada palpasi perut dan perkusi<br />• terdapat tanda-tanda perdarahan intra abdominal (shifting dullness)<br />• nyeri tekan hebat pada abdomen<br />• Douglas crisp: rasa nyeri hebat pada penekanan kavum Douglasi<br />• Kavum douglasi teraba menonjol karena terkumpulnya darah.<br />• Teraba massa retrouterin (massa pelvis)<br />3. Nyeri bahu karena perangsangan diafragma <br />4. Nyeri ayun saat menggerakkan porsio dan servik ibu akan sangat sakit <br /> <br />e. Pemeriksaan Diagnostic<br />1. Pemeriksaan laboratorium <br />• pemeriksaan Hb setiap satu jam menunjukkan penurunan kadar Hb<br />• timbul anemia bila telah lewat beberapa waktu<br />• leukositosis ringan ( < 15000)<br />2. Pemeriksaan tes kehamilan<br />• tes baru yang lebih sensitive berguna karena lebih mungkin positif pada kadar HCG yang lebih rendah<br />3. Pemeriksaan kuldosintesis<br />• untuk mengetahui adakah darah dalam kavum douglasi <br />• untuk memastikan perdarahan intraperitonial dan dapat memberikan hasil negative palsu atau positif palsu<br />4. Diagnostic laparoskopi<br />• untuk mendiagnosis penyakit pada organ pelvis termasuk kehamilan ektopik<br /><br /><br />5. Ultra sonografi (USG)<br />• untuk mendiagnosis kehamilan tuba dimana jika kantong ketuban bisa terlihat dengan jelas dalam kavum uteri maka kemungkinan kehamilan ektopik terjadi<br />6. Diagnostic kolpotomi<br />• infeksi langsung tuba fallopi dan ovarium. Prosedur ini tidak dilakukan lagi karena hasil kurang memuaskan<br />7. Diagnostic kuretase<br />• pembedahan antara abortus iminens atau inkomplitus pada kehamilan intrauteri dengan kehamilan tuba. Ditemukannya desidua saja dalam hasil kuret uterus yang menunjukan kehamilan ekstrauteri.<br /><br />2. Pohon Masalah <br /><br />saluran telur<br /><br />untuk membesarkan hasil konsepsi<br /><br />terjadi gangguan hasil konsepsi dan tersangkut di tuba<br /><br />infeksi<br /><br />peningkatan infeksi tuba<br /><br />Rupture Tuba <br /><br />Perdarahan<br /><br />Anemia<br /><br />Kelemahan<br /><br />Penurunan Aktivitas<br /><br />Gangguan Mobilitas Fisik<br /><br /><br />3. Diagnosa Keperawatan Dan Rencana Intervensi<br />a. Gangguan rasa nyaman : nyeri b/d trauma jaringan sekunder akibat pembedahan perut<br />Rencana Intervensi :<br />Oservasi tanda vital<br />Kaji tingkat nyeri yang dirasakan pasien<br />Ajarkan tekhnik distraksi dan relaksasi<br />Beri posisi yang nyaman<br />Perhatikan lingkungan yang nyaman <br /> Kolaboratif pemberian analgetik<br />b. Kurang pengetahuan b/d kurang informasi tentang kehamilan ektopik<br />Rencana intervensi :<br /> Diskusikan gejala infeksi luka yang harus dilaporkan kepada dokter<br /> Jelaskan pentingnya waktu istirahat berencana<br /> Tekankan pentingnya mencegah kehamilan dalam waktu 2-4 bulan atau sesuai indikasi<br /> Jelaskan bahwa kemampuan untuk melahirkan dapat menurun khususnya jika kehamilan tuba disebabkan oleh infeksi pelvis atau anomali tuba<br />c. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan sekunder akibat anemia<br />Rencana intervensi :<br /> Observasi tanda vital setelah aktivitas<br /> Bantu pasien untuk ambulasi dini dan meningkatkan aktivitas secara bertahap<br /> Anjurkan untuk meningkatkan asupan nutrisi tinggi Fe dan tinggi protein<br /> Delegatif pemberian transfusi darah dan cairan parentral<br />d. Berduka b/d kehilangan janin<br />Rencana intervensi : <br /> Beri kesempatan pasien untuk mengungkapkan perasaan <br /> Biarkan pasien secara verbal mengekspresikan tentang perasaannya<br /> Beri motivasi kepada orang terdekat untuk memberi dukungan<br /> Beri dukungan untuk melanjutkan aktivitas<br />e. Risiko kekurangan volume cairan b/d ketidakadekuatan masukkan cairan dan kehilangan cairan sekunder<br /> Pantau intake dan output<br /> Observasi tanda vital <br /> Delegatif dalam pemberian cairan intravena<br />f. Risiko terjadi infeksi b/d luka operasi dan pemasangan alat-alat perawatan<br /> Beri KIE tentang hal-hal yang dapat menyebabkan infeksi<br /> Rawat luka secara steril<br /> Beri perawatan terhadap dower kateter dan rawat lokasi tempat pemasangan infus<br /> Kolaborasi dalam pemberian antibiotika<br />g. Risiko terhadap konstipasi b/d penurunan peristaltik sekunder akibat dari efek anastesi pembedahan<br /> Mobilisasi pasien secepatnya di tempat tidur secara bertahap : miring kanan dan kiri, menggerakkan kaki dan tungkai<br /> Pertahankan kehangatan pasien<br /><br />4. Evaluasi<br />a. nyeri pada abdomen berkurang <br />b. pengetahuan pasien bertambah<br />c. pasien mampu kembali beraktivitas<br />d. pasien mengungkapkan perasaannya tenang / sudah membaik<br />e. kebutuhan cairan pasien terpenuhi / adekuat<br />f. infeksi tidak menjadi actual<br />g. pasien mampu untuk eleminasi (BAB) secara normal sesuai kebiasaan<br /><br /><br />Daftar Pustaka<br /><br />1. Bagian Obstetri dan Ginekologi Fk. Padjajaran, 1984. Obstetri Patologi Bandung. Elstar Ofset<br />2. Cunningham, Mac Donald, 1995. Obstetri Williams Edisi 18. Jakarta : EGC<br />3. Manuaba Ida Bagus Gede, 1999. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta : Arcan<br />4. Prawirohardjo Sarwono, 1989. Ilmu Kandungan. Jakarta: Bina Pustaka<br />5. Richard, dkk. Kedaruratan Obstetri Edisi 3<br />6. Rustam Mochtar, MPH, 1998. Sinopsis Obstetri. Jakarta: EGC<br /><br /><br />Kumpulan Asuhan Keperawatanhttp://www.blogger.com/profile/17205248068027475773noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6705098767005013406.post-46246680936532986392010-05-02T21:08:00.000-07:002010-05-02T21:25:29.893-07:00Laporan Pendahuluan Persalinan Normal<div style="text-align: center;">LAPORAN PENDAHULUAN<br />PADA PASIEN DENGAN PERSALINAN NORMAL<br /></div><br />I. PENGERTIAN<br />Persalinan normal adalah proses kelahiran bayi dengan tenaga ibu sendiri, tanpa bantuan alat-alat serta tidak melukai ibu dan bayi. Atau persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi ( janin dan uri ), yang dapat hidup ke dunia luar, dari rahim melalui jalan lahir atau dengan jalan lain.(Rustam Mochtar, 1998)<br /><br />II. SEBAB-SEBAB YANG MENIMBULKAN PERSALINAN<br />Penyebab persalinan belum diketahui dengan pasti, namun beberapa teori menghubungkan dengan factor hormonal, struktur rahim, sirkulasi rahim pengaruh tekanan pada saraf dan nutrisi.<br />a. Teori Penurunan Hormon<br />1-2 minggu sebelum partus mulai, terjadi penurunan hormon progesteron dan estrogen. Fungsi progesteron sebagai penenang otot-otot polos rahim dan akan menyebabkan kekejangan pembuluh darah sehingga timbul his bila progesterone turun.<br />b. Teori Plasenta Menjadi Tua<br />Turunnya kadar hormone estrogen dan progesterone menyebabkan kekejangan pembuluh darah yang menimbulkan konstraksi rahim.<br />c. Teori Distensi Rahim<br />Rahim yang menjadi besar dan meregang menyebabkan iskemia otot-otot rahim sehingga mengganggu sirkulasi utero plasenter.<br />d. Teori Iritasi Mekanik<br />Di belakang servik terletak ganglion servikale (Fleksus Frankenhausen).Bila ganglion ini di geser dan di tekan, misalnya oleh kepala janin akan timbul konstraksi uterus.<br /><br /><br /><br />III. Tanda-Tanda Permulaan Persalinan<br />1. Lightening/Setting/Dropping yaitu kepala turun memasuki PAP terutama pada primigravida.<br />2. Perut kelihatan lebihmelebar, fundus uteri turun<br />3. Perasaan sering atau susah kencing karena tertekan olehbagian terbawah janin.<br />4. Perasaan sakit di perut dan pinggang oleh adanya konstraksi-konstraksi lemah dari uterus, kadang-kadang disebut “Fase Labor Pains “<br />5. Servik menjadi lembek, mulai mendatar dan sekresinya bertambah bisa berecampur darah (bloody show)<br /><br /><br />IV. PATOFISIOLOGIS<br /><br />Rsk Krskn PROGESTERON<br />P’tukaran gas Konstraksi Face Maker<br /> Konstraksi dalam keluar<br />Hiperventilasi<br /> Servik tertarik dan membuka <br />Pertukaran O2 b’ Ө Distensi korpus uteri<br /><br /> Rangsangan saraf sensori Perub. CO<br />Hipoksia Janin<br /> SSP<br /><br />Rsk Gwt Janin Mediator Nyeri Metabolisme<br /><br /> Rasa Sakit<br /> Panas<br />Koping indiv. tak efektif Gang. Rasa nyaman<br /><br /> Kebut. Tidak terpenuhi Keringat<br /> Rsk Ө cairan<br /> ENERGI<br /><br /> Kelelahan<br /><br />Persalinan dgn tind Rsk Partus lama/kasep Rsk Asfiksia<br /> Rsk Infeksi Neonatus<br />Rsk ggn integritas kulit Anak Lahir<br /><br />Rsk fisio stlh melahirkan Rsk Infeksi Maternal<br /> Pe+an anggota keluarga<br />Nyeri akut b/d episiotomi<br /> Trauma Jaringan<br />Ketakutan b’gerak<br /> Perdarahan Krisis situasi<br />Involusi t’gnggu (Perub. Peran & T. Jwb)<br /><br /><br />ATONIA UTERI<br /><br /><br /><br /><br /><br />V. TANDA-TANDA IN PARTU<br />1. Rasa sakit oleh adanya his yang dating lebih kuat, sering dan teratur.<br />2. Keluar lendir dan bercampur darah yang lebih banyak, robekan kecil pada bagian servik.<br />3. Kadang-kadang ketuban pecah<br />4. Pada pemeriksaan daam, servik mendatar<br /><br />IV. FISIOLOGIS PERSALINAN NORMAL<br /><br />Proses persalinan terdiri dari 4 kala, yaitu :<br /><br />1. Kala I (kala pembukaan)<br />In partu (partu mulai) ditandai dengan keuarnya lender bercampur darah, servik mulai membuka dan mendatar, darah berasal dari pecahnya pembuluh darah kapiler, kanalis servikalis.<br />Kala pembukaan dibagi menjadi 2 fase :<br /> Fase laten : Pembukaan servik brlangsung lambat, sampai pembukaan berangsung 2 jam, cepat menjadi 9 cm.<br /> Fase aktif : Berlangsung selama 6 jam dibagi atas 3 sub fase :<br />1. periode akselerasi : berlangsung 2 jam, pembukaan menjadi 4 cm.<br />2. periode dilatasi maksimal (steady) selama 2 jam, pembukaan berlangsung 2 jam, cepat menjadi 9 cm.<br />3. periode deselerasi berlangsung lambat dalam waktu 2 jam pembukaan menjadi 10 cm.<br />Akhir kala I servik mengalami dilatasi penuh, uterus servik dan vagina menjadi saluran yang continue, selaput amnio ruptur, kontraksi uterus kuat tiap 2-3 menit selama 50-60 detik untuk setiap kontraksi, kepala janin turun ke pelvis.<br /><br />2. Kala II (pengeluaran janin )<br />His terkoordinir cepat dan lebih lama, kira-kira 2-3 menit sekali, kepaa janin telah turun dan masuk ruang panggul, sehingga terjadilah tekanan pada oto-otot darsar panggul yang secara reflek menimbulkan rasa ngedan karena tekanan pada rectum sehingga merasa seperti BAB dengan tanda anus membuka. Pada waktu his kepala janin mulai kelihatan, vulva membuka dan perineum meregang. Dengan his mengedan yang terpimpin akan lahir dan diikuti oleh seluruh badan janin. Kala II pada primi 1.5-2 jam, pada multi 0.5 jam.<br /><br />3. Kala III (pengeluaran plasenta)<br />Setelah bayi lahir, kontraksi, rahim istirahat sebentar, uterus teraba keras dengan fundus uteri sehingga pucat, plasenta menjadi tebal 2x sebelumnya. Beberapa saat kemudian timbul his, pelepasan dan pengeluaran uri. Dalam waktu 5-10 menit, seluruh plasenta terlepas, terdorong kedalam vagina dan akan lahir secara spontan atau dengan sedikit dorongan dari atas simpisis/fundus uteri, seluruh proses berlangsung 5-30 menit setelah bayi lahir. Pengeluaran plasenta disertai dengan pengeluaran darah kira-kira 100-200 cc.<br /><br />4. Kala IV<br />Pengawasan, selama 2 jam setelah bayi dan uri lahir, mengamati keadaan ibi terutama terhadap bahaya perdarahan post partum. Dengan menjaga kondisi kontraksi dan retraksi uterus yang kuat dan terus-menerus. Tugas uterus ini dapat dibantu dengan obat-obat oksitosin.<br /><br />VII. ASUHAN KEPERAWATAN<br /><br />KALA I- fase laten<br />Pengkajian<br />1. Integritas ego<br />Klien tampak senang atau cemas<br />2. Nyeri atau ketidaknyamanan<br />Kontraksi regular : terjadi peningkatan frekuensi, durasi dan keparahan<br />3. Seksualitas<br />Servik dilatasi 0-4 cm mungkin ada lender merah muda kecoklatan atau terdiri dari flak lendir.<br /><br />Prioritas keperawatan :<br /><ol><li> Mungkin kesiapan emosi dan fiosik klien/ pasangan thd persalinan</li><li> Meningkatkan dan mempermudah kemajuan persalinan normal</li><li> Mendukung kemampuan koping klien / pasangan</li><li> Mencegah koplikasi mayernal / janin</li></ol>Diagnosa Keperawatan<br />1. Risiko tinggi terhadap ansietas berhubungan dengan krisis situasi, kebeutuhan tidak terpenuhi<br />2. Kurang pengetahuan tentang kemajuan persalinan, ketersediaan pilihan berhubungan dengan kurang mengingat informasi yang diberikan, kesalahan interpretasi informasi<br />3. Risiko tinggi terhadap infeksi maternal berhubungan dengan pemeriksaan vagina berulang dan kontaminasi fekal<br />4. Risiko tinggi terhadap kekuranggan voume cairan berhubungan dengan penurunan masukan dan peningkatan kehilangan cairan melalui pernapasan mulut<br />5. Risiko tinggi terhadap koping individu tak efektif berhubungan dengan ketidakadekuatan system pendukung<br />6. Risiko tinggi terhadap cedera janin berhubungan dengan hipoksia jaringan atau hiperkapnia atau infeksi<br /><br />Intervensi Keperawatan<br /><br />Diagnosa 1<br />• Orientasikan klien pada lingkungan, staf dan prosedur<br />• Berikan informasi tentang perubahan psikologis dan fisiologis pada persalinan<br />• Kaji tingkat dan penyebab ansietas<br />• Pantau tekanan darah dan nadi sesuai indikasi<br />• Anjurkan klien mengungkapkan perasaannya<br /><br />Diagnosa 2<br />• Kaji persiapan,tingkat pengetahuan dan harapan klien<br />• Beri informasi dan kemajuan persalinan normal<br />• Demonstrasikan teknik pernapasan atau relaksasi dengfan tepat untuk setiap fase persalinan<br /><br />Diagnosa 3<br />• Pantau masukan dan haluaran<br />• Pantau suhu setiap 4 jam / lebih sering bila suhu tinggi, pantau tanda vital, DJJ sesuai indikasi<br />• Kaji produksi mucus dan turgor kulit<br />• Kolaborasi pemberian cairan parenteral<br />• Pantau kadar hematokrit.<br /><br />Diagnosa 4<br />• Kaji latar belakang budaya klien<br />• Tekankan pentingnya mencuci tangan yang baik<br />• Gunakan teknik aseptic saat pemeriksaan vagina<br />• Lakukan perawatan perineal setelah eliminasi<br />• Kaji sekresi vagina pantau tanda vital<br /><br />Diagnosa 5<br />• Lakukan maneuver Leopold untuk memantau posisi janin berbaring<br />• Pantau DJJ secara manual<br />• Catat kemajuan persalinan<br />• Berikan perawatan perineal, ganti pembalut bila basah<br />• Kolaborasi pemberian O2 melalui masker wajah, Bantu klien sesuai kebutuhan, siapkan untuk intervensi bedah.<br /><br />KALA I ( Fase aktif)<br />Pengkajian<br />1. Aktivitas istirahat : klien tampak kelelahan<br />2. Integritas Ego<br />Klien tampak serius dan tampak terhanyut dalam proses persalinan ketakutan teentang kemampuan mengendalikan pernapasan<br />3. Nyeri atau ketidaknyamanan<br />Kontraksi sedang, terjadi 2.5-5 menit dan berakhir 30-40 detik<br />4. Keamanan<br />Irama jantung janin terdeteksi agak di bawah pusat, pada posisi verteks<br />5. Seksualitas<br />Dilatasi servik dari 4-8 cm (1,5 cm/ jam pada multipara dan 1,2 cm/ jam pada primi para)<br />Prioritas Keperawatan<br />1. meningkatkan dan memudahkan kemajuan normal dari persalinan<br />2. mendukung kemampuan koping klien / pasangan<br />3. meningkatkan kesejahteraan ibu dan janin<br /><br />Diagnosa & Intervensi Keperawatan<br />1. Nyeri akut b/d dilatasi jaringan atau hipoksia<br />Intervensi :<br />• Kaji derajat ketidaknyamanan secara verbal dan nonverbal<br />• Bantu penggunaan teknik pernapasan dan relaksasi<br />• Bantu tindakan kenyamanan spt. Gosok punggung, kaki<br />• Anjurkan pasien berkemih 1-2 jam<br />• Berikan informasi tentang keterseduaan analgesic<br />• Dukung keputusan klien menggunakan obat-obatan/tidak<br /><br />2. Perubahan eliminasi urine b/d perubahan masukan dan kompresi mekanik kandung kemih.<br />Intervensi :<br />• Palpasi diatas simpisis pubis<br />• Catat dan bandingkan masukan dan haluaran<br />• Anjurkan upaya berkemih, sedikitnya 1-2 jam<br />• Posisikan klien tegak dan cucurkan air hangat diatas perineum<br />• Ukur suhu dan nadi, kaji adanya peningkatan<br />• Kaji kekeringan kulit dan membrane mukosa<br /><br />3. Resiko tinggi terhadap koping individu tak efektif b/d krisis situasi<br />Intervensi :<br />• Tentukan pemahaman dan harapan terhadap proses persalinan<br />• Anjurkan mengungkapkan perasaan<br />• Beri anjuran kuat thd mekanisme koping positif dan Bantu relaksasi<br /><br />4. Resiko tinggi terhadap cedera maternal b/d efek obat-obatan pertambahan motilitas gastric<br />Intervensi :<br />• pantau aktifitas uterus secara manual<br />• lakukan tirah baring saat persalinan menjadi intensif<br />• Hindari meninggalkan klien tanpa perhatian<br />• Tempatkan klien pada posisi tegak, miring kekiri<br />• Berikan perawatan perineal selama 4 jam<br />• Pantau suhu dan nadi<br />• Kolaborasi pemberian antibiotik (IV)<br /><br />5. Resiko tinggi terhadap kerusakan gas janin b/d perubahan suplai O2 dan aliran darah<br />Intervensi :<br />• Kaji adanya kondisi yang menurunkan sirkulasi utera plasenta<br />• Pantau DJJ dengan segera bila pecah ketuban<br />• Intruksikan untuk tirah baring bila presentasi tidak masuk pelvis<br />• Pantau turunnya janin pada jalan lahir<br />• Kaji perubahan DJJ selama kontraksi<br /><br />KALA I Fase Deselerasi<br />A.Pengkajian<br />1. Sirkulasi<br />Tekanan darah meningkat 5-10 mmHg, nadi meningkat<br />2. Integritas ego<br />Perilaku peka, mengalami kesulitan mempertahankan kontrol memerlukan pengingat tentang pernapasan<br />3. Makan/cairan<br />Mual/muntah dapat terjadi<br />4. Nyeri atau ketidaknyamanan<br />Kontraksi uterus kuat, terjadi setiap 2-3 menit. Ketidaknyamanan hebat pada masa area abdomen dan sakral klien sangat gelisah karena nyeri dan ketakutan, memar kaki dapat terjadi.<br />5. Keamanan<br />Irama jantung janin dapat terdengar tepat diatas simpisis pubis<br />6. Seksualitas<br />Di atas servik 8-10 cm, tampilan darah dalam jumlah berlebihan<br /><br />Prioritas Keperawatan :<br />1. Meningkatkan kesejahteraan janin dan maternal<br />2. Memberi dukungan fisik kepada maternal<br /><br />B.Diagnosa dan Intervensi keperawatan<br />1. Nyeri akut b/d tekanan mekanik dari bagian presentasi<br />Intervensi :<br />• Kaji tingkat kenyamanan<br />• Pantau frekuensi, durasi dan intensitas kontraksi uterus<br />• Berikan lingkungan yang tenang<br />• Pantau dilatasi servik<br />• Anjurkan klien untuk berkemih<br />• Pantau tanda vital dan DJJ<br /><br />2. Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung b/d penurunan aliran darah vena<br />Intervensi :<br />• Kaji tekanan darah dan nadi diantara kontraksi<br />• Perhatikan ada dan luasnya edema<br />• Catat masukan parenteral dan oral dan haluaran<br />• Pantau tanda vital<br /><br />3. Resiko tinggi terhadap kehilangan volume cairan b/d kehilangan cairan/hemoragi berlebihan.<br />Intervesi :<br />• Pantau tekanan darah dan nadi setiap 15 menit<br />• Kaji tingkat ansietas klien<br />• Ukur suhu tiap 4 jam<br />• Catat masukan dan haluaran<br />• Ukur jumlah dan karakter embisis<br />• Lepaskan pakaian yang berlebihan<br />• Kaji jumlah dan lokasi edem, kadar hematokrit dan perubahan perilaku<br />• Kolaborasi pemberian cairan IV<br /><br />4. Keletihan b/d ketidaknyamanan atau nyeri ditandai dengan pengungkapan kemampuan berkonsentrasi terganggu, emosi labil, perubahan kemampuan koping<br />Intervensi :<br />• Kaji derajat keletihan<br />• Sediakan lingkungan yang redup dan tidak membingungkan klien<br />• Pertahankan supaya klien tetap mendapatkan informasi tentang kemajuan persalinan.<br /><br />KALA II (Pengeluaran)<br />A.Pengkajian<br />1. Aktivitas/istirahat<br />• Melaporkan kelelahan<br />• Melaporkan ketidakmampuan melakukan dorongan sendiri/teknik relaksasi<br />• Lingkaran hitam dibawah mata<br />2. Sirkulasi<br />Tekanan darah meningkat 5-10 mmHg<br /><br />3. Integritas ego<br />Dapat merasa kehilangan kontrol/sebaliknya<br />4. Eliminasi<br />Keinginan untuk defekasi, kemungkinan terjadi distensi kandung kemih<br />5. Nyeri/ketidaknyamanan<br />• Dapat merintih/menangis selama kontraksi<br />• Melaporkan rasa terbakar/meregang pada perineum<br />• Kaki dapat gemetar selama upaya pendorong<br />• Kontraksi uterus kuat terjadi 1,5 – 2 menit<br />6. Pernapasan<br />Peningkatan frewkuensi pernapasan<br />7. Seksualitas<br />• Servik dilatasi penuh(10 cm)<br />• Peningkatan perdarahan pervagina<br />• Membran mungkin ruptur, bila masih utuh<br />• Peningkatan pengeuaran cairan amnion selama kontraksi<br /><br />B.Diagnosa dan Intervensi Keperawatan<br /><br />1. Nyeri akut b/d tekanan mekanis pada bagian presentasi ditandai dengan pengungkapan, perilaku distraksi (gelisah), wajah menahan nyeri<br />Intervensi :<br />• Identifikasi derajat ketidaknyamanan<br />• Berikan tanda/tindakan kenyamanan seperti perawatan kulit, mulut, perineal dan alat-alat tenun yang kering<br />• Bantu klien memilih posisi optimal untuk mengedan<br />• Pantau tanda vital ibu dan DJJ<br />• Kolaborasi pemasangan kateter dan anastesi<br />2. Perubahan curah jantung b/d fluktuasi pada aliran balik vena ditandai dengan variasi tekanan darah, perubahan frekuensi nadi, penurunan haluaran urine, bradikardia janin.<br />Intervensi :<br />• Pantau tekanan darah dan nadi tiap 5-15 menit<br />• Anjurkan klien untuk inhalasi dan ekhalasi selama upaya mengeda<br />• Pantau DJJ setiap kontraksi<br />• Anjurkan klien/pasangan memilih posisi persalinan yang mengoptimalkan sirkulasi<br />3. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit b/d pola interaksi hipertonik<br />Intervensi :<br />• Bantu klien dan pasangan pada posisi tepat<br />• Bantu klie sesuai kebutuhan<br />• Kolaborasi episiotomi garis tengah natau medio lateral<br />• Kolaborasi terhadap pemantauan kandung kemih dan kateterisasi<br /><br /><br />KALA III : Pengeluaran Plasenta<br />A. Pengkajian<br />1. Aktivitas atau istirahat.<br />Klien tampak senang dan keletihan.<br />2. Sirkulasi.<br /> Tekanan darah meningkat saat curah jantung meningkat dan kembali normal dengan cepat.<br /> Hipotensi akibat analgesik dan anastesi.<br /> Nadi melambat.<br />3. Makan dan cairan<br />Kehilangan darah normal 250 – 300 ml.<br />4. Nyeri atau ketidaknyamanan.<br />Dapat mengeluh tremor kaki atau menggigil.<br />5. Seksualitas.<br /> Darah berwarna hitam dari vagina terjadi pada saat plasenta lepas.<br /> Tali pusat mamanjang pada muara vagina.<br /><br />B. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi Keperawatan.<br /><br />1. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan kurang pembatasan masukan oral , muntah.<br />Intervensi :<br /><div style="text-align: left;"><ul><li>Instruksikan klien untuk mendorong pada kontraksi.</li><li>Kaji tanda vital setelah pemberian oksitosin.</li><li>Palpasi uterus.</li><li>Kaji tanda dan gejala shock.</li><li>Massase uterus dengan perlahan setelah pengeluaran plasenta.</li><li>Kolaborasi pemberian cairan parenteral.</li></ul></div>2. Resiko tinggi terhadap cedera maternal berhubungan dengan posisi selama persalinan.<br />Intervensi :<br /><ul><li>Palpasi fundus uteri dan massase dengan perlahan.</li><li>Kaji irama pernafasan.</li><li>Bersihkan vulva dan perineum dengan air dan larutan anti septic.</li><li>Kaji perilaku klien dan perubahan system saraf pusat.</li><li>Dapatkan sample darah tali pusat , kirim ke laboratorium untuk menentukan golongan darah bayi.</li><li>Kolaborasi pemberian cairan parenteral.<br /></li></ul>3. Resiko tinggi terhadap perubahan proses keluarga berhubungan dengan terjadi transisi ( perubahan anggota keluarga ).<br />Intervensi :<br /><ul><li>Fasilitasi interaksi antara klien atau pasangan dengan bayi baru lahir.</li><li>Beri klien dan ayah kesempatan untuk menggendong bayi.</li><li>Diskusi proses normal dari persalinan tahap III.</li><li>Diskusikan rutinitas periode pemulihan selama 4 jam pertama.</li></ul>4. Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan setelah melahirkan ditandai dengan penggunaan pengungkapan , perubahan tonus otot dan gelisah.<br />Intervensi :<br /><ul><li>Bantu penggunaan teknik pernafasan .</li><li>Berikan kompres es pada perineum setelah melahirkan.</li><li>Ganti pakaian dan linen basah.</li><li>Berikan selimut penghangat .</li><li>Kolaborasi perbaikan episiotomi.</li></ul><br />KALA IV<br />A. Pengkajian<br />1. Aktivitas<br />Dapat tampak berenergi atau kelelahan<br />2. Sirkulasi<br />Nadi biasanya lambat sampai (50-70x/menit) TD bervariasi, mungkin lebih rendah pada respon terhadap analgesia/anastesia, atau meningkat pada respon pemberian oksitisin atau HKK,edema, kehilangan darah selama persalinan 400-500 ml untuk kelahiran pervagina 600-800 ml untuk kelahiran saesaria<br />3. Integritas ego<br />Kecewa, rasa takut mengenai kondisi bayi, bahagia<br />4. Eliminasi<br />Hemoroid, kandung kemih teraba diatas simpisis pubis<br />5. Makanan/cairan<br />Mengeluh haus, lapar atau mual<br />6. Neurosensori<br />Sensasi dan gerakan ekstremitas bawah menurun pada adanya anaestesia spinal<br />7. Nyeri/ketidaknyamanan<br />Melaporkan nyeri, misalnya oleh karena trauma jaringan atau perbaikan episiotomi, kandung kemih penuh, perasaan dingin atau otot tremor<br />8. Keamanan<br />Peningkatan suhu tubuh<br />9. Seksualitas<br />Fundus keras terkontraksi, pada garis tengah terletak setinggi umbilikus, perineum bebas dari kemerahan, edema, ekimosis atau rabas. Striae mungkin ada pada abdomen, paha, dan payudara<br /><br />B. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan<br /><br />1. Perubahan ikatan proses keluarg b/d transisi/peningkatan anggota leluarga<br />Intervensi :<br /><ul><li>Anjurkan klien untuk menggendong, menyentuh bayi</li><li>Anjurkan ayah untuk menggendong bayi</li><li>Observasi dan catat interaksi bayi</li><li>Anjurkan dan Bantu pemberian asi, tergantung pada pilihan klien</li></ul><br />2. Resiko tinggi kekurangan volume cairan b/d kelelahan/ketegangan miometri dari mekanisme homeostatic missal : efek HKK<br />Intervensi:<br /><ul><li>Tempatkan klien pada posisi rekumben</li><li>Kaji hal yang memperberat kejadian intraportal</li><li>Perhatikan jenis jenis persalinan dan anastesi, kehilangan darah pada persalinan</li><li>Kaji TD dan nadi setiap 15 menit</li><li>Dengan perlahan masase fundus bila lunak</li><li>Kaji jumlah, warna dan sifat aliran lokea</li></ul>3. Nyeri akut b/d efek hormone, trauma mekanis/edema jaringan, kelelahan fisik dan psikologis, ansietas<br />Intervensi :<br /><ul><li>Kaji sifat dan derajat ketidaknyamanan</li><li>Beri informasi yang tepat tentang perawatan selama periode pasca partum</li><li>Inspeksi perbaikan episiotomi atau luka</li><li>Lakukan tindakan kenyamanan</li><li>Anjurkan penggunan teknik relaksasi</li><li>Beri analgesik sesuai kebutuhan</li></ul><br /><br />DAFTAR PUSTAKA<br /><br />Marilyn E Doengoes. 2001. Rencana Perawatan maternal/Bayi. EGC : Jakarta<br />Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri. EGC. JakartaKumpulan Asuhan Keperawatanhttp://www.blogger.com/profile/17205248068027475773noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6705098767005013406.post-47652677023070289942010-05-02T20:54:00.000-07:002010-05-02T21:08:19.570-07:00LAPORAN PENDAHULUAN MIOMA UTERILAPORAN PENDAHULUAN<br />PADA PASIEN DENGAN MIOMA UTERI<br /><br />I. Konsep Dasar Teori<br />A. Pengertian <br />Mioma uteri adalah neoplasma jinak berasal dari otot uterus yang dalam kepustakaan ginekologi juga terkenal dengan istilah-istilah fibrom ioma uteri, leromioma uteri atau uferine fibroid.<br />Frekuensi tumor ini sulit diketahui karena banyak diantara mereka tidak mempunyai keluhan apa-apa. Tumor ini tergolong tumor pelviks dan sering ditemukan pada masa reproduksi. Diperkirakan bahwa frekuensi mioma uteri kurang lebih 10% dari jumlah seluruh penyakit pada alat-alat genital.<br />B. Penyebab<br />1. asimtomatik (belim diketahui secara pasti)<br />2. menurut teori cell Nest (teori genitoblast) yang diajukan oleh Meyer dan De Snoo, dimana mioma uteri berasal dari sel-sel imatur yang mendapat rangsangan estrogen terus menerus.<br />3. keadaan sosial ekonomi rendah.<br />C. Patologi<br />Menurut letaknya, mioma uteri dapat dibagi menjadi:<br />1. mioma submukosa, berada di bawah endometrium dan menonjol ke dalam kavum uteri. Mioma sub mukosum dapat bertangkai menjadi polip lalu dilahirkan melalui kanalis servikalis (mioma geburt).<br />2. mioma intramura, terdapat di dinding uterus di antara serabut miometrium.<br />3. mioma subserosum, tumbuh keluar dinding uterus sehingga menonjol pada permukaan uterus, diliputi oleh serosa. Mioma subserosum dapat menempel pada jaringan sekitar kemudian membebaskan diri(wondering/parasitis fibroid)<br />Bila mioma uteri dibelah, tampak terdiri atas berkas otot polos dan jaringan ikat yang tersusun seperti konde/pusaran air dengan pseudokapsul yang terdiri dari jaringan ikat longgar.<br />D. Tanda dan gejala<br />1. tanda gejala ditemukan secara kebetulan saat pemeriksaan ginekologi.<br />2. perdarahan abnormal.<br />3. Rasa nyeri.<br />4. Akibat penekanan: pada kandung kencing menyebabkan poliuri, pada uretra menyebabkan retensio urine, pada ureter menyebabkan hidroureter dan hidronefrosis, pada rektum menyebabkan oedem tungkai dan nyeri panggul.<br />5. Infertilitas dan abortus<br />Infertilitas dapat terjadi jika mioma intramural menutup atau menekan pars interstisialis tubae. Mioma submukosum memudahkan terjadinya abortus. Apabila ditemukan mioma pada wanitadengan keluhan infertilitas harus dilakukan pemeriksaan yang seksama terhadap sebab-sebab lain dari infertilitas sebelum menghubungkannya dengan adanya mioma uteri.<br />E. Komplikasi<br />1. Pertumbuhan leimiosarkoma<br />Adalah tumor yang tumbuh dari miometrium dan merupakan 50-75% dari semua sarkoma uteri. Kecurigaan terhadap sarkoma pada mioma uteri timbul suatu mioma uteri yang selama beberapa tahun tidak membesar sekonyong-konyong menjadi besar. Apalagi hal itu terjadi sesudah menopause. Yang menjadi persoalan dalam hal ini adalah apakah sarkoma tumbuh dalam jaringan mioma sendiri atau dalam jaringan miometrium di luar mioma.<br />2. tersi atau putaran tungkai<br />Adakalanya tangkai pada mioma uteri subserosum mengalami putaran. Kalau hal ini terjadi mendadak, tumor akan mengalami gangguan sirkulasi akut dengan nekrosis jaringan dan akan nampak gambaran klinik dari abdomen akut. Pada mioma parasitik atau mioma mengembang, mioma berdiri sendiri dan hidupnya tak tergantung lagi pada pemberian darah melalui tangkai. Mioma ini berada bebas dalam rongga perut dan menimbulkan kesukaran diagnostik.<br />3. nikrosis dan infeksi<br />Pada mioma submukosumyang menjadi polip ujung tumor kadang-kadang dapat melalui kanalis servikalis dan melahirkan melalui vagina. Dalam hal ini ada kemungkinan gangguan sirkulasi dengan akibat nekrosis dan infeksi sekunder. Penderita mengeluh tentang perdarahan yang bersifat menoragia atau metroragia dan leokorea.<br />F. Penatalaksanaan medis<br />1. pengobatan penunjang<br />khusus sebagai penunjang pengobatan bagi penderita dengan anemia karena hiper minoreadapat diberikan ferum, tranfusi darah diit kaya protein, kalsium, dan vitamin c. Sementara direncanakan pengobatan yang difinitif.<br />2. Pengobatan operatif<br />a. Miomektomi<br />Miomektomi atau operasi pengangkatan mioma tanpa mengorbankan uterus dilakukan pada mioma subversum bertangkai atau jika fungsi uterus masih dipertahankan. Pada mioma submukosum yang dilahirkan dalam vagina, umumnya tumor dapat diangkat pervagina tanpa mengangkat uterus.<br />Keberatan terhadap miomektomi adalah:<br />1) angka residitif 2,10%. Mungkin hal ini disebabkan oleh kurang ketelitian waktu operasi, akan tetapi mungkin pula ada mioma-mioma sangat kecil yang tidak terlihat pada operasi dan mioma ini kemudian menjadi besar.<br />2) Perdarahan pada operasi ini kadang-kadang banyak. <br />b. histerektomi <br />umumnya dilakukan histerektomi abdominal akan tetapi jika uterusnya tidak terlalu besar dan apalagi jika terdapat pula prolapsus uteri histerektomi vaginal dapat dipertimbangkan.<br />3. sinar rontgen dan radium<br />sebelum dilakukan pengobatan dengan sinar harus dilakukan kerokan dahulu untuk mengetahui bahwa tidak ada karsinoma endonutii. Dengan penyinaran fungsi ovarium dihentikan dan tumor akan mengecil. Pemberian sinar rontgent akan lebih baik daripada radium karena dapat menyebabkan nekrosis dan infeksi pada tumor.<br />4. hormonal<br />estrogen untuk pasien setelah menopause dan observasi setiap 6 bulan.<br /><br /><br /><br />II. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Mioma Uteri<br />A. Pengkajian<br />1. Riwayat kesehatan<br />Kaji pasien terhadap adanya penyakit lain seperti penyakit tiroid.<br />2. Riwayat keluarga<br />Kaji adanya riwayat penyakit keluarga seperti gangguan tiroid, penyakit pada sistem reproduksi maupun lainnya.<br />3. Riwayat obstetri<br />a. riwayat menstruasi<br />b. riwayat perkawinan<br />c. riwayat penggunaan alat kontrasepsi<br />d. riwayat penyakit hubungan seksual yang pernah diderita pasien<br />e. penyakit kesehatan keluarga dan penyakit yang pernah diderita pasien<br />4. Data subjektif<br />Meliputi gejala saat ini (gejala saat dilakukan pengkajian)<br />B. Pemeriksaan fisik<br />1. Pemeriksaan abdomen: uterus yang amat membesar dapat dipalpasi pada abdomen. Tumor teraba sebagai nodul ireguler dan tetap, area perlunakan memberi kesan adanya perubahan-perubahan degeneratif, leiomioma lebih terpalpasi pada abdomen selama kehamilan. Perlunakan pada abdomen yang disertai nyeri lepas dapat disebabkan oleh perdarahan intraperitoneal dari ruptur vena pada permukaan tumor.<br />2. pemeriksaan pelvis: servik biasanya normal. Namun pada keadaan tertentu, leiomioma submukosa yang bertangkai dapat mengawali dilatasi serviksdan terlihat pada osteum servikalis. Uterus cenderung membesar dan tidak beraturan serta noduler.<br />C. Prosedur diagnostik<br />1. Tes laboratorium<br />Hitung darah lengkap dan apusan darah: leukositosis dapat disebabkan oleh nekrosis akibat torsi atau degenerasi. Menurunnya kadar hemoglobin dan hematokrit menunjukkan adanya kehilangan darah yang kronik.<br />2. Tes kehamilan terhadap chorioetic gonadotropin<br />Sering membantu dalam evaluasi suatu pembesaran uterus yang simetrik menyerupai kehamilan atau terdapat bersama-sama dengan kehamilan.<br />3. Ultrasonografi<br />Apabila keberadaan massa pelvis meragukan, sonografi dapat membantu.<br />4. Pielogram intravena<br />Dapat membantu dalam evaluasi diagnostik.<br />5. Pap smear serviks<br />Selalu diindikasikan untuk menyingkap neoplasia serviks sebelum histerektomi.<br />6. Histerosal pingogram<br />Dianjurkan bila klien menginginkan anak lagi dikemudian hari untukmengevaluasi distorsi rongga uterus dan kelangsungan tuba falopii.<br /><br /><br />D. Pohon masalah<br />Mioma uteri<br /><br /><br />Serviks uteri korpus uteri<br /><br />Kanalis servikalis<br /><br /> <br />Bagian yang ditumbuhi mioma membesar<br /><br /><br /><br />Penyempitan kanalis miometrium terdesak<br />Servikalis <br /><br />Nyeri terbentuk psedokopnea<br /><br /><br />E. Diagnosa keperawatan<br />1. Perubahan pola eliminasi (BAK) b/d penurunan kapasitas kandung kemih akibat kanker ditandai dengan pasien mengeluh sering kencing.<br />2. Konstipasi b/d penuruna peristaltik sekunder terhadap pembesaran mioma uteri ditandai dengan adanya rasa tertekan di daerah anus.<br />3. Gangguan rasa aman cemas b/d gangguan pada integritas biologis sekunder terhadap infertilitas ditandai dengan terjadinya penutupan dan penekanan pada pars interstitialis.<br />4. Nyeri akut b/d penyempitan kanalis servikalis sekunder akibat kanker.<br />5. Risiko kekurangan volume cairan b/d perdarahan.<br />F. Rencana keperawatan<br />1. Dx 1<br />- Perhatikan pola berkemih atau awasi haluaran urine<br />- Palpasi kandung kemih, selidiki / kaji kenyamanan berkemih<br />- Berikan perawatan perinial<br />- Kolaborasi pemasangan kateter bila di indikasikan<br />- Kaji karateristik urine; warna, bau dan kejernihan<br />- Periksa residu volume urine setelah berkemih<br />2. Dx 2<br />- Auskultasi bising usus, perhatikan adanya disternsi abdomen<br />- Dorong pemasukan cairan adekuat termasuk sari buah<br />- Gunakan sarung rektal, lakukan kompres hangat di daerah perut<br />- Berikan obat pelunak feses, laksatif setelah berkemih<br />3. Dx 3<br />- Kaji adanya palpitasi, gelisah, dispnea<br />- Kaji perasaan saat sangant sedih dan tidak berharga, keprihatinan, penolakan, isolasi<br />- Kaji tingkat ansietas<br />- Beri pemahaman / penentraman hati dan kenyamanan dengan berbicara pelan dan tenang<br />- Tunjukkan sikap empati<br />- Berikan penjelasan secara lengkap tentang keadaan pasien penyakit dan pengobatan yang harus dijalani termasuk tindakan yang akan diberikan.<br />4. Dx 4<br />- Kaji skala nyeri<br />- Jelaskan penyebab nyeri<br />- Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi<br />- Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi<br />- Kolaborasi tindakan miomektomi<br />5. Dx 5<br />- Kaji intake dan output cairan<br />- Periksa turgor kulit<br />- Observasi adanya perdarahan<br />- Beri intake yang adekuat<br />G. Evaluasi <br />1. Dx 1<br />- Pola eliminasi BAK kembali normal<br />- Pasien tampak nyaman<br />2. Dx 2<br />- Pola BAB pasien kembali normal<br />- Bising usus normal (5-35 x/mnt)<br />- Distensi abdomen (-)<br />3. Dx 3<br />- Pasien lebih tenang <br />- Pasien tidak sdih dan tidak cemas<br />- Pengetahuan tentang penyakitnya bertambah<br />4. Dx 4<br />- Nyeri berkurang / menghilang<br />- Dapat beristirahat sesuai dengan kebutuhan<br />- Pasien tidak meringis<br />5. Dx 5<br />- Kebutuhan cairan pasien terpenuhi<br />- Perdarahan (-)<br />- Turgor kulit elastis<br /><br /><br /><br />DAFTAR PUSTAKA<br /><br />Carpenito, L.J. (2000) Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8. Jakarta : EGC<br /><br />Doenges, M.E. (1999) Rencana Keperawatan, Edisi 3. Jakarta : EGC<br /><br />Manuaba, I. (2001) Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi Dan KB. Jakarta : EGC<br /><br />Sastrawinata, dkk,. (1998) Ginekologi. Bandung : Elstar OffisetKumpulan Asuhan Keperawatanhttp://www.blogger.com/profile/17205248068027475773noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6705098767005013406.post-24976391779549559292010-05-02T20:35:00.000-07:002010-05-02T20:37:26.490-07:00LAPORAN PENDAHULUAN CA SERVIXLAPORAN PENDAHULUAN<br />ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN CA SERVIX<br /><br />I. Pengertian<br />Karsinoma servik adalah suatu proses keganasan yang terjadi pada sewrvik dimana dalam keadaan ini terdapat kelompok sel yang abnormal yang terbentuk oleh jaringan yang tumbuh secara terus menerus dan tidak terbatas, tidak terkoordinasi dan tidak berguna lagibagi tubuh sehingga jaringan sekitar tubuh tidak dapat melaksanakan fungsi sebagaimana mestinya.<br /><br />II. Etiologi<br />Penyebabnya belum diketahui secara pasti, namun ada beberapa faktor yang diduga sebagai penyebab yaitu :<br />a. Aktifitas seks<br />b. Hubungan seksual yang tidak stabil<br />c. Pasangan seks lebih atau berganti-ganti<br />d. Usia melahirkan pertama yang terlalu dini<br />e. Infeksi virus HIV<br /><br />III. Patogenesis<br />Proses perkembangn Ca servik lambat, diawali dengan adanya displasia yang perlahan menjadi progresif. Displasia ini dapat muncul bila ada aktifitas regresi epitel yang meningkat, trauma mekanik dengan kimiawi, infeksi virus/bakteri, dan gangguan keseimbangan hormon dalam waktu 7 – 10 tahun. Perkembangan tersebut menjadi bentuk berinvasif karsinoma insitu yang diawali dngan fase statis. Dari bentuk pre-invasif karsinoma berlubang menjadi bentuk invasif pada stroma serviks dengan adanya proses keganasan. Perluasan lesi ini menimbulkan luka, perkembangnan yang eksotik dan dapat berinfiltrasi ke kanalis servikalis, lesi meluas ke fornik jaringan pada servik parametria dan akhirnya dapat menginvasi ke rektum dan vesika urinaria. Karsinoam servik dapat meluas ke segmen bawah rahim dan uterus dan cavum uteri. Penyebaran ini ditentukan oleh stadium dan ukuran tumor, jenis histologik dan ada atau tidaknya invasi ke pembuluh darah, hipertensi, anemia, dan adanya deman. Penyebaran dapat pula melalui metastase limfatik dan hematogen. Secara hematogen tempat penyebaran ke paru-paru, kelenjar getah bening, mediastinum atau supraklavikula, tulang, hepar, empedu, pankreas, dan otak.<br /><br />IV. Stadium klinis kanker<br />1. Stadium 0 : Karsinoma insitu, selaput basal masih utuh.<br />2. Stadium I : Proses terbatas pada servik<br />I a : Hanya dpt didiagnosis secara mikroskopik, lesi tidak lebih dari 3 mm<br />I b : Lesi invasif lebih dari 5 mm.<br />3. Stadium II : Proses keganasan telah keluar dari servik dan menjalar ke 2/3 bagian atas vagina dan ke parametrium tetapi tidak sampai ke dinding panggul.<br />II a : Penyebaran hanya ke vagian, parametrium masih bebbas dari infiltrat tumor<br />II b : Penyebaran ke parametrium, uni atau bilateral tetapi belum sampai ke dinding panggul<br />4. Stadium III : Penyebaran sampai 1/3 distal vagina atau ke parametrium sampai dinding panggul.<br />III a : Penyebaran sampai 1/3 distal vagina, namun tidak sampai ke dinding panggul<br />III b : Penyebaran sampai dinding panggul, tidak ditemukan darah bebas infiltrasi antar dinding panggul dengan tumor., sudanh ada ganguan faal ginjal/hidronefrosis.<br />5. Stadium IV : Karsinoma servik menyebar ke organ dan atau jauh.<br />IV a : Tempat bermestatase ke organ sekitar<br />IV b : Tampat bermetastase jauh.<br /><br />V. Penatalaksanaan<br />1. Stadium 0, I a : biopsi kerucut, histerektomi transvaginal<br />2. Stadium I b, II a : histerektomi radikal dengan limfadenetomi panggul dan evaluasi kelenjar limfe pada aorta (bila terdapat metastase dilakukan radioterapi pasca pembedahan).<br />3. Stadium II b, III, IV : histerektomi transvaginal<br />4. Stadium III a, IV b : radioterapi, radiasi paliatif, kemoterapi<br /><br /><br /><br />VI. Tanda dan Gejala<br />Tanda dan gejala berdasarkan tahapan dari kanker servik<br />1. Stadium dini, tidak ada gejala khusus<br />- ketidakteraturan haid<br />- Keputihan, warna putih atau purulen yang tidak berbau khas dan tidak gatal<br />- Perdarahan pasca koitus<br />- Amenorhea dan hipermenorhea<br />- Perdarahan khas ; darah yang keluar berupa mukoid<br />- Nyeri dirasakan menjalar ke ekstremitas bawah dari daerah lumbal<br />- Pengeluaran sekret dari vagina (perdarahan intermens dan latihan berat)<br />2. Stadium pertengahan<br />Gejala yang timbul lebih bervariasi; sekret dari vagina berwarna kuning, berbau dan terjadi iritasi vagina dan mukosa vulva, perdarahan semakin sering dan nyeri semakin progresif.<br />3. Stadium lanjut<br />Komplikasi fistula vesikula sehingga urine dan faeces dapat meluas dari vagina. Dapat terjadi muntah, demam, anemia.<br /><br /><br /><br />VII. Diagnosa Keperawatan<br />A. Pada pasien Ca servik yang histerektomi<br />1. Risiko infeksi b/d insisi abdominal/ vagina, pemasangan kateter<br />2. Perubahan perfusi jaringan b/d bedrest<br />3. Perubahan pola eleminasi urin b/d pemasangan kateter<br />4. Kurang volume cairan b/d perdarahan<br />5. Perubahan eleminasi defekasi : konstipasi b/d pembedahan abdomen<br />6. Perubahan rasa nyaman : nyeri b/d luka operasi<br />7. Perubahan dalam konsep diri (body image) b/d aktual/ potensial kehilangan kemampuan sistem reproduksi sekunder terhadap pembedahan<br />8. Disfungsi seks b/d perubahan body image<br />9. Kehilangan b/d hilangnya bagian dari sistem reproduksi<br />10. Cemas b/d pembedahan / kanker<br />B. Pada pasien dengan Ca Servik yang dilakukan radiasi eksternal<br />1. Gangguan rasa nyaman (nyeri0 b/d proses penyakit<br />2. Keletihan b/d peningkatan kebutuhan energi, penurunan produksi metabolisme energi<br />3. Terjadi perubahan kulit b/d efek samping radiasi eksterna<br />4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d efek samping radiasi<br />5. Gangguan eleminasi BAB (diare) b/d efek samping radiasi<br />6. Risiko infeksi b/d tidak efektifnya pertahanan tubuh<br />7. Gangguan fungsi seksual b/d efek kanker<br /><br />C. Pada pasien Ca servik yang mendapat kemoterapi<br />1. Risiko terhadap kurang volume cairan b/d kehilangan cairan gastro intestinal sekunder akibat muntah<br />2. Risiko terhadap cedera b/d kecenderungan perdarahan<br />3. Risiko infeksi b/d perubahan sistem imun sekunder akibat efek dari agen sistoktosik atau proses penyakit<br />4. Ansietas b/d kemoterapi yang ditentukan, kurang pengetahuan tentang kemoterapi dan tindakan perawatan diri.<br />5. Keletihan b/d efek anemia, malnutrisi, perdarahan, muntah menetap, dan gangguan pola tidur<br />6. Risiko terhadap konstipasi b/d disfungsi saraf otonom sekunder akibatpemberian alkaloid<br />7. Diare b/d kerusakan sel usus, inflamasi dan peningkatan motilitas usus<br />8. Perubahan kenyamanan b/d kerusakan sel gastro intestinal, rangsanagn pusat saraf, ketakutan, dan ansietas.<br />9. Perubahan nutrisi kuarng dari kebutuhantubuh b/d anoreksia, perubahan rasa nyaman, mual muntah menetap, dan peningkatan laju metabolisme<br />10. Perubahan membran mukosa b/d kekringan dan kerusakan sel epitel sekunder akibat kemoterapi<br /><br /><br /><br /><br />VII. Intervensi (secara umum)<br />1. Gangguan rasa nyaman ; nyeri b/d proses penyakit (penekanan jaringan saraf infiltrasi)<br />Intervensi : <br />- Tentukan riwayat nyeri, misal ; likasi, frekuensi, durasi dan intensitas/skala nyeri (0-!0).<br />- Berikan tindakan kenyamanan dasar (misal ; reposisi, gosokan punggung, dan aktifitas hiburan seperti musik)<br />- Dorong penggunaan keterampilan manajemen nyeri (misal : teknik relaksasi, visualisasi, guiding imaginary)<br />- Lakukan tindakan kolaborasi pemberian analgetik<br /><br />2. Risiko tinggi terhadap konstipasi b/d iritasi mukosa gastriintestinal dari kemoterapi<br />Intervensi :<br />- Pastikan kebiasaan eleminasi umum<br />- Kaji bising usus dan pantau/ catat geraka usus termasuk ferkuensi/konsistensi<br />- Pantau masukan cairan adekuat (2500 ml/24jam)<br />- Berikan makanan sedikit tapi sering dengan makanan tinggi serat, mempertahankan kebutuhan protein dan karbohidrat<br />- Pantau masukan dan haluaran dengan BAB<br />- Hindari makanan tinggi lemak<br />- Kolaborasi pemeberian cairan intravena<br /><br />3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d efek samping radiasi<br />Intervensi :<br />- Pantau masukan makanan setiap hari<br />- Ukur TB, BB, dan kekebalan lipatan kulit<br />- Dorong pasien untuk makan TKTP dengan masukan cairan adekuat<br />- Identifikasi pasien yang mengalami mual/muntah yang diantisipasi<br /><br />4. Keletihan b/d peningkatan kebutuhan nutrisi, penurunan produksi metabolisme energi<br />Intervensi :<br />- Rencanakan perawatan untuk meningkatkan periode istirahat <br />- Buat tujuan aktifitas realitas dengan pasien<br />- Dorong pasien untuk melakukan apa saja bila mungkin<br />- Pantau respon fisiologis terhadap aktifitas<br />- Dorng masukan nutrisi<br /><br />5. Risiko infeksi b/d tidak efektifnya ketahanan tubuh<br />Intervensi : <br />- Tingkatkan prosedur mencuci tangan yang baik <br />- Pantau suhu tubuh<br />- Kaji semua sistem tubuh<br />- Tingkatkan istirahat adekuat<br />- Batasi prosedur invasif <br /><br />6. Risiko tinggi terhadap perubahan seksualitas b/d efek kanker <br />Intervensi :<br />- Diskusikan dengan pasien dan orang terdekat tentang sifat seksualitas dan reaksi bila ini berubah<br />- Ajarkan pasien tentang efek samping dari pengobatan kanker yang dapat memepengaruhi seksualitas <br />- Berikan waktu tersendiri untuk pasien yang dirawat<br /><br />IX. Evaluasi <br />1. Klien dapat mengontrol nyeri<br />2. Klien dapat mempertahankan pola defekasi normal<br />3. Mendemonstrasikan BB stabil, penambahan BB secara progresif<br />4. Melaporkan perbaikan rasa berenergi <br />5. Mengidentifikasi dan berpartisipasi dalam tindakan untuk mencegah atau mengurangi infeksi<br />6. Mengungkapkan pemahaman tentang efek kanker dan aturan pengobatan pada seksualitas dan tindakan untuk memperbaiki/menghadapi masalahKumpulan Asuhan Keperawatanhttp://www.blogger.com/profile/17205248068027475773noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6705098767005013406.post-27836838592905363642010-04-19T21:46:00.000-07:002010-04-19T21:49:55.851-07:00Laporan Pendahuluan Apendiksitis<div style="text-align: center;">LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN<br />PADA PASIEN DENGAN APENDIKSITS<br /></div><br /><br /><div style="text-align: justify;">I. PENGERTIAN<br />Apendik adalah organ kecil yang menyerupai jari, melekat pada sekum tepat di bawah katup ileosekal. Karena apendik mengosongkan diri dengan tidak efisien, dan lumennya kecil, maka apendik mudah mengalami obttruksi dan rentan terhadap infeksi ( Apendiksitis )<br />Apendiksitis merupakan penyebab yang paling umum dan imflamasi akut kuadran kanan bawah rongga abdomen dan penyebab yang paling umum dari pembedahan abdomen darurat.<br />II. TANDA DAN GEJALA<br />1 Nyeri difus yang timbul mendadak di daerah epigastrium atau periumbilikus<br />2 Dalam beberapa jam, nyeri lebih terlokalisasi dan dapat di jelaskan sebagai nyeri tekan di daerah kanan bawah<br />3 Pada titik Mc Burney ( terletak di antara umbilicus dan spina anterior dari ilium ) nyeri tekan setempat karena tekanan dan sedikit kaku dari bagian bawah otot rectus kanan<br />4 Nyeri lepas atau nyeri alih ( nyeri yang timbul sewaktu tekanan di hilangkan dari bagian yang sakit ) mungkin saja ada, mungkin letak apendik mengakibatkan sejumlah nyeri tekan, spasme otot, dan konstipasi atau diare kambuhan<br />5 Tanda Rovsing ( dapat di ketahui denagn mempalpasi kuadran kanan bawah yang menyebabkan nyeri pada kiri bawah )<br />6 Demam<br />7 Nyeri kuadran bawah biasanya disertai nausea, anoreksia, muntah- muntah dan suhu rendah<br />III. PATOFISIOLOGI<br />Reaksi pertama pada infeksi adalah reaksi umum yang melibatkan susunan saraf pusat dan system hormone yang menyebabkan perubahan metabolic. Pada saat itu terjadi reaksi jaringan imforetikularis di seluruh tubuh berupa proliferasi sel pagosit dan sel pembuat antibidi ( limfosit B )<br />Reaksi kedua berupa reaksi lokal yang di sebut inflamasiakut. Reaksi ini terus berlangsung selama masih terjadi proses pengrusakan jaringan oleh trauma. Bila penyebab kerusakan jaringan biasa di berantas, maka sisi jaringan yang rusak yang di sebut debris akan di fagositosis dan di buang oleh tubuh sampaiterjadi revolusi atau kesembuhan. Bila trauma berlebihan, reaksi fagosit kadang berlebihan berkumpul dalam suatu rongga membentuk abses atau bertumpuk di sel jaringan yang lain membentuk plegnon (peradangan yang luas dijaringan ikat )<br />Trauma yang hebat berlebihan dan terus menerus menimbulkan reaksi tubuh yang juga berlebihan yang juga berlebihan berupa fagositosis febris yang di ikuti dengan pembentukan jaringan granulasi vaskuler untuk mengganti jaringan yang rusak. Fase ini di sebut dengan fase organisasi. Bila dalam fase ini pengrusakan berhenti akan terjadi penyembuhan melalui pembentukan jaringan granulasi fibrosa , tetapi bila pengrusakan jaringan berlangsung terus, akan terjadi fase imflamasi ???<br />Di kenal tiga radang yaitu : inflamasi akut, sub akut dan kronik . gambaran imflamasi akut menunjukan rubor( kemerahan ) dan logor ( demam setempat ) akibat vasodilatasi, dan tumor ( benjolan ) karena eksudasi. Ujung saraf akan terangsang oleh peradangan sehingga terdapat rasa nyeri ( dolor ). Nyeri dan pembengkakan akan menyebabkan gangguan faal. Kelima gejala ini di kenal dengan nama gejala cardinal dari celsus ( ALUS Cornelius Celsua, 53 SM- 50 AD , seorang cendikiawan Romawi )<br />Abses akibat radang akut berat yang terletak dekat permukaan di tandai dengan adanya fluktuasi, sedangkan flegmon yang sering di temukan di jaringan subkutis di tandai dengan pembengkakan difus yang merah dan sangat nyeri. Pada keduanya biasanya di dapati demam dan umumnya keadaan umum yang menurun. Abses dapat pecah oleh adanyan nekrosis jaringan dan kulit di atasnya<br />Fase imflamasi akut dapat di ikuti oleh radang kronik. Imflamasi akut atau kronis yang ada di permukaan atau mukosa dapat menyebabkan kerusakan epitel yang menyebabkan tukak atau ulkus. Kadang pusat infeksi atau radang berada jauh di bawah kulit sehingga nanah akan keluar melalui jaringan khusus yang terbentuk pada jaringan yang paling lemah. Jaringan khusus ini di sebut fistel atau sinus ( fistel/fistula : pipa atau sinus : ruang atau cekungan )<br />Tubuh akan breusaha membatasi infeksi ini dengan mengaktifkan jaringan limfoid sehingga terjadi radang akut kelenjer limfe ( limfadenitis regional )<br />Bila yang masuk virulensi tinggi, atau keadaan pertahanan tubuh sedang lemah, kuman dapat masuk ke pembuluh darah dan terbawa ke aliran darah terus berkembang biak, dan masuk keseluruh jaringan tubuh menyebabkan septisemia ( pembusukan darah )<br /><br />IV. KOMPLIKASI<br />1 Komplikasi mayor adalah perforaisi apendiks yang dapat menorah ke peritonitis atau pembentukan abses<br />2 Perforasi biasanya terjadi setelah 24 jam setelah awitan nyeri ( gejala- gejalanya termasuk demam, penampilan toksik, dan nyeri berlanjut )<br />V. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK<br />1 Jumlah leukosit lebih dari 10.000 / mm3<br />2 Jumlah netrofil lebih tinggi dari 75 %<br />3 Pemeriksaan sinar x dan ultrasonografi menunjukan densitas pada kuadran kanan bawah atau tingkat aliran udara setempat<br />4 Kekakuan pada seluruh dinding abdomen bisa mengindikasikan apendiks rupture dan terjadi peritonitis<br />VI. PENATALAKSANAAN MEDIS<br />1 Pembedahan di indikasikan jika terdiagnosa apendiksitis, lakukan apendiktomi secepat mungkin untuk mengurangi perforasi. Metode : insisi abdominal bawah di bawah anastesi umum atau spinal : laparoskopi<br />2 Berikan antibiotik dan cairan IV sampai pembedahan di lakukan<br />3 Analgesik data di berikan setelah diagnosa di tegakkan<br /><br /><br /><br />KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN APENDIKSITIS<br /><br />I. PENGKAJIAN<br />1 Aktivitas : malaise<br />2 Sirkulasi : tachicardia<br />3 Makanan/ cairan : anoreksia, mual dan muntah<br />4 Nyeri / kenyamanan<br />a) Nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus yang meningkat berat dan terlokalisai pada titik Mc Burney, meninkat karena berjalan, bersin atau nafas dalam<br />b) Perilaku berhati- hati<br />c) Meningkatnya nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi ekstensi kaki kanan / posisi duduk tegak<br />5 Keamanan : demam ( biasanya rendah )<br />6 Pernafasan : takipneu, dan pernafasan dangkal<br />II. DIAGNOSA KEPERAWATAN<br />1 Nyeri akut berhubungan dengan ditensi jaringan usus oleh inflamasi, adanya insisi bedah<br />2 Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatannya pertahanan utama perforasi / ruptur pada apendiks peritonitis pembemtukan abses prosedur invasive, insisi bedah<br />3 Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah pasvca operasi, pembatasan pasca operasi, status hipermetabolic, inflamasi peritoneum dengan cairan asing<br />4 Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan berhubunga dengan kurang terpajan atau nmengingat, salah interpretasi informasi, tidak mengenal informasi <br />III. PERENCANAAN DAN EVALUASI<br />1 Diagnosa 1<br />Tujuan / criteria evaluasi : nyeri hilang / terkontrol<br />Intervensi :<br />a) Kaji karakteristik nyeri dengan tehnik P, Q ,R, S, T<br />b) Oservasi vital sign<br />c) Observasi respon verbal dan non verbal terhadap nyeri<br />d) Ajarkan tehnik distraksi ( pengalihan ) dan relaksasi ( nafas dalam )<br />e) Pertahankan istirahat dalam posisi semi fowler<br />f) Anjurkan mobilisasi dini<br />g) Kolaborasi dalam pemberian analgetik<br /><br />2 Diagnosa 2<br />Tujuan / kriteria evaluasi : meningkatnya penyembuhan luka dengan benar, bebas tanda infeksi/ inflamasi, drainage purulen, eritema dan demam<br />Intervensi :<br />a) Kaji tanda- tanda infeksi seperti : kolor, dolor, tumor, dan rubor<br />b) Observasi peningkatan vital sign<br />c) Rawat luka dengan tehnik aseptic<br />d) Pantau hasil laboratorium, terutama kadar WBC darah<br />e) Kolaborasi pemberian antibiotic<br /><br />3 Diagnosa 3<br />Tujuan /criteria evaluasi : mempertahankan keseimbangan cairan, membrane mukosa lembab, turgor kulit baik, tanda vital stabil, haluaran urine adekuat<br />Intervensi :<br />a) Ji intake output ( balance cairan ) dalam 24 jam<br />b) Observasi adanya kekurangan volume cairan ( membrane mukosa, turgor kulit, rekafilary refill )<br />c) Observasi vital sign terutama tekanan darah dan nadi<br />d) Beri minum reoral dan lanjukan dengan diet sesuai toleransi<br />e) Kolaborasi pemberian cairan IV dan elektrolit<br /><br /><br />4 Diagnosa 4<br />Tujuan/ criteria evaluasi : menyatakan pemahaman tentang proses penyakit, pengobatan dan potensial terhadap komplikasi<br />Intervensi :<br />a) Kaji tingkat pengetahuan pasien tentang perawatan , pengobatan dan prognosis penyakit<br />b) Diskusikan tentang perawatan, pengobatan, dan prognosis penyakit<br />c) Beri HE tentang perawatan, pengobatan dan prognosis penyakit<br />d) Beri rewadrd bila dapat menyebutkan kembali penjelasan perawat<br /><br />Buku sumber :<br />Corwin, Elisabeth, J, 2000, Buku Saku Patofisiologi, EGC, Jakarta<br />Doengoes , Marilym, E, dkk. 1999, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, egc, Jakarta<br />Reeves J. Charlene, rouk Gayle, Lockhart Robin, 2001, Buku Saku Keperawatan Medikal Bedah, Salemba Medika, Jakarta<br />Suddarth, Brunner, 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta<br /></div>Kumpulan Asuhan Keperawatanhttp://www.blogger.com/profile/17205248068027475773noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6705098767005013406.post-3669704125541321412010-04-19T21:37:00.000-07:002010-04-19T21:45:08.505-07:00Laporan Pendahuluan Fraktur<div style="text-align: center;">LAPORAN PENDAHULUAN<br />ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN FRAKTUR<br /></div><br />A. PENGERTIAN<br />Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa ( Arif Mansjoer,2000 )<br />Fraktur adalah patah tulang , biasanya disebabkan oleh trauma ( Sylvia A. Price, 1995 ).<br />Fraktur adalah pemisahan atau patahnya tulang ( Marilyn E. Doenges,1999)<br /><br />Berdasarkan perluasannya Fraktur diklasifikasi menjadi dua yaitu :<br />1. Fraktur komplit<br />Terjadi bila seluruh tubuh tulang patah atau kontinuitas jaringan luas sehingga tulang terbagi dua bagian dan garis patahnya menyebrabg dari satu sisi ke sisi yang lain sehingga mengenai seluruh korteks.<br />2. Fraktur inkomplit<br />Diskontinuitas jaringan tulang dengan garis patahan tidak menyebrang sehingga masih ada korteks yang utuh.<br /><br />Berdasarkan bentuk garis patahan, fraktur dapat diklasifikasikan menjadi :<br />1. Fraktur linier atau transversal<br />Fraktur yang garis patahannya tegak lurus terhadap sumbu panjang tulang, pada fraktur ini segmen-segmen tulang yang patah direposisi atau direduksi kembali ketempat semula, maka segmen itu akan stabil dan biasanya mudah dikontrol dengan bidai gips.<br />2. Fraktur oblik<br />Fraktur yang garis patahnya membentuk sudut tulang, fraktur ini tidak stabil dan sulit diperbaiki.<br />3. Fraktur spiral<br />Fraktur yang hanya menimbulkan sedikit kerusakan jaringan lunak dan fraktur semacam ini cenderung cepat sembuh dengan imobilasasi luar.<br /><br />4. Fraktur green stick<br />Fraktur tidak sempurna dan sering terjadi pada anak-anak. Korteks tulang hanya sebagian yang masih utuh, demikian juga periosteum.<br />5. Fraktur kompresive<br />Fraktur yang terjadi ketika dua tulang menumbuk tulang ketiga yang berada diantaranya.<br /><br />Berdasarkan hubungan fragmen tulang dan jaringan sekitar, dibedakan menjadi empat yaitu :<br />1. Fraktur tertutup<br />Fraktur yang fragmen tulangnya mempunyai hubungan dengan dunia luar.<br />2. Fraktur terbuka<br />Fraktur yang fragmen tulangnya pernah berhubungan dengan dunia luar, dimana kulit dari ekstremitas telah ditembus.<br />3. Fraktur komplikata<br />Fraktur yang disertai kerusakan jaringan saraf, pembuluh darah atau organ yang ikut terkena.<br />4. Fraktur patologis<br />Fraktur yang disebabkan oleh adanya penyakit lokal pada tulang sehingga kekerasan dapat menyebabkan fraktur terjadi pada daerah-daerah tulang yang telah lemah oleh karena tumor atau proses patologik lainya.<br /><br />B. PATOFISIOLOGI<br />1. Etiologi<br />a. Trauma langsung<br />Benturan pada lengan bawah yang menyebabkan patah tulang radius dan ulna, patah tulang pada tempat benturan.<br />b. Trauma tidak langsung<br />Jatuh bertumpu pada lengan yang menyebabkan patah tulang klavikula, patah tulang tidak pada tempat benturan melainkan oleh karena kekuatan trauma diteruskan oleh sumbu tulang dan terjadi fraktur di tempat lain.<br />c. Etiologi lain<br />1) Trauma tenaga fisik ( Tabrakan, benturan )<br />2) Penyakit pada tulang ( proses penuaan, kanker tulang )<br />3) Degenerasi spontan<br />2. Tanda dan gejala<br />a. Deformitas, mungkin terdapat kelainan bentuk pada lokasi yang terkena.<br />b. Funsiolaesia<br />c. Nyeri tekan<br />d. Nyeri bila digeser<br />e. Krepitasi, dirasakan pada tulang fraktur yang disebabkan oleh pergeseran dua segmen ( suara gemetar )<br />f. Bengkak akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti.<br />g. Spasme otot<br />3. Skema patofisiologi<br />Trauma langsung dan tidak langsung<br /><br />Tekanan eksternal yang lebih besar dari yang<br />dapat ditahan oleh tulang<br /><br /><br />Perubahan kontinuitas pembedahan situasi baru<br />Aliran darah jaringan tulang<br /> <br /> Pasca op Pre op<br />Risiko terhadap <br />Kerusakan<br />Pertukaran gas cedera cemas<br /> Jaringan lunak <br /> Terpasang alat Kurang<br /> Spasme otot fiksasi internal pengetahuan<br /> sekunder <br /> - kerusakan mobilitas fisik<br /> Nyeri - defisit perawatan diri<br /> - risiko kerusakan integritas kulit<br /><br /><br /> Trauma langsung dan tak langsung akan menyebabkan terjadinya tekanan eksternal pada tulang yang tekanannya lebih besar dari yang dapat ditahan oleh tulang. Tulang dikatakan fraktur bila terdapat interuksi dari kontinuitas tulang dan biasanya disertai cedera jaringan disekitarnya yaitu ligamen, otot, tendon, pembuluh darah dan persarafan. Sewaktu tulang patah maka sel-sel tulang akan mati, perdarahan biasanya terjadi disekitar tempat patah dan kedalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut.<br /> Reaksi peradangan hebat terjadi setelah timbul fraktur, sel-sel darah putih dan sel mast berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darah ketempat tersebut. Fagositosis dan pembersihan sisa-sisa sel mast dimulai. Ditempat patah terbentuk bekuan fibrin dan berfungsi sebagai alat untuk melekatnya sel-sel baru, matur yang disebut kalus. Bekuan fibrin direabsopsi untuk membentuk tulang sejati. Penyembuhan memerlukan waktu beberapa minggu sampai beberapa bulan. Penyembuhan dapat terganggu atau terlambat apabila hematoma fraktur tulang / kalus rusak sebelum tulang sejati terbentuk atau apabila sel-sel tulang baru rusak selama proses kalsifikasi dan pergeseran.<br /><br />C. PEMERIKSAAN PENUNJANG<br />1. Sinar X ( rontgen )<br />Dapat melihat gambaran fraktur, deformitas, lokasi dan Tipe.<br />2. Anteragram/menogram<br />Menggambarkan arus vaskularisasi.<br />3. CT SCAN, MRI, SCAN Tulang, Tomogram<br />Untuk mendeteksi struktur fraktur yang kompleks.<br />4. Pemeriksaan Lab ( DL )<br />Untuk pasien fraktur yang perlu diketahui antara lain : HB, HCT (sering rendah karena perdarahan ), WBC ( kadang meningkat karena proses infeksi )<br />5. Creatinin<br />Trauma otot meningkatkan beban creatinin untuk klirens ginjal.<br /><br /><br />D. PENATALAKSANAAN MEDIS<br />1. Reposisi / setting Tulang<br />Berarti pengambilan Fragmen tulang terhadap kesejahteraannya.<br />a. Reposisi tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang keposisinya dengan memanipulasi dan traksi manual.<br />b. Reposisi terbuka dengan pendekatan bedah, fragmen tulang direposisi.<br />2. Imobilisasi<br />Untuk mempertahankan reposisi sampai tahap penyembuhan.<br />a. Konservatif fiksasi eksterna<br />Alatnya : Gips, Bidai, Traksi<br />b. ORIF ( Open reduction Internal fictation )<br />Alatnya : Pen, flat screw.<br />3. Rehabilitasi<br />Pemulihan kembali / pengembalian fungsi dan kekuatan normal bagian yang terkena<br /><br /><br />Daftar Pustaka<br /><br />Capernito,L.J.1999. Buku Saku Diagnoasa Keperawatan. Jakarta : EGC<br />Doenges,Marilyn.1999. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi Ketiga. Jakarta : EGC<br />Mansjoer,arief.2000. Kapita Selekta Kedokteran,Jilid II. Jakarta : Media Aesculapius<br />Price,Sylvia .1995. Patofisiologis ,Konsep Klinis dan Proses – Proses Penyakit, Edisi 6.Jakarta : EGCKumpulan Asuhan Keperawatanhttp://www.blogger.com/profile/17205248068027475773noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6705098767005013406.post-82930409648480980082010-04-19T07:06:00.000-07:002010-04-19T08:07:05.450-07:00Laporan Pendahuluan DM<div style="text-align: justify;">LAPORAN PENDAHULUAN<br />DIABETES MELITUS (DM)<br /><br /><br />I. KONSEP DASAR TEORI<br />A. Pengertian<br />Diabetes mellitus adalah sekelompok kelainan heterogen yang ditandai dengan kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia (Brunner & Suddart, 2002). Diabetes mellitus adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal yang menimbulkan berbagai komplikasi kronis pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah disertai lesi pada membrane basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop electron (FKUI, 1998).<br />Jadi Diabetes Melitus adalah sekelompok kelainan heterogen yang ditandai dengan kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan metabolic akibat gangguan hormonal yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan dengan miokroskop electron.<br /><br />B. Etiologi<br />1. IDDM<br />a. Faktor genetik : individu yang memiliki tipe antigen HLA.<br />b. Faktor Immunologi : adanya suatu respon autoimun yang abnormal, dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara tereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing autoantibodi terhadap sel-sel Pulau Langerhans dan insulin endogen (internal). Terdeteksi pada saat diagnosis dibuat dan bahkan beberapa tahun sebelum timbulnya tanda-tanda klinis diabetes tipe I.<br />c. Faktor Lingkungan : virus/toksin tertentu dapat memicu proses autoimun.<br /><br />2. NIDDM<br />Faktor genetic<br />Faktor-faktor risiko tertentu : usia ( resistensi insulin meningkat pada usia lebih dari 40 tahun ), obesitas, riwayat keluarga kelompok etnik, diit.<br /><br />C. Patofisiologi<br />Genetik Imunologik Lingkungan<br /><br />Tipe antigen HLA Responn albumin Virus/toksik<br /><br /> Antibobi memicu proses autoimun<br /><br /> Sel beta pulau langerhans<br /> Dan insulin endogen<br /><br /> Diabetes mellitus<br /><br /><br />Hilangnya nafsu makan kesemutan pada ekstermitas bisa mengulur diit<br />Muntah sering haus<br /> Perubahan nutrisi<br /> Banyak minum<br />Penurunan BB drastic<br /> Sering kencing<br />Lemah, letih, lesu kelelahan <br /><br /><br />Mata kabur cedera<br />Ggn penglihatan<br /> Perlukaan<br /><br /><br /><br /><br /><br /> Px bertanya tentang penyakitnya<br /> Px tampak gelisah<br /> Px selalu ingin didampingi o/ orang terdekat<br /><br /> <br /><br /><br /><br />II. KONSEP DASAR ASKEP<br />A. Pengkajian<br /> Data subjektif : pasien mengeluh lemah, letih, lesu, sering haus, banyak minum, sering kencing, penurunan BB drastic, kesemutan pada ekstermitas, mata kabur/ gangguan penglihatan, kulit kering, hilang nafsu makan, tidak bisa mengulur diit.<br /> Data objektif : demam, disorientasi, mengantuk, letargi, stupor, koma,muntah, gelisah,luka yang sulit sembuh.<br /><br />B. Diagnosa keperawatan<br />1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d defisiensi insulin (penurunan ambilan dan penggunaan glukosa oleh njaringan).<br />2. Kekurangan volume cairan b/d diuresis osmotic<br />3. Risiko terhadap perubahan suhu tubuh b/d efektifnya termoregulasi sekunder akibat infeksi.<br />4. Risiko tinggi infeksi (sepsis) b/d kadar glukosa tinggi, penurunan fungsi leukosit.<br />5. Kelelahan b/d penurunan produksi energi metabolic.<br />6. Risiko tinggi terhadap perubahan sensori perceptual b/d gangguan penglihatan.<br />7. Ansietas b/d pengobatan atau kurang informasi.<br />8. Penatalaksanaan terapeutik tak efektif b/d kurang pemgetahuan.<br />9. Kerusakan integritas kulit b/d luka/ ulkus diabetic.<br />10. Nyeri b/d kerusakan integritas kulit.<br /><br />C. Perencanaan<br />1. Diagnosa 1<br />Intervensi :<br />a. Timbang BB tiap hari.<br /> Rasional : mengkaji masukan nutrisi yang adekuat.<br />b. Tentukan program diit dan pola makan pasien.<br /> Rasional : mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan kebutuhan terapeutik.<br />c. Observasi tanda-tanda hipoglikemia ( perubahan tingkat kesadaran, kulit lembab/ dingin, nadi cepat, sakit kepala).<br />Rasional : metabolisme karbohidrat mulai terjadi, gula darah akan berkurang, semantara tetap diberikan insulin maka hipoglikemia terjadi.<br />d. Kolaborasi dala pemberian insulin secara teratur.<br />Rasional : Insulin reguler memiliki awitan cepat dan karenanya dengan cepat pula dapat membantu memudahkan glukosa kedalam sel.<br />2. Diagnosa 2<br />Intervensi:<br />a. Pantau tanda vital.<br />Rasional : hipoolume dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikardi.<br />b. Pantau masukan dan pengeluaran, catat berat jenis urine.<br />Rasional : mempertahankan hidrasi/ volume sirkulasi<br />c. Pertahankan untuk memberikan cairan 250 cc/hari dalam batas yang dapat ditoleransi oleh jantung.<br />Rasional : mempertahankan hidrasi/ volume sirkulasi<br />d. Beri terapi cairan sesuai dengan indikasi.<br />Rasional : Tipe dan jumlah cairan tergantung kepada derajat kekurangan cairan dan respon pasien secara individual.<br />3. Diagnosa 3<br />Intervensi :<br />a. Kaji tanda-tanda vital<br /> Rasional : Indikasi terjadinya infeksi<br />b. Observasi keadaan kuilit dan sirkulasi<br /> Rasional : Keadaan kulit yang kering dan adanya lesi menimbulkan perubahan suhu tubuh<br />c. Kaji tandas-tanda dehidrasi<br /> Rasional : konserpatif dalam memberikan tindakan<br />d. Observasi masalah yang dapat memberatkan hipotermia/hipertermia.<br /> Rasionalmencegah kondisi yang semakin buruk.<br />4. Diagnosa 4<br />Intervensi :<br />a. Diskusikan dengan pasien kebutuhan akan aktifitas<br /> Rasional : Pendidikan dapat memberikan motivasi untuk meningkatan aktifitas<br />b. Bentuk aktifitas alternative dengan periode istirahat yang cukup<br /> Rasional : mencegah kelelahan yang berlebih<br />c. Pantau nadi, frekuensi pernafasan, dan tekanan darah sebelum dan sesudah melakukan aktifitas<br /> Rasional : Mengidentifikasi tingkat aktifitas yang dapat ditolerandsi<br />d. Tingkatkan partisipasi pasien dalam melakukan aktifitas<br /> Rasional : meningkatkan kepercayaan diri/ harga diri pasien.<br />5. Diagnosa 5<br />Intervensi :<br />a. Gunakan teknik steril sewaktu penggantian balutan<br /> Rasional : mencegah masuknya bakteri, mengurangi risiko infeksi nosokomial<br />b. Gunakan sarung tangan waktu merawat luka<br /> Rasional : mencegah pencegahan infeksi<br />c. Pantau kecendrungan suhu<br /> Rasional : Hipotermi adalah tanda-tanda penting yang merefleksikan perkembangan status shock/ penurunan perfusi jaringan<br />d. Berikan obat anti infeksi sesuai dengan petunjuk<br /> Rasional : Dapat membasmi/ memberikan imunitas sementara untuk infeksi umum/ penyakit khusus.<br />6. Diagnosa 6<br />Intervensi :<br />a. Pantau tanda-tanda vital dan status mental<br /> Rasional : sebagai dasar dalam membandingkan temuan abnormal<br />b. Lindungi pasien dari cedera<br /> Rasional : Pasien mengalami disorientasi merupakan awal terjadinya cedera<br />c. Selidiki adanya keluhan parasetia, nyeri/ kehilangan sensori pada kaki/ paha<br /> Rasional : Neuropati perifer dapat mengakibatka rasa tidak nyaman yang berat<br />d. Berikan pengobatan sesuai dengan obat yang ditentukan<br /> Rasional : Gangguan terhadap aktifitas, kejang biasanya hilang bila keadaan hiperosmolalitas teratasi.<br />7. Diagnosa 7<br />Intervensi :<br />a. Evaluasi tingkat ansietas<br /> Rasional : ketakutan dapat terjadi karena nyeri hebat<br />b. Berikan informasi tentang proses penyakit dan antisipsi tindakan<br /> Rasional : mengetahui apa yang diharapkan dapat menurunkan ansietas<br />c. Kurangi stimulasi dari luar<br /> Rasional : menciptakan terapi yang terapeutik<br />d. Berikan obat anti ansietas<br /> Rasional : menurunkan pengaruh dan sekresi hormon tiroid yang berlebihan.<br />8. Diagnosa 8<br />Intervensi :<br />a. Ciptakan lingkungan saling percaya<br /> Rasional : mananggapi dan memperhatika perlu diciptakan sebelum bersedia mengambil bagian dalam proses belajar<br />b. Diskusikan topik-topik utama yang berhubungan dengan penyakitnya<br /> Rasional : memberikan pengetahuan dasar dimana pasien dapat membuat pertimbangan dalam memilih gaya hidup<br />c. Hindari kesan menekan<br /> Rasional : partisipasi dalam perencanaan<br />d. Usahakan untuk menemukan kecocokan<br /> Rasional : pemahaman tentang aspek yang digunakan.<br />9. Diagnosa 9<br />Intervensi :<br />a. Pantau kulit untuk luka terbuka<br /> Rasional : memberikan informasi tentang sirkulasi kulit<br />b. Ganti balutan sesering mungkin<br /> Rasional : mempertahankan kulit sekitar luka tetap bersih<br />c. Kolaborasi dalam irigasi luka, bantu dalam melakukan debridement sesuai kebutuhan<br /> Rasional : membuang jaringan nekrotik pada luka<br />d. Berikan antibiotik sesuai indikasi<br /> Rasional : untuk mengobati infeksi khusus dan meningkatkan penyembuhan.<br />10. Diagnosa 10<br />Intervensi :<br />a. Pantau lokasi nyeri<br /> Rasional : ketahui lokasi nyeri secara pasti<br />b. Dorong menggunakan teknik management stress seperti nafas dalam.<br /> Rasional : membantu pasien untuk relaksasi<br />c. Ubah posisi secara periodic dan berikan latihan gerak<br /> Rasional : dapat memperbaiki sirkulasi jaringan<br />d. Berikan obat sesuai indikasi (analgetik)<br /> Rasional : menurunkan nyeri/ spasme otot.<br /><br />D. Pelaksanaan<br /> Sesuai intervensi<br /><br />E. Evaluasi<br />1. Nuitrisi pasien adekuat<br />2. kebutuhan cairan pasien adekuat<br />3. Tidak terjadi hipotermi/hipertermi<br />4. Tidak terjadi infeksi<br />5. Pasien lebih bertenaga<br />6. Tidak terjadi perubahan persepsi sensoris<br />7. Tidak cemas<br />8. Pasien dapat melaksanaakan terapeutik sexara efektif<br />9. Integritas kulit baik<br />10. Nyeri berkurang/terkontrol<br />Daftar Pustaka :<br />Smeltzer Swan (2001) Buku Ajar Medikal Bedah Jakarta ; EGC<br />Carpenito,Lynda Juall (2000) Diagnosa Kperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinis, Jakarta : EGC<br />Doengos, Marylin E (1999) Rencana Asuhan Keperawatan, Jakarta: EGC<br /></div>Kumpulan Asuhan Keperawatanhttp://www.blogger.com/profile/17205248068027475773noreply@blogger.com0