Senin, 31 Mei 2010

Laporan Pendahuluan SNH

STROKE NON HEMORAGIK

A. Definisi
Gangguan peredaran darah diotak (GPDO) atau dikenal dengan CVA ( Cerebro Vaskuar Accident) adalah gangguan fungsi syaraf yang disebabkan oleh gangguan aliran darah dalam otak yang dapat timbul secara mendadak ( dalam beberapa detik) atau secara cepat ( dalam beberapa jam ) dengan gejala atau tanda yang sesuai dengan daerah yang terganggu.(Harsono,1996, hal 67)
Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak sering ini adalah kulminasi penyakit serebrovaskuler selama beberapa tahun. (Smeltzer C. Suzanne, 2002, hal 2131)
Penyakit ini merupakan peringkat ketiga penyebab kematian di United State. Akibat stroke pada setiap tingkat umur tapi yang paling sering pada usia antara 75 – 85 tahun. (Long. C, Barbara;1996, hal 176).

B. Etiologi
Penyebab-penyebabnya antara lain:
1. Trombosis ( bekuan cairan di dalam pembuluh darah otak )
2. Embolisme cerebral ( bekuan darah atau material lain )
3. Iskemia ( Penurunan aliran darah ke area otak)
(Smeltzer C. Suzanne, 2002, hal 2131)

C. Faktor resiko pada stroke
1. Hipertensi
2. Penyakit kardiovaskuler: arteria koronaria, gagal jantung kongestif, fibrilasi atrium, penyakit jantung kongestif)
3. Kolesterol tinggi
4. Obesitas
5. Peningkatan hematokrit ( resiko infark serebral)
6. Diabetes Melitus ( berkaitan dengan aterogenesis terakselerasi)
7. Kontrasepasi oral( khususnya dengan disertai hipertensi, merkok, dan kadar estrogen tinggi)
8. Penyalahgunaan obat ( kokain)
9. Konsumsi alkohol
(Smeltzer C. Suzanne, 2002, hal 2131)

D. Manifestasi klinis
Gejala - gejala CVA muncul akibat daerah tertentu tak berfungsi yang disebabkan oleh terganggunya aliran darah ke tempat tersebut. Gejala itu muncul bervariasi, bergantung bagian otak yang terganggu. Gejala-gejala itu antara lain bersifat:
a. Sementara
Timbul hanya sebentar selama beberapa menit sampai beberapa jam dan hilang sendiri dengan atau tanpa pengobatan. Hal ini disebut Transient ischemic attack (TIA). Serangan bisa muncul lagi dalam wujud sama, memperberat atau malah menetap.
b. Sementara,namun lebih dari 24 jam
Gejala timbul lebih dari 24 jam dan ini dissebut reversible ischemic neurologic defisit (RIND)
c. Gejala makin lama makin berat (progresif)
Hal ini desebabkan gangguan aliran darah makin lama makin berat yang disebut progressing stroke atau stroke inevolution
d. Sudah menetap/permanen
(Harsono,1996, hal 67)

E. Patways
F. Pemeriksaan Penunjang
1. CT Scan
Memperlihatkan adanya edema , hematoma, iskemia dan adanya infark
2. Angiografi serebral
membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri
3. Pungsi Lumbal
- menunjukan adanya tekanan normal
- tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukan adanya perdarahan
4. MRI : Menunjukan daerah yang mengalami infark, hemoragik.
5. EEG: Memperlihatkan daerah lesi yang spesifik
6. Ultrasonografi Dopler : Mengidentifikasi penyakit arteriovena
7. Sinar X Tengkorak : Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal
(DoengesE, Marilynn,2000 hal 292)

G. Penatalaksanaan
1. Diuretika : untuk menurunkan edema serebral .
2. Anti koagulan: Mencegah memberatnya trombosis dan embolisasi.
(Smeltzer C. Suzanne, 2002, hal 2131)

H.KOMPLIKASI
Hipoksia Serebral
Penurunan darah serebral
Luasnya area cedera
(Smeltzer C. Suzanne, 2002, hal 2131)

I. Pengkajian
a. Pengkajian Primer
- Airway
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret akibat kelemahan reflek batuk
- Breathing
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi
- Circulation
TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut, takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut

b. Pengkajian Sekunder
1. Aktivitas dan istirahat
Data Subyektif:
- kesulitan dalam beraktivitas ; kelemahan, kehilangan sensasi atau paralysis.
- mudah lelah, kesulitan istirahat ( nyeri atau kejang otot )
Data obyektif:
- Perubahan tingkat kesadaran
- Perubahan tonus otot ( flaksid atau spastic), paraliysis ( hemiplegia ) , kelemahan umum.
- gangguan penglihatan
2. Sirkulasi
Data Subyektif:
- Riwayat penyakit jantung ( penyakit katup jantung, disritmia, gagal jantung , endokarditis bacterial ), polisitemia.
Data obyektif:
- Hipertensi arterial
- Disritmia, perubahan EKG
- Pulsasi : kemungkinan bervariasi
- Denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau aorta abdominal
3. Integritas ego
Data Subyektif:
- Perasaan tidak berdaya, hilang harapan
Data obyektif:
- Emosi yang labil dan marah yang tidak tepat, kesediahan , kegembiraan
- kesulitan berekspresi diri
4. Eliminasi
Data Subyektif:
- Inkontinensia, anuria
- distensi abdomen ( kandung kemih sangat penuh ), tidak adanya suara usus( ileus paralitik )
5. Makan/ minum
Data Subyektif:
- Nafsu makan hilang
- Nausea / vomitus menandakan adanya PTIK
- Kehilangan sensasi lidah , pipi , tenggorokan, disfagia
- Riwayat DM, Peningkatan lemak dalam darah
Data obyektif:
- Problem dalam mengunyah ( menurunnya reflek palatum dan faring )
- Obesitas ( factor resiko )
6. Sensori neural
Data Subyektif:
- Pusing / syncope ( sebelum CVA / sementara selama TIA )
- nyeri kepala : pada perdarahan intra serebral atau perdarahan sub arachnoid.
- Kelemahan, kesemutan/kebas, sisi yang terkena terlihat seperti lumpuh/mati
- Penglihatan berkurang
- Sentuhan : kehilangan sensor pada sisi kolateral pada ekstremitas dan pada muka ipsilateral ( sisi yang sama )
- Gangguan rasa pengecapan dan penciuman
Data obyektif:
- Status mental ; koma biasanya menandai stadium perdarahan , gangguan tingkah laku (seperti: letergi, apatis, menyerang) dan gangguan fungsi kognitif
- Ekstremitas : kelemahan / paraliysis ( kontralateral pada semua jenis stroke, genggaman tangan tidak imbang, berkurangnya reflek tendon dalam ( kontralateral )
- Wajah: paralisis / parese ( ipsilateral )
- Afasia ( kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa, kemungkinan ekspresif/ kesulitan berkata kata, reseptif / kesulitan berkata kata komprehensif, global / kombinasi dari keduanya.
- Kehilangan kemampuan mengenal atau melihat, pendengaran, stimuli taktil
- Apraksia : kehilangan kemampuan menggunakan motorik
- Reaksi dan ukuran pupil : tidak sama dilatasi dan tak bereaksi pada sisi ipsi lateral

7. Nyeri / kenyamanan
Data Subyektif:
- Sakit kepala yang bervariasi intensitasnya
Data obyektif:
- Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan otot / fasial
8. Respirasi
Data Subyektif:
- Perokok ( factor resiko )
9.Keamanan
Data obyektif:
- Motorik/sensorik : masalah dengan penglihatan
- Perubahan persepsi terhadap tubuh, kesulitan untuk melihat objek, hilang kewasadaan terhadap bagian tubuh yang sakit
- Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang pernah dikenali
- Gangguan berespon terhadap panas, dan dingin/gangguan regulasi suhu tubuh
- Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap keamanan, berkurang kesadaran diri
10. Interaksi social
Data obyektif:
- Problem berbicara, ketidakmampuan berkomunikasi
(Doenges E, Marilynn,2000 hal 292)

J. Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan perfusi jaringan serebral b.d terputusnya aliran darah : penyakit oklusi, perdarahan, spasme pembuluh darah serebral, edema serebral
Dibuktikan oleh :
- Perubahan tingkat kesadaran , kehilangan memori
- Perubahan respon sensorik / motorik, kegelisahan
- Deficit sensori , bahasa, intelektual dan emosional
- Perubahan tanda tanda vital

Tujuan Pasien / criteria evaluasi ;
- Terpelihara dan meningkatnya tingkat kesadaran, kognisi dan fungsi sensori / motor
- Menampakan stabilisasi tanda vital dan tidak ada PTIK
- Peran pasien menampakan tidak adanya kemunduran / kekambuhan
Intervensi :
Independen
- Tentukan factor factor yang berhubungan dengan situasi individu/ penyebab koma / penurunan perfusi serebral dan potensial PTIK
- Monitor dan catat status neurologist secara teratur
- Monitor tanda tanda vital
- Evaluasi pupil (ukuran bentuk kesamaan dan reaksi terhadap cahaya )
- Bantu untuk mengubah pandangan , misalnay pandangan kabur, perubahan lapang pandang / persepsi lapang pandang
- Bantu meningkatakan fungsi, termasuk bicara jika pasien mengalami gangguan fungsi
- Kepala dielevasikan perlahan lahan pada posisi netral .
- Pertahankan tirah baring , sediakan lingkungan yang tenang , atur kunjungan sesuai indikasi
Kolaborasi
- berikan suplemen oksigen sesuai indikasi
- berikan medikasi sesuai indikasi :
• Antifibrolitik, misal aminocaproic acid ( amicar )
• Antihipertensi
• Vasodilator perifer, missal cyclandelate, isoxsuprine.
• Manitol

2. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d kerusakan batuk, ketidakmampuan mengatasi lendir
Kriteria hasil:
- Pasien memperlihatkan kepatenan jalan napas
- Ekspansi dada simetris
- Bunyi napas bersih saat auskultasi
- Tidak terdapat tanda distress pernapasan
- GDA dan tanda vital dalam batas normal
Intervensi:
- Kaji dan pantau pernapasan, reflek batuk dan sekresi
- Posisikan tubuh dan kepala untuk menghindari obstruksi jalan napas dan memberikan pengeluaran sekresi yang optimal
- Penghisapan sekresi
- Auskultasi dada untuk mendengarkan bunyi jalan napas setiap 4 jam
- Berikan oksigenasi sesuai advis
- Pantau BGA dan Hb sesuai indikasi
3. Pola nafas tak efektif berhubungan dengan adanya depresan pusat pernapasan
Tujuan :
Pola nafas efektif
Kriteria hasil:
- RR 18-20 x permenit
- Ekspansi dada normal
Intervensi :
o Kaji frekuensi, irama, kedalaman pernafasan.
o Auskultasi bunyi nafas.
o Pantau penurunan bunyi nafas.
o Pastikan kepatenan O2 binasal
o Berikan posisi yang nyaman : semi fowler
o Berikan instruksi untuk latihan nafas dalam
o Catat kemajuan yang ada pada klien tentang pernafasan

DAFTAR PUSTAKA


1. Long C, Barbara, Perawatan Medikal Bedah, Jilid 2, Bandung, Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran, 1996
2. Tuti Pahria, dkk, Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Ganguan Sistem Persyarafan, Jakarta, EGC, 1993
3. Pusat pendidikan Tenaga Kesehatan Departemen Kesehatan, Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan , Jakarta, Depkes, 1996
4. Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta, EGC ,2002
5. Marilynn E, Doengoes, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Jakarta, EGC, 2000
6. Harsono, Buku Ajar : Neurologi Klinis,Yogyakarta, Gajah Mada university press, 1996

Senin, 17 Mei 2010

Laporan Pendahuluan Jantung Rematik

PENYAKIT JANTUNG REMATIK


I. DEFINISI
Demam Reumatik / penyakit jantung reumatik adalah penyakit peradangan sistemik akut atau kronik yang merupakan suatu reaksi autoimun oleh infeksi Beta Streptococcus Hemolyticus Grup A yang mekanisme perjalanannya belum diketahui, dengan satu atau lebih gejala mayor yaitu Poliarthritis migrans akut, Karditis, Korea minor, Nodul subkutan dan Eritema marginatum.

II. ETIOLOGI
Demam reumatik, seperti halnya dengan penyakit lain merupakan akibat interaksi individu, penyebab penyakit dan faktor lingkungan. Penyakit ini berhubungan erat dengan infeksi saluran nafas bagian atas oleh Beta Streptococcus Hemolyticus Grup A berbeda dengan glomerulonefritis yang berhubungan dengan infeksi streptococcus dikulit maupun disaluran nafas, demam reumatik agaknya tidak berhubungan dengan infeksi streptococcus dikulit.
Faktor-faktor predisposisi yang berpengaruh pada timbulnya demam reumatik dan penyakit jantung reumatik terdapat pada individunya sendiri serta pada keadaan lingkungan.

Faktor-faktor pada individu :
1. Faktor genetik
Adanya antigen limfosit manusia ( HLA ) yang tinggi. HLA terhadap demam rematik menunjkan hubungan dengan aloantigen sel B spesifik dikenal dengan antibodi monoklonal dengan status reumatikus
2. Jenis kelamin
Demam reumatik sering didapatkan pada anak wanita dibandingkan dengan anak laki-laki. Tetapi data yang lebih besar menunjukkan tidak ada perbedaan jenis kelamin, meskipun manifestasi tertentu mungkin lebih sering ditemukan pada satu jenis kelamin.
3. Golongan etnik dan ras
Data di Amerika Utara menunjukkan bahwa serangan pertama maupun ulang demam reumatik lebih sering didapatkan pada orang kulit hitam dibanding dengan orang kulit putih. Tetapi data ini harus dinilai hati-hati, sebab mungkin berbagai faktor lingkungan yang berbeda pada kedua golongan tersebut ikut berperan atau bahkan merupakan sebab yang sebenarnya.
4. Umur
Umur agaknya merupakan faktor predisposisi terpenting pada timbulnya demam reumatik / penyakit jantung reumatik. Penyakit ini paling sering mengenai anak umur antara 5-15 tahun dengan puncak sekitar umur 8 tahun. Tidak biasa ditemukan pada anak antara umur 3-5 tahun dan sangat jarang sebelum anak berumur 3 tahun atau setelah 20 tahun. Distribusi umur ini dikatakan sesuai dengan insidens infeksi streptococcus pada anak usia sekolah. Tetapi Markowitz menemukan bahwa penderita infeksi streptococcus adalah mereka yang berumur 2-6 tahun.
5. Keadaan gizi dan lain-lain
Keadaan gizi serta adanya penyakit-penyakit lain belum dapat ditentukan apakah merupakan faktor predisposisi untuk timbulnya demam reumatik.
6. Reaksi autoimun
Dari penelitian ditemukan adanya kesamaan antara polisakarida bagian dinding sel streptokokus beta hemolitikus group A dengan glikoprotein dalam katub mungkin ini mendukung terjadinya miokarditis dan valvulitis pada reumatik fever
Faktor-faktor lingkungan :
1. Keadaan sosial ekonomi yang buruk
Mungkin ini merupakan faktor lingkungan yang terpenting sebagai predisposisi untuk terjadinya demam reumatik. Insidens demam reumatik di negara-negara yang sudah maju, jelas menurun sebelum era antibiotik termasuk dalam keadaan sosial ekonomi yang buruk sanitasi lingkungan yang buruk, rumah-rumah dengan penghuni padat, rendahnya pendidikan sehingga pengertian untuk segera mengobati anak yang menderita sakit sangat kurang; pendapatan yang rendah sehingga biaya untuk perawatan kesehatan kurang dan lain-lain. Semua hal ini merupakan faktor-faktor yang memudahkan timbulnya demam reumatik.
2. Iklim dan geografi
Demam reumatik merupakan penyakit kosmopolit. Penyakit terbanyak didapatkan didaerah yang beriklim sedang, tetapi data akhir-akhir ini menunjukkan bahwa daerah tropis pun mempunyai insidens yang tinggi, lebih tinggi dari yang diduga semula. Didaerah yang letaknya agak tinggi agaknya insidens demam reumatik lebih tinggi daripada didataran rendah.
3. Cuaca
Perubahan cuaca yang mendadak sering mengakibatkan insidens infeksi saluran nafas bagian atas meningkat, sehingga insidens demam reumatik juga meningkat.

III. PATOGENESIS
Demam reumatik adalah penyakit radang yang timbul setelah infeksi streptococcus golongan beta hemolitik A. Penyakit ini menyebabkan lesi patologik jantung, pembuluh darah, sendi dan jaringan sub kutan. Gejala demam reumatik bermanifestasi kira-kira 1 – 5 minggu setelah terkena infeksi. Gejala awal, seperti juga beratnya penyakit sangat bervariasi. Gejala awal yang paling sering dijumpai (75 %) adalah arthritis. Bentuk poliarthritis yang bermigrasi. Gejala dapat digolongkan sebagai kardiak dan non kardiak dan dapat berkembang secara bertahap.
Demam reumatik dapat menyerang semua bagian jantung. Meskipun pengetahuan tentang penyakit ini serta penelitian terhadap kuman Beta Streptococcus Hemolyticus Grup A sudah berkembang pesat, namun mekanisme terjadinya demam reumatik yang pasti belum diketahui. Pada umumnya para ahli sependapat bahwa demam remautik termasuk dalam penyakit autoimun.
Streptococcus diketahui dapat menghasilkan tidak kurang dari 20 produk ekstrasel yang terpenting diantaranya ialah streptolisin O, streptolisin S, hialuronidase, streptokinase, difosforidin nukleotidase, dioksiribonuklease serta streptococcal erytrogenic toxin. Produk-produk tersebut merangsang timbulnya antibodi.
Pada penderita yang sembuh dari infeksi streptococcus, terdapat kira-kira 20 sistem antigen-antibodi; beberapa diantaranya menetap lebih lama daripada yang lain. Anti DNA-ase misalnya dapat menetap beberapa bulan dan berguna untuk penelitian terhadap penderita yang menunjukkan gejala korea sebagai manifestasi tunggal demam reumatik, saat kadar antibodi lainnya sudah normal kembali.
ASTO ( anti-streptolisin O) merupakan antibodi yang paling dikenal dan paling sering digunakan untuk indikator terdapatnya infeksi streptococcus. Lebih kurang 80 % penderita demam reumatik / penyakit jantung reumatik akut menunjukkan kenaikkan titer ASTO ini; bila dilakukan pemeriksaan atas 3 antibodi terhadap streptococcus, maka pada 95 % kasus demam reumatik / penyakit jantung reumatik didapatkan peninggian atau lebih antibodi terhadap streptococcus.
Patologi anatomis
Dasar kelainan patologi demam reumatik ialah reaksi inflamasi eksudatif dan proliferasi jaringan mesenkim. Kelainan yang menetap hanya terjadi pada jantung; organ lain seperti sendi, kulit, paru, pembuluh darah, jaringan otak dan lain-lain dapat terkena tetapi selalu reversibel. Diagnosis dibuat berdasarkan kriteria jones yang dimodifikasi dari American Heart Association. Dua kriteria mayor dan satu mayor dan dua kriteria minor menunjukkan kemungkinan besar demam reumatik. Prognosis tergantung pada beratnya keterlibatan jantung.

IV. MANIFESTASI KLINIK
Perjalanan klinis penyakit demam reumatik / penyakit jantung reumatik dapat dibagi dalam 4 stadium.
Stadium I
Berupa infeksi saluran nafas atas oleh kuman Beta Streptococcus Hemolyticus Grup A.
Keluhan :
 Demam
 Batuk
 Rasa sakit waktu menelan
 Muntah
 Diare
 Peradangan pada tonsil yang disertai eksudat.
Stadium II
Stadium ini disebut juga periode laten, ialah masa antara infeksi streptococcus dengan permulaan gejala demam reumatik; biasanya periode ini berlangsung 1 - 3 minggu, kecuali korea yang dapat timbul 6 minggu atau bahkan berbulan-bulan kemudian.
Stadium III
Yang dimaksud dengan stadium III ini ialah fase akut demam reumatik, saat ini timbulnya berbagai manifestasi klinis demam reumatik /penyakit jantung reumatik. Manifestasi klinis tersebut dapat digolongkan dalam gejala peradangan umum dan menifesrasi spesifik demam reumatik /penyakit jantung reumatik.
Gejala peradangan umum :
 Demam yang tinggi
 lesu
 Anoreksia
 Lekas tersinggung
 Berat badan menurun
 Kelihatan pucat
 Epistaksis
 Athralgia
 Rasa sakit disekitar sendi
 Sakit perut

Stadium IV
Disebut juga stadium inaktif. Pada stadium ini penderita demam reumatik tanpa kelainan jantung / penderita penyakit jantung reumatik tanpa gejala sisa katup tidak menunjukkan gejala apa-apa.
Pada penderita penyakit jantung reumatik dengan gejala sisa kelainan katup jantung, gejala yang timbul sesuai dengan jenis serta beratnya kelainan. Pasa fase ini baik penderita demam reumatik maupun penyakit jantung reumatik sewaktu-waktu dapat mengalami reaktivasi penyakitnya.

IV. PEMERIKSAAN DIAGNOSIS
 Pemeriksaan laboratorium darah
 Foto rontgen menunjukkan pembesaran jantung
 Elektrokardiogram menunjukkan aritmia E
 Echokardiogram menunjukkan pembesaran jantung dan lesi

V. DIAGNOSIS PENUNJANG
Untuk menegakkan diagnosa demam reumatik dapat digunakan Kriteria Jones yaitu :
Kriteria mayor :
 Poliarthritis
Pasien dengan keluhan sakit pada sendi yang berpindah-pindah, radang sendi-sendi besar; lutut, pergelangan kaki, pergelangan tangan , siku (poliarthritis migrans).
 Karditis
Peradangan pada jantung (miokarditis, endokarditis).
 Eritema marginatum
Tanda kemerahan pada batang tubuh dan telapak tangan yang tidak gatal.
 Noduli subkutan
Terletak pada ekstensor sendi terutama siku, ruas jari, lutut, persendian kaki; tidak nyeri dan dapat bebas digerakkan.
 Korea sydenham
Gerakkan yang tidak disengaja /gerakkan yang abnormal, sebagai manifestasi peradangan pada sistem syaraf pusat.

Kriteria Minor :
 Mempunyai riwayat menderita demam reumatik /penyakit jantung reumatik
 Athralgia atau nyeri sendi tanpa adanya tanda obyektif pada sendi; pasien kadang-kadang sulit menggerakkan tungkainya
 Demam tidak lebih dari 39 derajad celcius
 Leukositosis
 Peningkatan Laju Endap Darah (LED)
 C-Reaktif Protein (CRF) positif
 P-R interval memanjang
 Peningkatan pulse denyut jantung saat tidur (sleeping pulse)
 Peningkatan Anti Streptolisin O (ASTO)
Diagnosa ditegakkan bila ada dua kriteria mayor dan satu kriteria minor, atau dua kriteria minor dan satu kriteria mayor.
Bukti-bukti infeksi streptococcus :
 Kultur positif
 Ruam skarlatina
 Peningkatan antibodi streptococcus yang meningkat

VI. PENATALAKSANAAN MEDIS
Tujuan penatalaksanaan medis adalah :
 Memberantas infeksi streptococcus
 Mencegah komplikasi karditis
 Mengurangi rasa sakit; demam
Pemberantasan infeksi streptococcus :
Pemberian penisilin benzatin intramuskuler dengan dosis :
 Berat badan lebih dari 30 kg  1,2 juta unit
 Berat badan kurang dari 30 kg  600.000 - 900.000 unit
 Untuk pasien yang alergi terhadap penisilin diberikan eritromisin dengan dosis 50 mg/kg BB/hari dibagi dalam 4 dosis pemberian selama kurang lebih 10 hari.
Pencegahan komplikasi karditis :
 Pemberian penisilin benzatin setiap satu kali sebulan untuk pencegahan sekunder menurut The American Asosiation
 Tirah baring bertujuan untuk mengurangi komplikasi karditis dan mengurangi beban kerja jantung pada saat serangan akut demam reumatik
 Bila pasien ada tanda-tanda gagal jantung maka diberikan terapi digitalis 0,04 – 0,06 mg/kg BB.
Mengurangi rasa sakit dan anti radang :
 Pasien diberi analgetik untuk mengurangi rasa sakit yang dideritanya. Salisilat diberikan untuk anti radang dengan dosis 100 mg/kg BB/hari selama kurang lebih dan 25 mg/kg BB/hari selama satu bulan.
 Prednison diberikan selama kurang lebih dua minggu dan tapering off (dikurangi bertahap) Dosis awal prednison 2 mg/kg BB/hari.
Diagnosis dibuat berdasarkan kriteria jones yang dimodifikasi dari American Heart Association. Dua kriteria mayor dan satu mayor dan dua kriteria minor menunjukkan kemungkinan besar demam reumatik. Prognosis tergantung pada beratnya keterlibatan jantung.













ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN
PENYAKIT JANTUNG REUMATIK


A. PENGKAJIAN
Tujuan pengkajian adalah mengumpulkan data tentang :
 Fungsi jantung
 Toleransi terhadap aktivitas dan sikap klien terhadap pembatasan aktivitas
 Status nutrisi
 Tingkat ketidaknyamanan
 Gangguan tidur
 Kemampuan klien mengatasi masalah
 Hal-hal yang dapat membantu klien
 Pengetahuan orang tua dan pasien (sesuai usia pasien) tentang pemahaman pasien
Pengkajian
 Riwayat penyakit
 Monitor komplikasi jantung
 Auskultasi jantung; bunyi jantung melemah dengan irama derap diastole
 Tanda-tanda vital
 Kaji adanya nyeri
 Kaji adanya peradangan sendi
 Kaji adanya lesi pada kulit

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Penurunan Curah Jantung berhubungan dengan stenosis katub
Tujuan : COP meningkat
Kriteria :
- Klien menunjukan penurunan dyspnea
- Ikut berpartisipasi dalam aktivitas serta mendemonstrasikan peningkatan toleransi

Intervensi :
a. Pantau tekanan darah, nadi apikal dan nadi perifer
b. Pantau irama dan frekuensi jantung
c. Tirah baring posisi semifowler 450
d. dorong klien melakukan tehnik managemen stress ( lingkungan tenang, meditasi )
e. bantu aktivitas klien sesuai indikasi bila klien mampu
f. kolaborasi O2 serta terapi

2. Intoleransi aktivitas b.d penurunan cardiac output, ketidakseimbangan suplai O2 dan kebutuhan
Tujuan : Klien dapat bertoleransi secara optimal terhadap aktivitas
Kriteria :
- Respon verbal kelelahan berkurang
- Melakukan aktivitas sesuai batas kemampuannya ( denyut nadi aktivitas tidak boleh lebih dari 90X/menit, tidak nyeri dada )
Intervensi :
a. Hemat energi klien selama masa akut
b. Pertahankan tirah baring sampai hasil laborat dan status klinis membaik
c. Sejalan dengan semakin baiknya keadaan, pantau peningkatan bertahap pada tingkat aktivitas
d. Buat jadwal aktivitas dan istirahat
e. Ajarkan untuk berpartisipasi dalam aktivitas kebutuhan sehai-hari
f. Ajarkan pada anak /orang tua bahwa pergerakkan yang tidak disadari adalah dihubungkan dengan korea dan temporer.
g. Bila terjadi chorea, lindungi dari kecelakaan, bedrest dan berikan sedasi sesuai program

3. Nyeri b.d respon inflamasi pada sendi (poliarthritis).
Tujuan : tidak terjadi rasa nyeri pada klien
Kriteria :
- Nyeri klien berkurang
- Klien tampak rileks
- Ekspresi wajah tidak tegang
- Klien dapat merasakan nyaman, tidur dengan tenang dan tidak merasa sakit
Intervensi :
a. Kaji tingkat nyeri dengan menggunakan skala
b. Berikan tindakan kenyamanan ( perubahan posisi sering lingkungan tenang, pijatan pungung dan tehnik manajemen stress)
c. Minimalkan pergerakkan untuk mengurangi rasa sakit
d. Berikan terapi hangat dan dingin pada sendi yang sakit
e. Lakukan distraksi misalnya : tehnik relaksasi dan hayalan
f. Pemberian analgetik, anti peradangan dan antipiretik sesuai program.
g. Rujuk ke terapi fisik sesuai persetujun medik

4. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia, mual, muntah, rasa sakit waktu menelan dan peradangan pada tonsil disertai eksudat.
Tujuan : tidak terjadi penurunan nutrisi pada klien
Kriteria :
- Nafsu makan klien bertambah
- Klien tidak merasa mual, muntah
- Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti
Intervensi :
a. Beri makan sedikit tapi sering (termasuk cairan)
b. Masukkan makanan kesukaan anak dalam diet
c. Anjurkan untuk makan sendiri, bila mungkin (kelemahan otot dapat membuat keterbatasan)
d. Memilih makanan dari daftar menu
e. Atur makanan secara menarik diatas nampan
f. Atur jadwal pemberian makanan
g. Berikan makanan yang bergizi tinggi dan berkualitas.

5. kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya filtrasi glomerulus, retensi natrium dan air, meningkatnya tekanan hidrostatik
Tujuan : volume cairan seimbang
Kriteria :
- Volume cairan stabil, dengan keseimbangan masukan dan pengeluarn
- Tidak terdapat odema
Intervensi :
- Pantau haluaran urine, catat jumlah dan warna
- Pantau keseimbanagn masukan dan pengeluaran selama 24 jam
- Berikan makanan yang mudah dicerna porsi kecil, sering
- Ukur lingkar abdomen sesuai indikasi
- Kolaborasi pemberian diuretik

6. Pola pernafasan tak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru
Tujuan : pola nafas efektif
Kriteria Hasil :
- Frekuensi nafas dan kedalaman dalam rentang normal
Intervensi :
- Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan dan ekspansi dada, catat pernafasan/upaya pernafasan
- Auskultasi bunyi nafas dan catat bunyi nafas
- Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi
- Kolaborasi terapi O2
-
7. Kurangnya pengetahuan orang tua / anak b.d pengobatan, pembatasan aktivitas, resiko komplikasi jantung.
Tujuan : pengetahuan orang tua /anak bertambah
Kriteria :
- Orang tua mengetahui tentang proses penyakit dan efek dari penyakit
- Orang tua mau berpartisipasi dalam program pengobatan
- Orang tua mengetahui pentingnya pembatasan aktifitas pada anak
Intervensi :
a. Auskultasi bunyi jantung untuk mengetahui adanya perubahan irama
b. Pemberian antibiotik sesuai program
c. Pembatasan aktivitas sampai manifestasi klinis demam reumatik tidak ada dan berikan periode istirahat
d. Berikan terapi bermain yang sesuai dan tidak membuat lelah.

8. Perubahan proses keluarga b.d kondisi penyakit anak.
Tujuan :
- Mempersiapkan keluarga untuk dapat merawat anak dengan penyakit demam reumatik / jantung reumatik
- Keluarga dapat beradaptasi dengan penyakitnya
Kriteria :
Keluarga dapat mengatasi masalah yang timbul dari adanya tanda dan gejala yang muncul dan memberikan atau menyediakan lingkungan yang sesuai dengan anak.
Intervensi :
a. Berikan dukungan emosional pada keluarga dan anak
b. Anjurkan orang tua untuk mengekspresikan perasaannya
c. Anjurkan anak untuk berbagi rasa tidak berdaya, malu, ketakutan yang berkaitan dengan manifestasi penyakit (misal: korea, karditis dan kelemahan otot)
d. Bertindak sebagai pembela dan penghubung anak dan keluarga dengan anggota tim perawatan kesehatan lainnya
e. Anjurkan anak untuk berhubungan dengan teman sebaya
f. Dorong keterlibatan anak dalam aktivitas rekreasi dan aktivitas pengalih yang sesuai dengan usia.

Laporan Pendahuluan Pneumonia

PNEUMONIA

PENGERTIAN
Pneumonia adalah penyakit inflamasi pada paru yang dicirikan dengan adanya konsolidasi akibat eksudat yang masuk dalam area alveoli. (Axton & Fugate, 1993)

PENYEBAB

- Virus Influensa
- Virus Synsitical respiratorik
- Adenovirus
- Rhinovirus
- Rubeola
- Varisella
- Micoplasma (pada anak yang relatif besar)
- Pneumococcus
- Streptococcus
- Staphilococcus


TANDA DAN GEJALA

 Sesak Nafas
 Batuk nonproduktif
 Ingus (nasal discharge)
 Suara napas lemah
 Retraksi intercosta
 Penggunaan otot bantu nafas
 Demam
 Ronchii
 Cyanosis
 Leukositosis
 Thorax photo menunjukkan infiltrasi melebar


Jenis
Pneumonia lobular
Bronchopneumonia

PATOFISIOLOGI

Kuman mati Virulensi tinggi

Destruksi jaringan

Shunt darah arteriole alveoli
PENGKAJIAN
Identitas :
Umur : Anak-anak cenderung mengalami infeksi virus dibanding dewasa
Mycoplasma terjadi pada anak yang relatif besar
Tempat tinggal: Lingkungan dengan sanitasi buruk beresiko lebih besar

Riwayat Masuk
Anak biasanya dibawa ke rumah sakit setelah sesak nafas, cyanosis atau batuk-batuk disertai dengan demam tinggi. Kesadaran kadang sudah menurun apabila anak masuk dengan disertai riwayat kejang demam (seizure).

Riwayat Penyakit Dahulu
Predileksi penyakit saluran pernafasan lain seperti ISPA, influenza sering terjadi dalam rentang waktu 3-14 hari sebelum diketahui adanya penyakit Pneumonia.
Penyakit paru, jantung serta kelainan organ vital bawaan dapat memperberat klinis penderita

Pengkajian
1. Sistem Integumen
Subyektif : -
Obyektif : kulit pucat, cyanosis, turgor menurun (akibat dehidrasi sekunder), banyak keringat , suhu kulit meningkat, kemerahan

2. Sistem Pulmonal
Subyektif : sesak nafas, dada tertekan, cengeng
Obyektif : Pernafasan cuping hidung, hiperventilasi, batuk (produktif/nonproduktif), sputum banyak, penggunaan otot bantu pernafasan, pernafasan diafragma dan perut meningkat, Laju pernafasan meningkat, terdengar stridor, ronchii pada lapang paru,

3. Sistem Cardiovaskuler
Subyektif : sakit kepala
Obyektif : Denyut nadi meningkat, pembuluh darah vasokontriksi, kualitas darah menurun

4. Sistem Neurosensori
Subyektif : gelisah, penurunan kesadaran, kejang
Obyektif : GCS menurun, refleks menurun/normal, letargi

5. Sistem Musculoskeletal
Subyektif : lemah, cepat lelah
Obyektif : tonus otot menurun, nyeri otot/normal, retraksi paru dan penggunaan otot aksesoris pernafasan

6. Sistem genitourinaria
Subyektif : -
Obyektif : produksi urine menurun/normal,

7. Sistem digestif
Subyektif : mual, kadang muntah
Obyektif : konsistensi feses normal/diare

Studi Laboratorik :
Hb : menurun/normal
Analisa Gas Darah : acidosis respiratorik, penurunan kadar oksigen darah, kadar karbon darah meningkat/normal
Elektrolit : Natrium/kalsium menurun/normal

RENCANA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan Pola Nafas b.d Infeksi Paru
Karakteristik : batuk (baik produktif maupun non produktif) haluaran nasal, sesak nafas, Tachipnea, suara nafas terbatas, retraksi, demam, diaporesis, ronchii, cyanosis, leukositosis
Tujuan :
Anak akan mengalami pola nafas efektif yang ditandai dengan :
Suara nafas paru bersih dan sama pada kedua sisi
Suhu tubuh dalam batas 36,5 – 37,2OC
Laju nafas dalam rentang normal
Tidak terdapat batuk, cyanosisi, haluaran hidung, retraksi dan diaporesis

Tindakan keperawatan
Lakukan pengkajian tiap 4 jam terhadap RR, S, dan tanda-tanda keefektifan jalan napas
R : Evaluasi dan reassessment terhadap tindakan yang akan/telah diberikan
Lakukan Phisioterapi dada secara terjadwal
R : Mengeluarkan sekresi jalan nafas, mencegah obstruksi
Berikan Oksigen lembab, kaji keefektifan terapi
R : Meningkatkan suplai oksigen jaringan paru
Berikan antibiotik dan antipiretik sesuai order, kaji keefektifan dan efek samping (ruam, diare)
R : Pemberantasan kuman sebagai faktor causa gangguan
Lakukan pengecekan hitung SDM dan photo thoraks
R : Evaluasi terhadap keefektifan sirkulasi oksigen, evaluasi kondisi jaringan paru
Lakukan suction secara bertahap
R : Membantu pembersihan jalan nafas
Catat hasil pulse oximeter bila terpasang, tiap 2 – 4 jam
R : Evaluasi berkala keberhasilan terapi/tindakan tim kesehatan

2. Defisit Volume Cairan b.d :
- Distress pernafasan
- Penurunan intake cairan
- Peningkatan IWL akibat pernafasan cepat dan demam

Karakteristik :
Hilangnya nafsu makan/minum, letargi, demam., muntah, diare, membrana mukosa kering, turgor kulit buruk, penurunan output urine.

Tujuan : Anak mendapatkan sejumlah cairan yang adekuat ditandai dengan :
Intake adekuat, baik IV maupun oral
Tidak adanya letargi, muntah, diare
Suhu tubuh dalam batas normal
Urine output adekuat, BJ Urine 1.008 – 1,020

Intervensi Keperawatan :
Catat intake dan output, berat diapers untuk output
R : Evaluasi ketat kebutuhan intake dan output
Kaji dan catat suhu setiap 4 jam, tanda devisit cairan dan kondisi IV line
R : Meyakinkan terpenuhinya kebutuhan cairan
Catat BJ Urine tiap 4 jam atau bila perlu
R : Evaluasi obyektif sederhana devisit volume cairan
Lakukan Perawatan mulut tiap 4 jam
R : Meningkatkan bersihan sal cerna, meningkatkan nafsu makan/minum

Diagnosa lain :

1. Perubahan Nutrisi : Kurang dari kebutuhan b.d anoreksia, muntah, peningkatan konsumsi kalori sekunder terhadap infeksi
2. Perubahan rasa nyaman b.d sakit kepala, nyeri dada
3. Intoleransi aktivitas b.d distres pernafasan, latergi, penurunan intake, demam
4. Kecemasan b.d hospitalisasi, distress pernafasan



Referensi :
Acton, Sharon Enis & Fugate, Terry (1993) Pediatric Care Plans, AddisonWesley Co. Philadelphia

Minggu, 02 Mei 2010

LAPORAN PENDAHULUANCRONIK KIDNEY DISEASE (CKD)

LAPORAN PENDAHULUAN
PADA PASIEN DENGAN CRONIK KIDNEY DISEASE
(CKD)

I. PENGERTIAN

Cronik Kidney Disease (CKD) adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat persisten dan irreversible (Mansjoer, 2000).
Gagal ginjal kronik adalah penyakit ginjal yang tidak dapat pulih, ditandasi dengan penurunan fungsi ginjal progresif, mengarah pada penyakit ginjal tahap akhir dan kematian. Penyebab paling umum dari gagal ginjal kronik meliputi glomerulonefritis, pielonefritis, hipoplasia, congenital, penyakit ginjal polisiklik, diabetes, hipertensi, system lupus, sindrom al port dan aminoblosis (Tucher, 1999).
Gagal ginjaLl kronik adalah gangguan fungsional uang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga terjadi uremia dan retensi urea serta sampah nitrogen lain dalam darah. (Smeltzer, 2002)
Jadi dapat disimpulkan gagal ginjal kronik adalah penyakit ginjal yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang bersifat progresif dan irreversinel sehingga tubuh gagal mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga terjadi uremia yang bisa mengarah kepada penyakit ginjal tahap akhir yang disebabkan oleh berbagai penyebab.

II. ETIOLOGI
Penyebab gagal ginjal kronik adalah glomerulonefritis, kencing manis, penyakit pembuluh darah, ginjal kistik (adanya gelembung berisi cairan pada ginjal), penyakit jaringan ikat, karena obat, hipertensi dan lain-lain


III. TANDA DAN GEJALA
A. Uremia
B. Proteinuria
C. Edema
D. Menurunnya output urine
E. Meningkatnya bun dan creatinine
F. Tidak mau makan (anoreksia)
G. Fatique (keletihan dan kelemahan)

IV. PATOFISIOLOGI
Fungsional menurun, produk akhir metabolisme protein yang normalnya dieksresikan kedalam urine tertimbun dalam darah, terjadi uremia dan mempengaruhi setiap system tubuh. Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan junlah glomerulus yang berfungsi dan menyebabkan penurunan klirens dan substansi darah yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal.
Penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) dapat dideteksi dengan menempatkan urine 24 jam untuk pemeriksaan klirens kreastinine.Menurunnya filtrasi glomerulus (akibat dari tidak berfungsinya glomerulus). Klirens kreatinine akan menurun dan kadar kreatinine akan serum akan meningkat . Kreatinine serum merupakan indikator yang paling sensitive dari fungsi renal karena substansi ini diproduksi secara konstan oleh tubuh. BUN tidak hanya dipengaruhi oleh penyakit renal tetepi juga oleh masukan protein dalam diet, katabolisme dan jaringan dan luka (RBC) dan medikasi seperti steroid.
Retensicairan dan natrium, ginjal tidak mampu untuk mengkonsentrasikan/mengencerkan urine secara normal pada penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai terhadap perubahan masukan cairan dan elektrolit sehari-hari tidak terjadi. Pasien sering menahan cairan dan natrium, meningkatnya risiko terjadi9nya edema, gagal jantung kongestif dan hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivitas aksis renin angiostensin dan kerjasama keduanya dan meningkatan eksresi aldosteron. Pasien lain mempunyai kecenderunganm untuk kehilangan garam, mencetuskan risiko hipertensi dan hipovolemi, episode muntah dan diare menyebabkan penipisan air dan natrium yang semakin memperburuk status uremik.
Asidosis, dengan semakin berkembangnya penyakit renal terjadi asidosis metabolik sering dengan ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan asam (H+) yang belebihan. Penurunan sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan tubulus ginjal untuk mensekresikan amonia dan mengabsorbsi natrium bicarbonat. Penurunan sekresi fosfat dan asam organik lai juga terjadi.
Amonia terjadi sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat, memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi dan kecendrungan untuk mengalami perdarahan akibat status anemia pasien, terutama dari saluran gastrointestinal, eritropoetin menurun dan anemia berat terjadi distensi, keletihan, angina, dan sesak nafas.
Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat. Abnormalitas utama yang lain pada CKD adalah gangguan metabolisme kalsium dan posfat, kadar kalsium dan fosfat.Kadar kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan timbal balik, jika salah satunya meningkat maka yang lainnya menurun.Dengan menurunnya filtrasi glomerulus ginjal terdapat peningkatan kadar fosfat serum dan sebaliknya penurunan kadar serum kalsium, mengakibatkan sekresi parathormon dari kelenjar paratiroid.Namun demikian pada gagal ginjal tubuh tidak berespon secara normal terhadap peningkatan sekresi parathormon dan akibatnya,kalsium ditulang menurun menyebabkan perubahan pada tulang (penyakit tulang uremik/osteo distropi renal). Selain itu metabolik aktif vitamin D (1,25 dihidrokolekalsitriol) yang secara normal dibuat ginjal menurun seiring dengan berkembangnya gagal ginjal.




Skema Patofisiologi

Glomerulonefritis kronik, obstruksi dan infeksi

Fungsi ginjal menurun

Produksi fungsi glomerulus serum p fungsi
eritropoetin serum Ca tubulus 

anemia retensi bersihan osteodistropi retensi asam
air &Na kreatinin
kelemahan nyeri/ngilu asidosis metabolik
otot azotemia
(BUN&kreatinin) pernafasan kusmaul

uremia

hipertensi edema kardiomiopati lama hidup uremik anemia jaringan SDM  dlm darah
beban jantung koagulasi  pruritus
edema Fe  GI  perifer gatal
CHF perdarahan metabolisme
Ggn integritas bakteri 
Edema kulit risiko thp cedera
paru
Mual,muntah
anoreksia
nyeri dada risiko perdarahan
sesak saluran cerna

perubahan anemia
pola nafas
kelemahan otot

intoleransi aktifitas

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Laboratorium, yang menunjukkan gangguan fungsi sinjal (hiperkalemia, hiponatremia, asidosis metabolik, hipokalsemia, anemia dan azotemia)
B. Pemeriksaan BUN dan kreatinine
C. Sean renal
D. Biopsi ginjal
E. Osmolalitas serum
F. Pielogram ginjal
G. Arteriogram ginjal
H. Sistouretrogram berkemih
I. Ultrasonografi ginjal

VI. ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Makan/minum
Gejala : penurunan frekuensi urine, oliguria, anoreksia, nyeri ulu hati, mual/muntah, rasa metalik tak sedap padsa mulut (pernafasan amonia)
Tanda : Distensi abdomen/asites, pembesaran hati (tahap akhir), perubahan turgor kulit/kelembaban, edema, ulserasi, perdarahan gusi/lidah, penurunan oto, penurunan lemak, subkutan, penampilan tidak bertenaga.
2. Eliminasi
Gejala : penurunan frekuensi urine, oliguria (gagal tahap lanjut), abdomen kembung, diare/konstipasi
Tanda : perubahan warna urine, contoh kuning pekat, merah, coklat, berawan, oliguria dapat menjadi anuria.
3. Gerak/aktivitas/istirahat
Gejala : kelelahan, kelemahan, malaise, gangguan tidur, seperti insomnia, gelisah serta somnolen
Tanda : kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan gerak
4. Rasa nyaman
Gejala : nyeri pingghul, sakit kepala, kram otot/nyeri kaki (memburuk saat malam hari)
Tanda : perilaku berhati-hati, gelisah
5. Bernafas
Gejala : nafas pendek, dispnea, noktural proksimal, batuk dengan atau tanpa sputum kental dan banyak
Tanda : takipnea, dispnea, peningkatan freku\ensi/kedalaman (pernafasan kusmaul), batuk produktif dengan sputum merah, mudah encer (edema paru)
6. Keamanan
Gejala : kulit gatal, ada/berulangnya infeksi
Tanda :pruritus, demam (sepsis, dehidrasi), ptekiae, area ekimosis pada kulit, fraktur tulang, defisit fosfat, kalsium (klasifikasi metatasik)pad kulit, jaringan lunak, sendi, keterbatasan gerak sendi
7. Interaksi sosial
Gejala : kesulitan menentukan kondisi contoh tidak mampu bekerja, mempertahankan fungsi peran biasanya dalam keluarga.
8. Pengetahuan/pembelajaran
Gejala : riwayat DM keluarga, penyakit polikistik

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kelebihan volume cairan b/d penurunan haluaran urine, diet berlebihan dan retensi air dan natrium]
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia, mual, muntah, pembatasan diet, dan perubahan membrane mukosa mulut
3. Intoleransi aktifitas b/d tidak adekuatnya oksigenasi jaringan, anemia, nutrisi, tidak adekuat, kesulitan istirahat dan tidur
4. Kurang pengetahuan b/d kurang informasi tentang proses penyakit gagal ginjal
5. Risiko perubahan integritas jaringan kulit b/d immobilisasi, uremia, kerapuhan kapiler dan organ
6. Risiko tinggi terhadapcedera b/d penekanaan produksi/sekresi eritropoetin,peningkatan kerapuhan kapiler

C. PERENCANAAN
1. Diagnosa 1
Tujuan : setelah diberikan askep selama 2x 24 jam diharapkan klien mengalami keseimbangan volume cairan dengan kriteria:
- Masukan seimbang dengan haluaran
- Tidak memperlihatkan adanya edema perifer dan sakral
- Memperlihatkan tidak adanya tanda dan gejala dehidrasi
Intervensi :
- Kaji status cairan, timbang BB harian, keseimbangan masukan dan haluaran, turgor kulit dan adanya edema, tekanan darah, denyut dan irama nadi
- Batasi masukan cairan
- Identifikasi sumber potensi cairan : medikasi dan cairan yang digunakan untuk pemgobatan (oral dan intravena), makanan
- Jelakan pada pasien dan keluarga rasional pembatasan cairan
- Pantau kreatinine dan BUN serum
2. Diagnosa 2
Tujuan : setelah diberikan askep selama 3x24 jam diharapkan klien tidak mengalami masalah dengan nutrisi, dengan kriterta :
- Tidak terjadi penurunan berat badan
- Masukan oral adekuat
Intervansi :
- Kaji status nutrisi : perubahan BB, Pengukuran antopometri, nilai laboratorium (elektrolit, serum, BUN, kreatinin, protein dan kadar besi).
- Kaji pola diet nutrisi protein
- Kaji faktor yang berperan dalam merubah masukan nutrisi
- Menyediakan makanan kesukaan pasien dalam batas-batas diet.
- Tingkatkan masukan protein yang mengandung nilai-nilai biologis tinggi : telor, daging, produk susu.
3. Diagnosa 3
Tujuan : Setelah diberikan askep selama 3x24 jam diharapkan klien tidak mengalami intoleransi aktivitas dengan kriteria :
- ADL tidak dibantu
- Dapat memenuhi kebutuhan dengan mandiri
- Tidak ada tanda-tanda hipoksia
Intervensi :
- Kaji faktor yang menimbulkan keletihan
- Tingkatkan kemandirian dalam aktivitas perawatan diri yang dapat ditoleransi, bantu jika keletihan terjadi.
- Anjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat
4. Diagnosa 4
Tujuan : Setelah diberikan askep selama 2x30 menit diharapkan klien tidak mengalami kurang pengetahuan dengan kriteria :
- Klien mengerti tentang penyakitnya
- Klien mengerti apa yang harus dilakukan
- Klien mengerti dan mau mengikuti prosedur pengobatan
Intervensi :
- Kaji pemahaman mengenai penyebab gagal ginjal, konsekuensinya dan penanganannya
- Jelaskan fungsi renal dan konsekuensi gagal ginjal sesuai dengan tingkat pemahaman dan kesiapan pasien untuk belajar
- Bantu pasien untuk mengidentifikasi cara-cara untuk memahami berbagai perubahan akibat penyakit dan penanganan yang mempengaruhi hidupnya
- Sediakan informasi baik tertulis maupun lisan dengan tepat
5. Diagnosa 5
Tujuan : setelah diberikan askep selama 3x24 jam diharapkan klien tidak mengalami kerusakan inegritas kulit dengan kriteria :
- Kulit tidak kemerahan
- Luka tidak terdapat pus
Intervensi :
- Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, dan vaskuler
- Ubah posisi setiap 2 jam
- Pertahankan tirah baring bebas lipatan
- Pantau tanda-tanda vital
- Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik
- Kaji luas terjadinya infeksi

6. Diagnosa 6
Tujuan : setelah diberikan askep selama 2x24 jam diharapkan cedera tidak terjadi dengan kriteria :
- Klien dapat beraktifitas dengan baik
- Klien tidak gelisah
Intervensi :
- Perhatikan keluhan peningkatan kelelahan, kelemahan
- Awasi tingkat kesadaran dan perilaku
- Evaluasi respon trhadap aktivitas, kemapuan untuk melakukan tugas
- Beri pengaman tempat tidur dan awasi gerak motorik pasien
D. PELAKSANAAN
Dalam melaksanakan prinsip-prinsip keperawatan yang perlu diperhatikan pada pasien CKD adalah :
1. Terapi perawatan
Seperti membantu memenuhi kebutuhan sehari-hari, beri makan sedikit tapi sering, membatasi cairan yang masuk.
2. Observasi keperawatan
Observasi TTV, kelebihan cairan dan tingkat kesadaran sert tanda-tanda infeksi
3. Pendidikan kesehatan
Penjelasan tentang diet, perawatan serta pengobatan yang diberikan.
4. Tindakan kolaboratif
Pemberian obat, gizi dan fisiotherapi

E. EVALUASI
Menurut Tucker (1998), smiltzuer (200), tanda-tanda yang dapat dievaluasi untuk mengetahui keberhasilan pelaksanaan tindakan keperawatan yang telah diberikan adalah :
1. Pasien menunjukkkan tanda-tanda masukan dan haluaran seimbang, BB stabil, bunyi nafas dan jantung normal, elektrolit dalam batas normal.
2. Pasien dapat mempertahankan status nutrisi yang adekuat dibuktikan dengan BB dalam batas normal sesuai umur, tinggi, postur tubuh.Kadar albumin, protein total, hb, Ht serum dan fe dalam batas normal.
3. Pasien mendemonstrasikan peningkatan aktifitas yang dapat ditolerir
4. Pasien dan orang terdekat dapat mengungkapkan mengerti tentang gagal ginjal, batasan diet cairan dan rencana kontrol, mengidentifikasi cara untuk menurunkan risiko lebih lanjut dari kerusakan ginjal, infeksi dan perdarahan
5. Kulit hangat, kering dan utuh, turgor kulit baik
6. Cedera tidak terjadi

DAFTAR PUSTAKA
- Carpenito, L J (2001) Buku Saku Keperawtan. Edisi 8. EGC. Jakarta
- Corwin. E J. (2001) Buku Saku Patofisiologi. EGC. Jakatra
- Doenges. M E (2000) Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien . Edisi 3. EGC, Jakarta

LAPORAN PENDAHULUAN PERUBAHAN SENSORI PERSEPSI

LAPORAN PENDAHULUAN PADA KLIEN
DENGAN PERUBAHAN SENSORI PERSEPSI (SPESIFIK : VISUAL, AUDITORI, KINESTETIK, PENGECAPAN, TAKTIL, PENCIUMAN)

I. Kajian Teori
A. Pengertian
Halusinasi adalah pengalaman tanpa ransang external (Cook dan Fontaine, 1987). Halusinasi merupakan salah satu gejala yang sering ditemukan pada klien dengan gangguan jiwa dari seluruh pasien diantaranya mengalami halusinasi.Gangguan jiwa lain yang sering juga disertai dengan gejala halusinasi adalah gangguan maniak degresif dan aterium.
B. Jenis – Jenis halusinasi
Ada beberapa jenis halusinasi, Stuart dan Larara 1908 membagi halusinasi menjadi 7 jenis yaitu :
1. Halusinasi Pendengaran
Karakteristinya meliputi mendengar suara-suara atau kebisingan, paling sering suara orang. Suara berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas berbicara tentang klien bahkan sampai ke percakapan lengkap antara 2 orang atau lebih tentang orang yang mengalami halusinasi. Pikiran yang terdengar dimana klien mendengar perkataan bahwa klien disuruh melakukan sesuatu yang kadang-kadang dapat membahayakan.
2. Halusinasi Penglihatan
Karakteristiknya meliputi stimulus visual dalam bentuk kuatan cahaya, gambar geometrik, gambar kartoon, bayangan yang rumit atau kompleks, bayangan bisa menyenangkan atau menakutkan seperti melihat monster.
3. Halusinasi Penghidu
Karakteristiknya meliputi membaui bau tertentu seperti bau darah, kemenyan atau faeces yang umumnya tidak menyenangkan.
4. Halusinasi Pengcapan
Merasa mengecap, seperti rasa darah, urine, dan faeces
5. Halusinasi Derabaan
Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan berupa stimulus yang jelas, rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang.


6. Halusinasi Cenesthehe
Dimana klien merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah vena atau arteri, pencernaan makanan atau pembentukan urine.
7. Halusinasi Kinestetic
Merasakan pergerakan sementara, berdiri tanpa bergerak

C. Proses terjadinya Halusinasi
Halusinasi berkembang menjadi 4 fase (Habes, dkk, 1902):
1. Fase pertama (conforting)
Pada fase ini klien mengalami kecemasan, stres, perasaan yang terpisah, kesepian klien mungkin melamun atau memfokuskan pikiran pada hal yang menyenangkan untuk menglilangkan kecemasan dan stres. Cara ini menolong untuk sementara.
2. Fase kedua (condeming)
Pencemasan meningkat dan berhubungan dengan pengalaman internal dan eksternal. Klien berada pada tingkat “ Listening” pada halusinasi. Pemikian internal menjadi menonjol. Gambaran suara dan sensasi halusinasi dapat berupa bisikan yang tidak jelas. Klien takut apabila orang lain mendengar dan klien tidak mampu mengontrolnya. Klien membuat jarak antara dirinya dan halusinasi dengan memproyeksikan seolah-olah halusinasi datang dari orang lain atau tempat lain.
3. Fase Ketiga
Halusinasi menonjol, menguasai dan mengontrol klien menjadi terbiasa dan tidak berdaya pada halusinasinya. Halusinasi memberi kesenangan dan rasa aman yang sementara.
4. Fase Keempat (conquerting)
Klien merasa terpaku dan tidak berdaya melepaskan diri dari kontrol halusinasinya. Halusinasi yang sebelumnya menyenangkan berubah menjadi mengancam, memerintah dan memarahi klien tidak dapat berhubungan dengan orang lain karena terlalu sibuk dengan halusinasinya. Klien mungkin berada dalam dunia yang menakutkan dalam waktu yang singkat, beberapa jam atau selamanya. Proses ini menjadi kronik jika tidak dilakukan intervensi.
D. Pohon masalah


Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan …… etiologi


Perubahan sensori persepsi …… masalah utama


Harga diri rendah

II. Asuhan Keperawatan
A. Masalah Keperawatan dan Data Yang Perlu Dikaji
1. Faktor Predisposisi
Kaji faktor predisposisi yang pada munculnya biologi seperti pada halusinasi antara lain :
a. Faktor genetis
b. Faktor neurobiologi
c. Faktor neurotransiniter
d. Teori virus
e. Psikologi
2. Faktor Presipitasi
Kaji gejala-gejala pencetus neurobiologis meliputi :
a. Kesehatan : nutrisi kurang, kurang tidur, kelelahan, infeksi, obat ssp, hambatan untuk menjangkau pelayanan kesehatan.
b. Lingkungan : lingkungan yang memasuki, masalah di rumah tangga, sosial, tekanan kerja, kurangnya dukungan sosial, kehilangan kebebasan hidup.
c. Sikap/ prilaku merasa tidak mampu (harga diri rendah), putus asa merasa gagal, kehilangan rendah diri, merasa malang, perilaku agresif, perilaku kekerasan, ketidakadekuatan pengobatan



3. Mekanisme Koping
Kaji mekanisme koping yang sering digunakan klien, meliputi :
a. Regresi : menjadi malas beraktifitas sehari-hari
b. Proyeksi : mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain atau sesuatu benda.
c. Menarik Diri : sulit mempercayai orang lain dan dengan stimulus internal
d. Keluarga mengingkari masalah yang dialami oleh klien.
Ketahui tentang halusinasi klien meliputi :
 Isi halusinasi yang dialami klien
 Waktu dan frekuensi halusinasi
 Situasi pencetus halusinasi
 Respon klien tentang halusinasinya

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang mungkin muncul pada klien halusinasi :
1. Resiko mencederai diri sendiri orang lain dan lingkungan berhubungan dengan Perubahan sensori persepsi
2. Perubahan sensori persepsi berhubungan dengan Kerusakan interaksi sosial
3. Kerusakan interaksi sosial berhubungan dengan harga diri rendah.

C. Rencana tindakan Keperawatan
Tgl No Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
TUM : klien tidak mencederai orang lain dengan lingkungan
TUK1 : klien dapat membina hubungan saling percaya Ekspresi wajah bersahabat ada kontak mata, mau berjabat tangan, mau menyebut nama. Bina hubungan saling percaya dengan mengungkapkan prinsip komunikasi
- Sapa klien dengan ramah
- Perkenalkan diri dengan sopan
- Jelaskan tujuan pertemuan
- Jujur dan menepati janji
TUK 2 : Klien mengenal halusinasinya Klien dapat menyebutkan waktu, isi, frekuensi, timbulnya halusinasi
- Adakah kontak yang sering dan singkat secara bertahap
- Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya
TUK 3 : Klien dapat mengontrol halusinasinya Klien dapat menyebutkan tindakan yang biasanya dilakukan untuk mengendalikan halusinasinya - Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasinya
- Diskusikan dengan klien tentang manfaat cara yang digunakan klien jika bermanfaat berikan pujian
TUK 4 : Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik Klien dapat menyebutkan manfaat, dosis dan efek samping obat klien dapat mendemonstrasikan cara penggunaan obat yang benar - Diskusikan dengan klien tentang dosis frekuensi dan manfaat obat
- Anjurkan klien minta sendiri obat pada perawat dan merasakan manfaatnya.

LAPORAN PENDAHULUAN DIMENSIA

LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN
DIMENSIA

I. KAJIAN TEORI
A. PENGERTIAN
Gangguan kognitif spesifik yang perlu mendapat perhatian adalah dimensia dan delirium. Dimensia adalah gangguan kognitif yang ditandai dengan hilangnya fungsi intelektual yang berat (Anna Keliat, 1994 : 6).
Delirium adalah fungsi kognitif yang kacau ditandai dengan kesadaran, berkabut yang dimanifestasikan dengan lama, konsentrasi yang rendah (Anna Kaliat, 1994: 5).

B. FAKTOR PREDISPOSISI DAN PRESIPITASI
1. Faktor Predisposisi
Rentang respon kognitif


Tegas
Ingatan utuh
Orientasi lengkap
Persepsi aktual
Perhatian terfokus
Koheren pikiran logis Ketidaktegasan periodik
Mudah lupa
Kebingungan transien ringan
Kadang mispersepsi
Kadang berpikir tak jernih
Ketidakmampuan membuat keputusan,
kerusakan ingatan dan penilaian, disorientasi, mispersepsi, terus ketidakmampuan untuk ber berfokus pada perhatian kesulitan dengan alasan logis.

Gangguan respon kognitif pada umumnya sebagai akibat dari gangguan biologik pada fungsi sistem saraf pusat. Faktor yang mempengaruhi individu mengalami gangguan kognitif termasuk :
a. Gangguan suplai O2, glukosa dan zat gizi dasar penting lainnya ke otak.
 Perubahan vaskular artoriosklereas
 Serangan iskemik sementara
 Hemorogi serebral
 Infark otak kecil multiple
b. Degenerasi berhubungan dengan penuaan
c. Pengumpulan zat beracun dalam jaringan otak
d. Penyakit HIV
e. Penyakit batu kronik
f. Penyakit ginjal kronik
g. Defisiensi vitamin (terutama tiamin)
h. Malnutrisi
i. Cacat genetik
j. Kelainan psikotik mayor seperti : skizofrenia, dan bipolar
2. Faktor Presipitasi
Setiap gangguan di otak dapat berakibat gangguan kognitif, seperti :
1. Hipoksia.
2. Gangguan metabolik, termasuk hipotirodisme, hipertiriodisme, hipoglikenik, popuvitarisme, dan penyakit adrenal.
3. Takss dan agen infeksi.
4. Respon yang berlawanan terhadap pengobatan.
5. Perubahan struktur otak, seperti lumer atau trauma.
6. Kekurangan atau kelebihan sensori.
3. Sumber Koping
Respon individu termasuk kekuatan dan ketrampilan. Pemberi pelayanan bersifat mendukung dan juga sebagai sumber informasi tentang karakterisitik, kepribadian, kebiasaan dan rutinitas kelompok swalayan (self-help group) dapat merupakan sumber koping bagi pemberi pelayanan.
4. Mekanisme Koping
Cara individu menghadapi secara emosional respon kognitif yang maladaptif sangat dipengaruhi oleh perjalanan masa lalunya.
Gangguan prilaku yang mendasar pada delirium adalah perubahan kesadaran yang mencerminkan gangguan bioligik yang berat pada otak, mekanisme koping patologik pada umumnya tidak digunakan. Pegawai harus melindungi pasien dari bahaya dengan menggantikan mekanisme koping individu secara konstan mengorientasi pasien dan mendorongnya menghadapi realitas. Prilaku yang menunjukkan upaya seseorang dengan dimensia untuk mengadakan. Kehilangan kemampuan kognitif dapat termasuk kecurigaan, bermusuhan, bercanda, depresi, seduktif dan menarik diri.
Mekanisme pertahanan ego yang mungkin teramati pada pasien dengan gangguan kognitif meliputi :
a. Regresi
b. Denial
c. Kompensasi

C. RENTANG RESPON KOGNITIF
Model Kognisi :
1. Model Pembelajaran
Teori pembelajaran psikologis ini menyatakan bahwa jika individu mengalami perubahan pada beberapa respon positif. Respon yang paling mungkin ada respon yang pernah digunakan pada masa lalu.
2. Model Kognitif Sosial
Teori pembelajaran psikologi ini menyatakan suatu stimulus dialami sebagai tanda menimbulkan runtutan, mengantarkan seseorang untuk mencari kepuasan. Respon dituntut : mengarahkan seseorang untuk mencari kepuasan. Respon dituntut dan persepsi individu terhadap lingkungan.
3. Model Perkembangan Piaget
Tahap Usia Karakteristik
Sensorimotor Lahir-2 th


- Berorientasi pada lingkungan
- Tidak berbahasa
- Mengembangkan kesadaran tentang dalam ruang.
- Mengembangkan daya ingat tentang benda yang hilang
Persiapan dan organi-sasi operasi konkrit dari tahap preorasional 2 – 5 th - Dampak simbolisme
- Benda didefinisikan sesuai fungsinya
- Pemikiran magis


Operasi konkrit 5 – 12 th - kemampuan bercerita
- Membuat dan mentaati peraturan
- Pengumpulan pengalaman

Operasi formal
12 – 14 th
4 bulan - tua
- Abstrak
- Pengembangan hal ideal
- Krisis terhadap orang lain
- Kritis terhadap diri sendiri

D. TANDA DAN GEJALA
Tanda-tanda delirium Tanda-tanda dimensia
- Kesadaran menurun
- Disorientasi
- Bingung
- Cemas
- Gelisah
- Panik
- Bicara komat-kamit
- Inkoheren
- Gangguan tidur - Daya ingat menurun/hilang
- Apek labil
- Gelisah
- Agitasi
- Prilaku sosial yang tidak sesuai
- Psikorientasi
Perbandingan delirium, dimensia dan depresi
Depresi Delirium Dimensia
Awitan perjalanan gangguan
Cepat (minggu/ bulan) mungkin ada pembatasan diri atau menjadi kronik tanpa penanganan Cepat (jam/ hari) Fluktuasi luas dapat berlangsung terus untuk beberapa minggu jika penyebab tidak diketahui Bertahap (tahunan) Kronik, lambat namun penurunan berkesinambungan
Tingkat kesadaran Normal Berfluktuasi diri sangat waspada hingga sulit untuk dibangunkan Normal
Orientasi Pasien mungkin tampak disorientasi Pasien disorientasi
Bingung Pasien disorientasi
Bingung
Afek Sedih, depresi, cemas, rasa ber-salah Fluktuasi
Labil, apatis pada tahap lanjut
Perhatian Kesulitan konsen-trasi, pasien mung-kin menelaah dan menelaah kembali semua tindakannya Selalu terganggu Mungkin utuh, pasien dapat memu-satkan perhatian pada satu hal untuk waktu yang lama
Tidur Terganggu : tidur berlebihan atau insomnia terutama ketika bangun pagi Selalu terganggu Biasanya normal
Prilaku Pasien mungkin merasa sangat lelah, apatetik, mungkin agitasi Agitasi gelisah Pasien mungkin agitasi atau spatetik, mungkin bengong
Pembicaraan Pelan, jarang, mungkin meledak-ledak, dapat dimengerti Jarang atau cepat, pasien mungkin inkoheren Jarang atau cepat, berulang, pasien mungkin inkoheren
Ingatan Bervariasi dari hari ke hari, lamban dalam mengingat, sering defisit ingatan jangka panjang dan pendek Terganggu, terutama untuk peristiwa yang baru terjadi Kerusakan, terutama untuk kejadian terbaru
Kognisi Mungkin tampak terganggu Gangguan mengemukakan alasan Gangguan dalam mengemukakan alasan dan menghitung
Isi pikir Negatif hipokondrik, pikiran dipenuhi oleh kematian, paranoid Imkoheren, bingung, waham steriotipik Tidak teratur, isi pikir kaya, berwaham paranoid
Depresi Terganggu, pasien mungkin mengalami halusinasi pendengaran, penafsiran negatif terhadap kejadian dan orang lain Salah penafsiran, ilusi, halusinasi Tidak berubah
Pengambilan keputusan Buruk Buruk Buruk; Prilaku sosial tidak sesuai
Penghayatan Mungkin terganggu Mungkin tampak jelas sesaat Tidak ada
Penampilan pada saat pemeriksaan starus jiwa Mungkin terganggu,daya ingat terganggu, berhitung, menggambar, mengikuti perintah biasanya tidak terganggu, sering manjawab “saya tidak tahu” Mungkin tampak jelas saat bunuh diri tapi bervariasi; meningkat selama tamapak jelas sesaat dan dengan penyembuhan Secara konsisten buruk, mungkin memburuk dengan cepat : pasien berupaya menjawab semua pertanyaan






E. Implementasi
1. Delirium
Intervensi pra keperawatan pasien dengan deliriummeliputi:
a. Kewaspadaan perawat
Pengekangan pada pasien deliriu, untuk mempertahankan aliran intrvena tetap dalam keadaan baik,dapat meningkatkan agitasi. Gunakan pengekangan jika hanya sangat diperlukan dan jangan meninggalkan pasien delirium yang sedang dikekang seorang diri.
b. Memenuhi kebutuhan fisiologik
Pertahankan keseimbangan nutrisi cairan dan elektolit, lakukan tindakan perawatan seperti menggosok punggung, memberikan susu hangat dan percakapan yang menyenangkan pasien sehingga dapat tidur, obat sedatif mungkin merupkan kontraindikasi samapai diketahui penyebab delirium.
c. Lakukan inetrvensi pada gangguan seperti persepsi halusinasi :
 Biarkan lampu menyala di ruangan untuk mengurangi bayangan
 Pastikn keamanan dengan, menempatkan pasien dalan ruangan dengan tirai pengaman dan memindahkan perabotyang berlebihan
 Berikan Askep satu perawat satu pasienjika diperlukan untuk mempertahankan orientasi pasien
 Orintasukan kembali terhadap waktu, tempat dan orang
d. Komunikasi
 Berikan pesan yang jelas
 Hindari memberikan pilihan
 Gunakan pernyataan langsung yang sederhana
e. Penyuluhan pasien
 Berikan informasi mengenai penyebab delirium
 Ajarkan pasien dan keluarga tentang pengobatan yang diresepkan
 Informasikan tentang pencegahan episode dimasa yang akan datang
 Rujuk pada agensi keperawatan komunitas jika dibutuhkan penyuluhan atau intervensi lebih lanjut




2. Dimensia
Intervensi keperawtan pada pasien dengan dimensia meliputi :
a. Orientasi
 Beri tanda yang jelas pada kamar pasien dengan menggunakan namanya
 Anjurkan pasien untuk menyimpan barang milik pribadi pasien di kamarnya
 Gunakan lampu tidur
 Sediakan jam dan kalender
 Orientasi secara verbal dengan interval yang sering
b. Komunikasi
 Perkenalkan diri anda
 Tunjukkan sikap positif tanpa pamrih terhadap pasien
 Gunakan komunikasi verbal yang jelas dan singkat
 Atur suara
 Hindari penggunaan kata ganti
 Gunakan pertanyaan yang sederhana
 Minta satu dalam satu kesempatan
 Pastikan bahwa komunikasi verbal sejalan/ selaras dengan komunikasi nonverbal
 Pelajari kehidupan masa lalu pasien
 Berikan perasaan bebas di tempat tinggalnya
c. Dukung mekanisme koping
d. Kurangi kebengongan pasien dengan mengidentifikasi kondisi terjadinya prilaku melakukan tindakan pencegahan
e. Kurangi agitasi
 Beritahukan apa yang diharapkan secara jelas
 Tawarkan pilihan jika pasien dapat melakukannya
 Berikan jadwal aktivitas
 Hindarkan perebutan aktivitas, jika pasien menolak permintaan tinggalkan dan kembali dalam beberapa menit
 Libatkan pasien dalam asuhan jika memungkinkan
f. Pendekatan farmakologi
 Takrin (Gogneks) memeprlambat perkembangan penyakit Alzheimer
g. Keterlibatan anggota keluarga
h. Gunakan sumber yang ada dikomunitas.

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN ALAM PERASAAN : DEPRESI

LAPORAN PENDAHULUAN
GANGGUAN ALAM PERASAAN : DEPRESI

A. Kajian Teori
I. Pengertian
1. Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, keindahan, rasa putus asa dan tidak berdaya, serta gagasan bunuh diri (Kaplan, Sadock, 1998).
2. Depresi adalah salah satu bentuk gangguan kekecewaan pada alam perasaan, (affective atau mood disorder) yang ditandai dengan kemurungan, kelesuan, ketiadaan gairah hidup, perasaan tidak berguna, putus asa (Dadang Hawari, 2001)
3. Depresi ditandai dengan perasaan sedih yang berlebihan, murung tidak bersemangat, merasa tak berguna, merasa tak berharga, merasa kosong dan tak ada harapan berpusat pada kegagalan dan bunuh diri, sering disertai ide dan pikiran bunuh diri klien tidak berniat pada pemeliharaan diam dan aktivitas sehari-hari (Budi Anna Kaliat, 1996)
Dari ketiga pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa depresi adalah gangguan alam perasaan yang disertai oleh komponen psikologik dan komponen somatik yang terjadi akibat mengalami kesedihan yang panjang.

II. PENYEBAB TERJADINYA DEPRESI
1. Kekecewaan.
Karena adanya tekanan dan kelebihan fisik menyebabkan seseorang menjadi jengkel tak dapat berfikir sehat atau kejam pada saat–saat khusus jika cinta untuk diri sendiri lebih besar dan pada cinta pada orang lain yang menghimpun kita, kita akan terluka, tidak senang dan cepat kecewa, hal ini langkah pertama depresi jika luka itu direnungkan terus-menerus akan menyebabkan kekesalan dan keputusasaan.
2. Kurang Rasa Harga Diri
Ciri–ciri universal yang lain dari orang yang depresi adalah kurangnya rasa harga diri sayangnya kekurangan ini cenderung untuk dilebih-lebihkan menjadi estrim, karena harapan-harapan yang realistis membuat dia tak mampu merestor dirinya sendiri hal ini memang benar khususnya pada individu yang ingin segalanya sempurna yang tak pernah puas dengan prestasi yang dicapainya
3. Perbandingan yang tidak adil
Setiap kali kita membandingkan diri dengan seseorang yang mempunyai nilai lebih baik dari kita dimana kita merasa kurang dan tidak bisa sebaik dia maka depresi mungkin terjadi
4. Penyakit
Beberapa faktor yang dapat mencetuskan depresi adalah organik contoh individu yang mempunyai penyakit kronis seperti ca. mamae dapat menyebabkan depresi.
5. Aktivitas Mental yang Berlebihan
Orang yang produktif dan aktif sering menyebabkan depresi.
6. Penolakan
Setiap manusia butuh akan rasa cinta, jika kebutuhan akan rasa cinta itu tak terpenuhi maka terjadilah depresi.

III. GEJALA-GEJALA DEPRESI
1. Gejala Fisik dari Depresi
Gangguan tidur, kelesuan fisik, hilangnya nafsu makan dan penyakit fisik yang ringan.
2. Gejala Emosional dari Depresi
Kehilangan kasih sayang, kesedihan, hilangnya kekuatan, hilangnya konsentrasi, rasa bersalah, permusuhan dan hilangnya harapan.

IV. PATOPSIKOLOGI
Alam perasaan adalah kekuatan/ perasaan hati yang mempengaruhi seseorang dalam jangka waktu yang lama setiap orang hendaknya berada dalam afek yang tidak stabil tapi tidak berarti orang tersebut tidak pernah sedih, kecewa, takut, cemas, marah dan sayang emosi ini terjadi sebagai kasih sayang seseorang terhadap rangsangan yang diterimanya dan lingkungannya baik interenal maupun eksternal. Reaksi ini bervariasi dalam rentang dari reaksi adaptif sampai maladaptif.




Rentang Respon
Respon adaptif Respon maladaptif



Responsif Reaksi kehilangan yang wajar Supresi Reaksi kehilangan yang memanjang Mania/ Depresi

1. Reaksi Emosi Adaptif
Merupakan reaksi emosi yang umum dari seseorang terhadap rangsangan yang diterima dan berlangsung singkat. Ada 2 macam reaksi adaptif :
a. Respon emosi yang responsif
Keadaan individu yang terbuka mau mempengaruhi dan menyadari perasaannya sendiri dapat beradaptasi dengan dunia internal dan eksternal
b. Reaksi kehilangan yang wajar
Reaksi yang dialami setiap orang mempengaruhi keadaannya seperti :
 Bersedih
 Berhenti kegiatan sehari–hari
 Takut pada diri sendiri
 Berlangsung tidak lama.
2. Reaksi Emosi Maladaptif
Merupakan reaksi emosi yang sudah merupakan gangguan respon ini dapat dibagi 2 tingkatan yaitu :
a. Supresi
Tahap awal respon maladaptif  individu menyangkal perasaannya dan menekan atau menginternalisasi aspek perasaan terhadap lingkungan
b. Reaksi kehilangan yang memanjang
Supresi memanjang  mengganggu fungsi kehidupan individu
Gejala : bermusuhan, sedih terlebih, rendah diri.
c. Mania/ Depresi
Gangguan alam perasaan kesal dan dimanifestasikan dengan gangguan fungsi sosial dan fungsi fisik yang hebat dan menetap pada individu yang bersangkutan



V. TINGKAT DEPRESI
1. Depresi Ringan
Sementara, alamiah, adanya rasa pedih perubahan proses pikir komunikasi sosial dan rasa tidak nyaman.
2. Depresi Sedang
a. Afek : murung, cemas, kesal, marah, menangis
b. Proses pikir : perasaan sempit, berfikir lambat, berkurang komunikasi verbal komunikasi non verbal meningkat.
c. Pola komunikasi : bicara lambat, berkurang komunikasi verbal, komunikasi non verbal meningkat
d. Partisipasi sosial : menarik diri tak mau bekerja/ sekolah, mudah tersinggung
3. Depresi Berat
a. Gangguan afek : pandangan kosong, perasaan hampa, murung, inisiatif berkurang
b. Gangguan proses pikir
c. Sensasi somatik dan aktivitas motorik : diam dalam waktu lama, tiba-tiba hiperaktif, kurang merawat diri, tak mau makan dan minum, menarik diri, tidak peduli dengan lingkungan

B. ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN ALAM PERASAAN
I. PENGKAJIAN
1. Faktor Predisposisi
a. Faktor Genetik
Dikaitkan dengan faktor keturunan
b. Teori Agresi Berbalik pada Diri
Diawali dengan proses kehilangan → terjadi ambivalensi terhadap objek yang hilang → tidak mampu mengekspresikan kemarahan → marah pada diri sendiri
c. Kehilangan Objek
Pada masa kanak–kanak jika terjadi kehilangan → trauma → faktor predisposisi terjadi gangguan pada masa remaja jika terjadi kehilangan


d. Model Kognitif
Depresi terjadi karena gangguan proses pikir → penilaian negatif terhadap diri, lingkungan dan masa depan
e. Teori Belajar Ketidakberdayaan
Keadaan prilaku dan ciri kepribadian seseorang yang percaya bahkan dirinya kehilangan kontrol terhadap lingkungan
Ditandai : tampak pasif, tidak mampu menyatakan keinginan, opini negatif tentang diri.
2. Faktor Presipitasi
a. Putus/ Kehilangan hubungan
Kehilangan pada kehidupan dewasa → faktor predisposisi terjadi gangguan kehilangan nyata/ samar-samar
 Kehilangan orang yang dicintai
 Kehilangan fungsi tubuh
 Kehilangan harga diri
b. Kejadian besar dalam kehidupan
 Peristiwa tak menyenangkan
 Pengalaman negatif dari peristiwa kehidupan → depresi
c. Perubahan peran
Peran sosial yang menimbulkan stressor : bertetangga, pekerjaan, perkawinan, pengangguran, pensiunan.
d. Sumber koping tidak adekuat
 Sosial ekonomi, pekerjaan, posisi sosial, pendidikan
 Keluarga → kurang dukungan
 Hubungan interpersonal isolasi diri/ sosial
e. Perubahan Fisiologik
Gangguan alam perasaan terjadi sebagai respon terhadap perubahan fisik oleh karena :
 Obat-obatan
 Penyakit fisik (infeksi, virus, tumor) → timbul nyeri sehingga membatasi fungsi individu berinteraksi → depresi



3. Prilaku
Prilaku yang berhubungan dengan depresi :
a. Afektif
Marah, anxietas, apatis, perasaan dendam, perasaan bersalah, putus asa, kesepian, harga diri rendah, kesedihan.
b. Fisiologis
Nyeri perut, anorexia, nyeri dada, konstipasi, pusing, insomnia, perubahan menstruasi, berat badan menurun.
c. Kognitif
Ambivalen, bingung, konsentrasi berkurang motivasi menurun, menyalahkan diri, ide merusak diri, pesimis, ragu–ragu.
d. Prilaku
Agitasi, ketergantungan, isolasi sosial, menarik diri.
4. Mekanisme Koping
Reaksi berduka yang tertunda mencerminkan penggunaan eksagregasi dari mekanisme pertahanan penyangkal (denial) dan supresi yang berlebihan dalam upayanya untuk menghindari distress hebat yang berhubungan dengan berduka. Depresi adalah suatu perasaan berduka abortif yang menggunakan mekanisme represi, supresi, denial dan disosiasi..

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Pohon Masalah
Resiko tinggi terjadi kekerasan
Yang diarahkan pada diri sendiri

Depresi core problem

Harga diri rendah

Koping individu tak efektif

Koping keluarga tak efektif

2. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko tinggi terjadi kekerasan yang diarahkan pada diri sendiri berhubungan dengan depresi yang ditandai dengan ide bunuh diri.
b. Depresi berhubungan dengan harga diri rendah ditandai dengan perasaan tak berhjarga tidak ada harapan, murung dan merasa kosong.
c. Harga diri rendah berhubungn dengan koping individu tak efektif ditandai dengan keputusan, berpusat pada kegagalan
d. Koping individu tak efektif berhubungan dengan koping keluarga tak efektif.

III. PRIORITAS INTERVENSI
Pada dasarnya intervensi difokuskan pada :
1. Lingkungan
Prioritas utama dalam merawat klien depresi adalah mencegah terjadinya kecelakaan, jauhkan dari benda–benda berbahaya seperti : gunting, pisau, ciptakan lingkungan yang aman, kurangi rangsangan dan suasana terang.
2. Hubungan perawat klien
Intervensi :
 Bina hubungan saling percaya dan hangat
 Bersikap empati
 Beri waktu pada klien untuk berfikir dan menjawab
 Variabel harus bersedia menerima, diam, aktif dan jujur.
3. Afektif
Tujuan : Menerima dan menenangkan klien bukan mengembirakan atau
mengatakan bahwa klien tidak perlu khawatir
Intervensi : Dorong klien untuk mengekspresikan pengalaman menyakitkan dan menyedihkan secara verbal
4. Kognitif
Tujuan : Bertujuan meningkatkan kontrol diri terhadap tujuan dan prilakunya, meningkatkan harga diri dan membantu memodifikasi harapan negatif
Intervensi :
 Bantu klien mengkaji perasaan → kaji klien tentang masalah
 Terima persepsi klien tapi tidak menerima kepuasan klien
 Bersama–sama mendefinisikan masalah → memberi klien control diri, harapan, realisasi bahwa perubahan mungkin terjadi

5. Intervensi Perilaku
Tujuan : Mengaktifkan klien yang diarahkan pada tujuan realitas
Intervensi : Klien diberi tanggung jawab dalam aktivitas secara bertahap
6. Intervensi Sosial
Tujuan : Bantu klien meningkatkan ketrampilan sosial
Intervensi :
 Kaji ketrampilan sosial, support dan interest klien
 Kaji sumber sosial yang tersedia
 “Roleplay” tentang situasi dan interaksi sosial
 Beri reinforcement positif tentang ketrampilan sosial yang efektif
 Dorong klien untuk memulai sosialisasi pada area yang lebih luas
7. Intervensi Fisiologis
Tujuan : Meningkatkan status kesehatan klien, kebutuhan dasar seperti makan, minum, istirahat, kebersihan dan penampilan diri perlu mendapat perhatian khusus
Intervensi :
 Termasuk perawatan fisik dan therapy somatik
 Jika klien tidak mampu merawat diri → Bantu klien memenuhi kebutuhan nutrisi, tidur dan kebersihan diri.
 Therapi somatik : beri obat anti depressant yaitu : Tricylins dan monoamine oksidasi (MAO)
D. EVALUASI
Adanya perubahan respon maladaptif kearah adaptif klien dapat ;
 Menerima dan mengakhiri perasaannya dan perasaan orang lain
 Memulai komunikasi
 Mengontrol perilaku sesuai keterbatasannya
 Menggunakan proses pemecahan masalah.

LAPORAN PENDAHULUAN PRILAKU PERCOBAAN BUNUH DIRI

LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN
PRILAKU PERCOBAAN BUNUH DIRI

I. KAJIAN TEORI
A. Pengertian
Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri kehidupan. Bunuh diri mungkin merupakan keputusan terkahir dari individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi (Keliat 1991 : 4).
Menurut Beck (1994) dalam Keliat (1991 hal 3) mengemukakan rentang harapan – putus harapan merupakan rentang adaptif – maladaptif.


Respon adaptif Respon maladaptif
 Harapan
 Yakin
 Percaya
 Inspirasi
 Tetap hati  Putus harapan
 Tidak berdaya
 Putus asa
 Apatis
 Gagal dan kehilangan
 Ragu-ragu
 Sedih
 Depresi
 Bunuh diri

Respon adaptif merupakan respon yang dapat diterima oleh norma-norma sosial dan kebudayaan yang secara umum berlaku, sedangkan respon maladaptif merupakan respon yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah yang kurang dapat diterima oleh norma-norma sosial dan budaya setempat. Respon maladaptif antara lain :
1. Ketidakberdayaan, keputusasaan, apatis.
Individu yang tidak berhasil memecahkan masalah akan meninggalkan masalah, karena merasa tidak mampu mengembangkan koping yang bermanfaat sudah tidak berguna lagi, tidak mampu mengembangkan koping yang baru serta yakin tidak ada yang membantu.
2. Kehilangan, ragu-ragu
Individu yang mempunyai cita-cita terlalu tinggi dan tidak realistis akan merasa gagal dan kecewa jika cita-citanya tidak tercapai. Misalnya : kehilangan pekerjaan dan kesehatan, perceraian, perpisahan individu akan merasa gagal dan kecewa, rendah diri yang semua dapat berakhir dengan bunuh diri.
3. Depresi
Dapat dicetuskan oleh rasa bersalah atau kehilangan yang ditandai dengan kesedihan dan rendah diri. Biasanya bunuh diri terjadi pada saat individu ke luar dari keadaan depresi berat.
4. Bunuh diri
Adalah tindakan agresif yang langsung terhadap diri sendiri untuk mengkahiri kehidupan. Bunuh diri merupakan koping terakhir individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi.

B. Etiologi
Banyak penyebab tentang alasan seseorang melakukan bunuh diri :
1. Kegagalan beradaptasi, sehingga tidak dapat menghadapi stres.
2. Perasaan terisolasi, dapat terjadi karena kehilangan hubungan interpersonal/gagal melakukan hubungan yang berarti.
3. Perasaan marah/ bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan hukuman pada diri sendiri.
4. Cara untuk mengakhiri keputusasaan.

C. Faktor Predisposisi
Menurut Stuart dan Sundeen (1997), faktor predisposisi bunuh diri antara lain :
1. Diagnostik > 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri, mempunyai hubungan dengan penyakit jiwa. Tiga gangguan jiwa yang dapat membuat individu beresiko untuk bunuh diri yaitu gangguan apektif, penyalahgunaan zat, dan skizofrenia.


2. Sifat kepribadian
Tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan besarnya resiko bunuh diri adalah rasa bermusuhan, implisif dan depresi.
3. Lingkungan psikososial
Seseorang yang baru mengalami kehilangan, perpisahan/perceraian, kehilangan yang dini dan berkurangnya dukungan sosial merupakan faktor penting yang berhubungan dengan bunuh diri.
4. Riwayat keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan faktor resiko penting untuk prilaku destruktif.
5. Faktor biokimia
Data menunjukkan bahwa secara serotogenik, apatengik, dan depominersik menjadi media proses yang dapat menimbulkan prilaku destrukif diri.

D. Faktor Presipitasi
1. Faktor pencetus seseorang melakukan percobaan bunuh diri adalah :
2. Perasaan terisolasi dapat terjadi karena kehilangan hubungan interpersonal/gagal melakukan hubungan yang berarti.
3. Kegagalan beradaptasi sehingga tidak dapat menghadapi stres.
4. Perasaan marah/bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan hukuman pada diri sendiri.
5. Cara untuk mengakhiri keputusasaan.

E. Patopsikologi
Semua prilaku bunuh diri adalah serius apapun tujuannya. Orang yang siap membunuh diri adalah orang yang merencanakan kematian dengan tindak kekerasan, mempunyai rencana spesifik dan mempunyai niat untuk melakukannya. Prilaku bunuh diri biasanya dibagi menjadi 3 kategori :

1. Ancaman bunuh diri
Peningkatan verbal/nonverbal bahwa orang tersebut mempertimbangkan untuk bunuh diri. Ancaman menunjukkan ambivalensi seseorang tentang kematian, kurangnya respon positif dapat ditafsirkan seseorang sebagai dukungan untuk melakukan tindakan bunuh diri.
2. Upaya bunuh diri
Semua tindakan yang diarahkan pada diri yang dilakukan oleh individu yang dapat mengarah pada kematian jika tidak dicegah.
3. Bunuh diri
Mungkin terjadi setelah tanda peningkatan terlewatkan atau terabaikan. Orang yang melakukan percobaan bunuh diri dan yang tidak langsung ingin mati mungkin pada mati jika tanda-tanda tersebut tidak diketahui tepat pada waktunya.
Percobaan bunuh diri terlebih dahulu individu tersebut mengalami depresi yang berat akibat suatu masalah yang menjatuhkan harga dirinya.

F. Tanda dan Gejala
Pengkajian orang yang bunuh diri juga mencakup apakah orang tersebut tidak membuat rencana yang spesifik dan apakah tersedia alat untuk melakukan rencana bunuh diri tersebut.
1. Petunjuk dan gejala
a. Keputusasaan
b. Celaan terhadap diri sendiri, perasaan gagal dan tidak berguna
c. Alam perasaan depresi
d. Agitasi dan gelisah
e. Insomnia yang menetap
f. Penurunan BB
g. Berbicara lamban, keletihan, menarik diri dari lingkungan sosial.
2. Petunjuk psikiatrik
a. Upaya bunuh diri sebelumnya
b. Kelainan afektif
c. Alkoholisme dan penyalahgunaan obat
d. Kelaianan tindakan dan depresi mental pada remaja
e. Dimensia dini/ status kekacauan mental pada lansia
3. Riwayat psikososial
a. Baru berpisah, bercerai/ kehilangan
b. Hidup sendiri
c. Tidak bekerja, perbahan/ kehilangan pekerjaan baru dialami
4. Faktor-faktor kepribadian
a. Implisit, agresif, rasa bermusuhan
b. Kegiatan kognitif dan negatif
c. Keputusasaan
d. Harga diri rendah
e. Batasan/gangguan kepribadian antisosial

II. TINJAUAN PROSES KEPERAWATAN
1. Pengertian
a. Tinjauan kembali riwayat klien untuk adanya stressor pencetus dan data signifikan tentang :
1. Kerentaan genetik-biologik (riwayat keluarga).
2. Peristiwa hidup yang menimbulkan stres dan kehilangan yang baru dialami.
3. Hasil dan alat pengkajian yang terstandarisasi untuk depresi.
4. Riwayat pengobatan.
5. Riwayat pendidikan dan pekerjaan.
b. Catat ciri-ciri respon psikologik, kognitif, emosional dan prilaku dari individu dengan gangguan mood.
c. Kaji adanya faktor resiko bunuh diri dan letalitas prilaku bunuh diri :
1. Tujuan klien misalnya agar terlepas dari stres, solusi masalah yang sulit.
2. Rencana bunuh diri termasuk apakah klien memiliki rencana yang teratur dan cara-cara melaksanakan rencana tersebut.
3. Keadaan jiwa klien (misalnya adanya gangguan pikiran, tingkat gelisah, keparahan gangguan mood).
4. Sistem pendukung yang ada.
5. Stressor saat ini yang mempengaruhi klien, termasuk penyakit lain (baik psikiatrik maupun medik), kehilangan yang baru dialami dan riwayat penyalahgunaan zat.
d. Kaji sistem pendukung keluarga dan kaji pengetahuan dasar keluarga klien, atau keluarga tentang gejala, meditasi dan rekomendasi pengobatan gangguan mood, tanda-tanda kekambuhan dan tindakan perawatan diri.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada prilaku percobaan bunuh diri :
a. Dorongan yang kuat untuk bunuh diri berhubungan dengan gangguan alam perasaan : depresi.
b. Potensial untuk bunuh diri berhubungan dengan ketidakmampuan menangani stres, perasaan bersalah.
c. Koping yang tidak efektif berhubungan dengan ingin bunuh diri sebagai pemecahan masalah.
d. Potensial untuk bunuh diri berhubungan dengan keadaan stress yang tiba-tiba
e. Isolasi sosial berhubungan dengan usia lanjut atau fungsi tubuh yang menurun.
f. Gangguan konsep diri : harga diri rendah berhubungan dengan kegagalan (sekolah, hubungan interpersonal).

3. Rencana Tindakan
Tujuan utama asuhan keperawatan adalah melindungi klien sampai ia dapat melindungi diri sendiri. Intervensi yang dibuat dan dilaksanakan terus mengacu pada etiologi dari diagnosa keperawatan serta sesuai dengan tujuan yang akan tercapai.
Menurut Stuart dan Sundeen (1997) dalam Keliat (1991 : 13) mengidentifikasi intervensi utama pada klien untuk prilaku bunuh diri yaitu :
a. Melindungi :
Merupakan intervensi yang paling penting untuk mencegah klien melukai dirinya. Tempatkan klien di tempat yang aman, bukan diisolasi dan perlu dilakukan pengawasan.
b. Meningkatkan harga diri
Klien yang ingin bunuh diri mempunyai harga diri yang rendah. Bantu klien mngekspresikan perasaan positif dan negatif. Berikan pujian pada hal yang positif.
c. Menguatkan koping yang konstruktif/sehat.
Perawat perlu mengkaji koping yang sering dipakai klien. Berikan pujian penguatan untuk koping yang konstruktif. Untuk koping yang destruktif perlu dimodifikasi/dipelajari koping baru.
d. Menggali perasaan
Perawat membantu klien mengenal perasaananya. Bersama mencari faktor predisposisi dan presipitasi yang mempengaruhi prilaku klien.
e. Menggerakkan dukungan sosial, untuk itu perawat mempunyai peran menggerakkan sistem sosial klien, yaitu keluarga, teman terdekat, atau lembaga pelayanan di masyarakat agar dapat mengontrol prilaku klien.

4. Pelaksanaan
Tindakan keperawatan yang dilakukan harus disesuaikan dengan rencana keperawatan yang telah disusun. Sebelum melaksanakan tindakan yang telah direncanakan, perawat perlu memvalidasi dengan singkat apakah rencana tindakan masih sesuai dengan kebutuhannya saat ini (here and now). Perawat juga meniali diri sendiri, apakah mempunyai kemampuan interpersonal, intelektual, teknikal sesuai dengan tindakan yang akan dilaksanakan. Dinilai kembali apakah aman bagi klien, jika aman maka tindakan keperawatan boleh dilaksanakan.

5. Evaluasi
a. Ancaman terhadap integritas fisik atau sistem dari klien telah berkurang dalam sifat, jumlah asal atau waktu.
b. Klien menggunakan koping yang adaptif.
c. Klien terlibat dalam aktivitas peningkatan diri.
d. Prilaku klien menunjukan kepedualiannya terhadap kesehatan fisik, psikologi dan kesejahteraan sosial.
e. Sumber koping klien telah cukup dikaji dan dikerahkan.

LAPORAN PENDAHULUANGANGGUAN ANSIETAS/ KECEMASAN

LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN
GANGGUAN ANSIETAS/ KECEMASAN

I. KONSEP DASAR
A. Pengertian
Ansietas sangat berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi ini tidak memiliki obyek yang spesifik. Kondisi dialami secara subyektif dan dikomunikasikan dalam hubungan interpersonal. Ansietas berbeda dengan rasa takut, yang merupakan penilaian intelektual terhadap sesuatu yang berbahaya. Ansietas adalah respon emosional terhadap penilaian tersebut. Kapasitas untuk menjadi cemas diperlukan untuk bertahan hidup, tetapi tingkat ansietas yang parah tidak sejalan dengan kehidupan (Stuart dan Sundeen, 1990, hal 75).
Tingkat ansietas sebagai berikut:
1. Ansietas ringan, berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari- hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan menghasilkan lahan persepsinya. Ansietas dapat memotivasi bekpar dan menghasilkan pertumbuhan dan kreatifitas.
2. Ansietas sedang, memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada hal yang penting dan mengesampingkan yang lain. Sehingga seseorang mengalami perhatian yang selektif namun dapat melakukan sesuatu yang lebih terarah.
3. Ansietas berat, sangat mengurangi lahan persepsi seseorang. Seseorang cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik dan tidak dapat berfikir pada hal lain. Semua perilaku ditujukan untuk mengurangi ketegangan. Orang tersebut memerlukan banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pada satu area lain.
4. Tingkat panik dari ansietas, berhubungan dengan terperangah, ketakutan dari orang yang mengalami panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan. Panik melibatkan disorganisasi kepribadian. Dengan panik, terjadi peningkatan aktifitas motorik,menurunnya kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain, persepsi yang menyimpang dan kehilangan pemikiran yang rasional. Tingkat ansietas ini tidak sejalan dengan kehidupan, dan juga berlangsung terus dalam waktu yang lama, dapat terjadi kelelahan yang sangat, bahkan kematian.

B. Rentang Respon Ansietas (Stuart & Sundeen, 1990)



Respon Adaptif Respon Maladaptif

Antisipasi Ringan Sedang Berat Panik

C. Faktor Predisposisi
Berbagai teori telah dikembangkan untuk menjelaskan asal ansietas :
1. Dalam pandangan psikoanalitik, ansietas adalah konflik emosional yang terjadi antara dua elemen kepribadian, id dan superego. Id mewakili dorongan insting dan impuls primitif seseorang, sedangkan superego mencerminkan hati nurani seseorang dan dikendalikan oleh norma- norma budaya seseorang. Ego atau Aku, berfungsi menengahi hambatan dari dua elemen yang bertentangan dan fungsi ansietas adalah mengingatkan ego bahwa ada bahaya.
2. Menurut pandangan interpersonal, ansietas timbul dari perasaan takut terhadap tidak adanya penerimaan dari hubungan interpersonal. Ansietas juga berhubungan dengan perkembangan, trauma seperti perpisahan dan kehilangan sehingga menimbulkan kelemahan spesifik. Orang dengan harga diri rendah mudah mengalami perkembangan ansietas yang berat.
3. Menurut pandangan perilaku, ansietas merupakan produk frustasi yaitu segala sesuatu yang mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Daftar tentang pembelajaran meyakini bahwa individu yang terbiasa dalam kehidupan dininya dihadapkan pada ketakutan yng berlebihan lebih sering menunjukkan ansietas pada kehidupan selanjutnya.
4. Kajian keluarga menunjukkan bahwa gangguan ansietas merupakan hal yang biasa ditemui dalam suatu keluarga. Ada tumpang tindih dalam gangguan ansietas dan antara gangguan ansietas dengan depresi.
5. Kajian biologis menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor khusus benzodiazepine. Reseptor ini mungkin membantu mengatur ansietas penghambat dalam aminobutirik. Gamma neuroregulator (GABA) juga mungkin memainkan peran utama dalam mekanisme biologis berhubungan dengan ansietas sebagaimana halnya endorfin. Selain itu telah dibuktikan kesehatan umum seseorang mempunyai akibat nyata sebagai predisposisi terhadap ansietas. Ansietas mungkin disertai dengan gangguan fisik dan selanjutnya menurunkan kapasitas seseorang untuk mengatasi stressor.

D. Faktor Presipitasi
Stressor pencetus mungkin berasal dari sumber internal atau eksternal. Stressor pencetus dapat dikelompokkan menjadi 2 katagori :
1. Ancaman terhadapintegritas seseorang meliputi ketidakmampuan fisiologis yang akan datang atau menurunnya kapasitas untuk melakukan aktifitas hidup sehari- hari.
2. Ancaman terhadap sistem diri seseorang dapat membahayakan identitas, harga diri dan fungsi sosial yang terintegrasi seseorang.

E. Sumber Koping
Individu dapat mengalami stress dan ansietas dengan menggerakkan sumber koping tersebut di lingkungan. Sumber koping tersebut sebagai modal ekonomok, kemampuan penyelesaian masalah, dukungan sosial dan keyakinan budaya dapat membantu seseorang mengintegrasikan pengalaman yang menimbulkan stress dan mengadopsi strategi koping yang berhasil.

F. Mekanisme Koping
Ketika mengalami ansietas individu menggunakan berbagai mekanisme koping untuk mencoba mengatasinya dan ketidakmampuan mengatasi ansietas secara konstruktif merupakan penyebab utama terjadinya perilaku patologis. Ansietas tingkat ringan sering ditanggulang tanpa yang serius.



Tingkat ansietas sedang dan berat menimbulkan 2 jenis mekanisme koping:
1. Reaksi yang berorientasi pada tugas, yaitu upaya yang disadari dan berorientasi pada tindakan untuk memenuhi secara realitis tuntutan situasi stress.
2. Mekanisme pertahanan ego, membantu mengatasi ansietas ringan dan sedang, tetapi jika berlangsung pada tingkat sadar dan melibatkan penipuan diri dan distorsi realitas, maka mekanisme ini dapat merupakan respon maladaptif terhadap stress.

II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Ansietas dapat diekspresikan secara langsung melalui perubahan fisiologis dan perilaku. Secara tidaklangsung melalui timbulnya gejala atau mekanisme koping sebagai upaya untuk melawan ansietas.intensitas perilaku akan meningkat sejalan dengan peningkatan tingkat ansietas.
Masalah yang sering muncul pada gangguan ansietas adalah sebagai berikut:
a. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
b. Gangguan perilaku; kecemasan
c. Koping individu tak efektif
Pohon Masalah:









B. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan gangguan perilaku; kecemasan
2. Gangguan perilaku; kecemasan berhubungan dengan koping individu tak efektif ditandai dengan klien tampak gelisah, tegang
C. Perencanaan
1. Diagnosa 1 : Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan gangguan perilaku ; kecemasan
TUM: Klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
TUK: Klien mampu mengontrol rasa cemasnya
Intervensi:
a. BHSP dengan klien
• Memperkenalkan diri dengan sopan dan ekspresi wajah bersahabat
• Tanyakan nama klien
• Jabat tangan klien
b. Pasien akan terlindung dari bahaya
• Terima dan dukung pertahanan klien
• Kenalkan realita yang berhubungan dengan mekanisme koping klien
• Berikan umpan balik pada klien tentang perilaku, stressor dan sumber koping
c. Ciptakan lingkungan tenang dan jauh dari kegaduhan
d. Jauhkan klien dari benda yang berbahaya seperti benda tajam
2. Diagnosa 2 : Gangguan perilaku; kecemasan berhubungan dengan koping individu tak efektif ditandai dengan klien tampak gelisah, tegang
TUM: Klien dapat mengurangi dan mengontrol kecemasannya
TUK: Klien mengenal cara- cara untuk mengurangi kecemasannya
Intervensi:
a. Libatkan klien dalam aktivitas sehari- hari
 Beri aktivitas pada klien dan penguatan perilaku produktif.Berikan beberapa jenis latihan fisik
 Rencanakan jadwal atau daftar aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari.
 Libatkan keluarga dan sistem pendukung lain sebanyak mungkin


b. Klien dapat mengidentifikasi dan menguraikan perasaan tentang ansietas
 Bantu klien mengidentifikasi dan menguraikan perasaan yang mendasar.
 Kaitkan perilaku klien dengan perilaku dan perasaan tersebut.
 Gunakan pertanyaan terbuka untuk menghindari konflik
c. Klien dapat menguraikan rencana koping maladaptif dan adaptif
 Gali cara pasien menurunkan ansietasnya dimasa lalu
 Tunjukkan efek maladaptif dan destruktif dari respon koping sekarang.
 Dorong klien menggunakan respon adaptif yang efektif dimasa lalu.
D. Pelaksanaan
Pelaksanaan disesuaikan dengan kondisi dan respon klien

E. Evaluasi
1. Sudahkah ancaman terhadap integritas kulit atau sistem dari pasien berkurang dalam sifat, jumlah, asal dan waktunya ?
2. Apakah perilaku klien mencerminkan ansietas tingkat ringan atau lebih ringan ?
3. Sudahkah sumber koping klien dikaji dan dikerahkan dengan adekuat?
4. Apakah klien mengenali ansietasnya sendiri dan mempunyai pandangan terhadap perasaan tersebut?
5. Apakah klien menggunakan respon koping adaptif?
6. Sudahkan klien belajar strategi adaptif baru untuk mengurangi ansietas?
7. Apakah klien menggunakan ansietas ringan untuk meningkatkan pertumbuhan atau perubahan personal?